#MasyarakatAdatLawanCOVID19

Aksi Jalan Kaki Toba – Istana

AMAN – Aksi jalan kaki AJAK TUTUP TPL yang dilakukan Togu Simorangkir bersama TIM 11 adalah puncak akumulasi konflik-konflik pertanahan tanah ulayat dan sosial antara pabrik pulp PT Toba Pulp Lestari dengan komunitas-komunitas Masyarakat Adat di Tano Batak yang sudah berlangsung 30 tahun lebih. Trio Togu Simorangkir, Anita Martha Hutagalung, Irwandi Sirait dengan 8 orang anggota tim pendukung berjalan kaki dari Balige ke Jakarta, sejauh 1.800 kilometer, untuk menemui Presiden

Insiden bentrok karyawan TPL dan masyarakat adat di Natumingka (foto: Tribun Medan)

AMAN – Masyarakat Adat Tano Batak dan berbagai gerakan sosial-lingkungan bergolak menuntut agar pabrik pulp PT Toba Pulp Lestari Tbk. (TPL) ditutup. Perusahaan pulp ini dinilai sudah terlalu lama dan semena-mena menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial di  kawasan Danau Toba. Pergolakan gerakan AJAK TUTUP TPL ini dipicu insiden yang terjadi di Natumingka, Kec. Borbor, Kab. Toba, 18 Mei 2021 lalu. Dalam insiden itu rombongan karyawan TPL yang mau melakukan

Civil Society Condemns Human Rights Violations against Indigenous Peoples in West Papua 

An ongoing armed conflict in West Papua between the Indonesian military and the separatist movement finds ordinary Indigenous Peoples caught in the middle, resulting in deaths and violations of their rights.  Since 1963, when the Indonesian government formally took administrative control of West Papua, the Indonesian National Armed Forces (TNI) have carried out security operations criticised for their violence and intimidation of Indigenous Peoples in West Papua. The TNI have stepped

Kemunduran Negara dan Resiliensi Masyarakat Adat di Tengah Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 telah menjadi menjadi hantu bagi semua orang sepanjang 2020, dan belum berakhir hingga saat ini. Indonesia merupakan salah satu negara paling terdampak di Asia Tenggara. Sudah ribuan orang kehilangan nyawa, ratusan ribu orang bahkan jutaan kehilangan pekerjaan, yang pada gilirannya berdampak pada orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada negara. Belum lagi masyarakat yang hidupnya tergantung penuh pada lahan dan hutan. Pandemi Covid 19 pun tak menyurutkan semangat perampasan wilayah

Indonesia: Rollback in the Time of COVID-19

Summary   This paper highlights the ways that the COVID-19 pandemic has affected and disenfranchised indigenous peoples and forest communities in Indonesia. The lack of adequate protection of the rights of indigenous peoples and their territories before the pandemic has been made worse by a lack of protection during the pandemic. The challenges faced by forest communities during the pandemic show that access to land and natural resources is crucial

Indonesia: Pelemahan Regulasi di Tengah Pandemi COVID-19

Ringkasan Makalah ini menyoroti bagaimana pandemi COVID-19 telah mempengaruhi dan mencerabut hak masyarakat adat dan komunitas hutan di Indonesia. Kurangnya perlindungan yang memadai atas hak- hak masyarakat adat dan atas wilayah mereka sebelum pandemi telah diperparah oleh kurangnya perlindungan selama pandemi. Tantangan yang dihadapi masyarakat hutan selama pandemi menunjukkan bahwa akses ke lahan dan sumber daya alam sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada hutan. Selain

Masyarakat Adat Bertahan Di Masa Pandemi, Dihajar Kebijakan Omnibus Cilaka

Masyarakat adat memiliki resiliensi di masa pandemi covid-19. Namun, ironisnya, justru di masa pandemi inilah negara menerbitkan kebijakan baru yang dapat melucuti kemandirian Masyarakat Adat. Itulah poin penting yang disampaikan Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), saat berbicara dalam acara peluncuran Catatan Akhir Tahun 2020 AMAN, yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (13/1/2020). Menurut Rukka, untuk mengatasi pandemi, AMAN dan Masyarakat Adat menjalani kebijakan lockdown wilayah adat. Kebijakan