PIDATO SEKRETARIS JENDRAL ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN)

PIDATO SEKRETARIS JENDRAL  ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN)

 Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN)

& Ulang Tahun AMAN Ke-19 17 Maret 2018

Hidup Masyarakat Adat!

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu! Berdaulat

Bangkit Bersatu! Mandiri

Bangkit Bersatu! Bermartabat

Hotu!

I Yayat U Santi!

Angkat Pedangmu dan Maju Berperang!

 

Kita sedang merayakan kebangkitan Masyarakat Adat di tempat bersejarah yaitu Benteng Moraya. Di tempat ini pernah terjadi Perang Tondano. Juga perayaan hari ini diawali dengan Ritual Kawasaran yang merupakan simbol perang. Marilah kita memaknai Benteng Moraya dan Kawasaran sebagai tekad bulat Masyarakat Adat untuk terus berjuang, memerangi penindasan, kebodohan dan peminggiran Masyarakat Adat yang masih terjadi di berbagai pelosok nusantara. Semua itu demi mewujudkan cita-cita luhur kita bersama yaitu Indonesia dan Masyarakat Adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.

I Yayat U Santi!

Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan hormat dan salam kepada semesta,  para leluhur masyarakat adat khususnya leluhur masyarakat Minahasa, dan kepada Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta.

Yang Terhormat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya,

Yang Terhormat Gubernur Sulawesi Utara Bapak Olly Dondokambey atau yang mewakili

Yang saya hormati Dewan AMAN Nasional

Yang saya banggakan Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah

Dan saya muliakan seluruh Komunitas Anggota AMAN di seluruh Nusantara

Hari ini menandai 19 tahun lalu Kongres Masyarakat Adat Nusantara yang pertama di Jakarta, jantung Indonesia yang saat itu dianggap sebagai sumber parampasan wilayah dan kekayaan titipan leluhur Masyarakat Adat. Hari ini kita memperingati hari yang merupakan penanda kebangkitan Masyarakat Adat di Nusantara dari ketertindasan.

Setahun berlalu semenjak perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan Ulang Tahun AMAN ke-18 di Tanjung Gusta, Sumatera Utara. Dan hari ini, kita semua kembali berkumpul memperingati hari bersejarah ini.

Hari ini kita wajib menyampaikan penghargaan dan mengenang para pemimpin Masyarakat Adat yang telah meletakkan landasan perjuangan Masyarakat Adat di Nusantara. Orang tua kita, para penggagas dan pendiri gerakan yang sudah mendahului kita. Juga mereka yang masih ada, termasuk yang saat ini bersama-sama dengan kita di Benteng Moraya. Mereka pahlawan kita yang akan terus menjadi panutan dan sumber semangat dalam berjuang.

Hari ini, setahun berlalu, banyak kejadian yang wajib kita catat.

Kita wajib menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua struktur pemerintahan desa, Kabupaten/Kota, provinsi dan pusat (eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang secara nyata sedang dan akan memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat melalui pembentukan peraturan-peraturan dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat dan merancang program yang bermanfaat untuk kesejahteraan, keadilan dan kemajuan  Masyarakat Adat. Kita juga mengapresiasi Mahkamah Konstitusi yang beberapa tahun terakhir, secara konsisten membela hak-hak Masyarakat Adat yang tercantum dalam konstitusi Indonesia.

Kita memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk capaian yang telah ada sejauh ini, termasuk upaya merealisasikan pengakuan hutan adat. Kita baru saja mendapat informasi bahwa Presiden telah mengeluarkan Supres menunjuk Kemendagri sebagai Koordinator pembahasan RUU Masyarakat Adat bersama DPR. Kementrian LHK menjadi salah satu anggota, dan kita patut menyambut baik perkembangan ini.

AMAN mencatat bahwa hingga saat ini baru sekitar 20 ribu hektar hutan adat telah kembali berada di tangan masyarakat adat. Memang angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan 9,3 juta hektar peta wilayah adat yang sudah diterima secara resmi oleh pemerintah. Tetapi perlu kita ingat bahwa angka ini adalah hasil dari perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan. Ini adalah tonggak sejarah hubungan masyarakat adat dan negara! Ingatlah bahwa angka ini tidak akan berkurang tetapi akan bertambah terus!

Sejak awal kita menegaskan dukungan penuh terhadap pencapaian Nawacita. Meskipun kita meninjau, bahwa cita-cita Masyarakat Adat yang diintegrasikan dalam Nawacita, masih belum memenuhi harapan. Kita menyerukan dengan tegas dan sungguh-sungguh agar pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat tidak dilakukan secara parsial dan sporadik, tetapi bersifat menyeluruh, terpadu dan lebih pasti menyangkut Masyarakat Adat, wilayah adat, hutan adat, budaya, hukum adat, kelembagaan adat, dan segala sesuatu yang menyangkut identitas Masyarakat Adat.

Kita menyadari bahwa cita-cita Masyarakat Adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat masih penuh tantangan maha berat. Bahkan dalam kurun waktu satu tahun terakhir perjuangan Masyarakat Adat untuk menggapai cita-cita itu, AMAN mencatat, bahwa kekerasan dan perampasan wilayah adat masih terus terjadi di berbagai pelosok Nusantara.

Kekerasan dan kriminalisasi yang terjadi diatas wilayah adat akibat absennya negara dalam memberikan pengakuan dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat adat.

  1. Ketiadaan pengakuan hukum hak-hak masyarakat adat oleh pemerintah menjadi menjadi alasan utama Trisno dikriminalisasi. Trisno dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena mengelola wilayah adatnya yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah sebagai kawasan hutan negara. Padahal wilayah tersebut merupakan wilayah adat yang dimiliki oleh masyarakat adat meratus secara turun temurun.
  2. Perampasan wilayah adat atas nama pembangunan. Pembangunan waduk Gelo Lebo di Nusa tenggara timur tanpa melalui proses FPIC menyebabkan masyarakat ada kehilangan tanah yang merupakan mata pencaharian dan sumber kehidupan masyarakat
  3. Negara gagal menegakkan hukum yang telah dibuatnya. Amisandi dipenjara karena membela tanah leluhurnya ditenggelamkan oleh PLTA.  Amisandi memang telah keluar dari penjara namun saat ini intimidasi dan pemaksaan pembangunan PLTA masih berlangsung di Seko. Padahal keberadaan masyarakat adat telah diakui oleh pemerintah daerah melalui Surat Keputusan Bupati Kabupaten Luwu Utara Nomor:300 tahun 2004 tentang Pengakuan Masyarakat Masyarakat Adat Seko.

Hari ini kita juga tidak lupa menyampaikan solidaritas atas kriminalisasi terhadap saudara-saudara kita di Philipina. Mereka pembela hak-hak Masyarakat Adat yang dituduh sebagai teroris oleh Pemerintah Philipina. Salah satu diantara mereka adalah Vicky Tauli-Corpuz yang merupakan Pelapor Khusus PBB untuk Masyarakat Adat.

Perjuangan masih panjang, kita masih jauh dari cita-cita kita bersama. Namun kita tidak menyerah. Semangat kita berasal dari 2.361 komunitas anggota kita yang setia dalam perjuangan, komitmen dari 21 Pengurus Wilayah, 116 Pengurus Daerah, semangat dari Organisasi Sayap AMAN, yakni semua Perempuan Adat yang menyatukan diri dalam Persekutuan Perempuan Adat AMAN, para pemuda dalam Barisan Pemuda Adat Nusantara, pembelaan dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara, serta inspirasi dari 2 Badan Otonom dan 3 Badan Usaha yang terus memberikan motivasi bahwa kita bisa!

Akhirnya, kepada semua Masyarakat Adat di Nusantara, selamat merayakan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara!

 

I Yayat U Santi!

Benteng Moraya, Tondano, Sulawesi Utara

17 Maret 2018

 

Tinggalkan Balasan