RUU Pertanahan

RUU Pertanahan Akan Melanggengkan Perampasan Wilayah Adat

Jakarta (2/9/2019), www.aman.or.id – Masyarakat Adat dan AMAN menolak Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP) yang saat ini sedang dikerjakan oleh DPR. Sebab Rancangan Undang-Undang ini justru tidak menyentuh pada penyelesaian masalah-masalah struktural yang dialami Masyarakat Adat. RUU ini, jika disahkan, akan semakin melanggengkan perampasan wilayah-wilayah adat. “Akan semakin banyak konflik yang terjadi di wilayah-wilayah adat, dan Masyarakat Adat akan semakin rentan untuk mengalami peminggiran dari tanah-tanah leluhur,” tegas Sekjen AMAN Rukka

Pernyataan Sikap:  Bahaya Liberalisasi Pasar Tanah, Tolak Rancangan Undang-Undang Pertanahan

Jakarta, 13 Agustus 2019, www.aman.or.id – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP), yang menyangkut hajat hidup orang banyak saat ini sedang dibahas oleh DPR RI bersama pemerintah. Tanpa mempertimbangan kualitas RUUP dan situasi agraria saat ini, pembuat undang-undang (DPR dan Pemerintah) bersikukuh mengesahkan RUUP pada September nanti. Sementara itu, Indonesia tengah mengalami 5 (lima) pokok krisis agraria, yakni: (1) Ketimpangan struktur agraria yang tajam; (2) Maraknya konflik agraria struktural; (3) Kerusakan

TOLAK RUU PERTANAHAN : 13 BAHAYA RUU PERTANAHAN JIKA DISAHKAN

Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU Pertanahan) awalnya diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan dan konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Selain menjawab persoalan konflik Agraria, RUU ini juga diharapkan dapat mengatur pengelolaan tanah dengan mempertimbangkan sosial, budaya dan lingkungan hidup. Pemerintah beranggapan bahwa RUU ini akan melengkapi UU Pokok Agraria yang dinilai belum dapat menjawab permasalahan aktual pertanahan. Namun sayangnya, draft terakhir RUU Pertanahan per tanggal 22 Juni 2019 belum dapat menjawab