Masyarakat Adat

Masyarat Adat Dayak Meratus Gugat Perusahaan Sawit

Masyarakat Adat Dayak Meratus di Cantung Kiri Hilir, Kabupatan Kotabaru mengajukan gugatan perdata terhadap PT Suryabumi Tunggal Perkasa di Pengadilan Negeri Kotabaru, Jumat (21/2). Gugatan dilakukan oleh pengacara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalimantan Selatan, didampingi oleh Yasir, Ketua BPH AMAN Kalimantan Selatan, dan Miso, Ketua Biro Advokasi AMAN Kalimantan Selatan. “Masyarakat adat Dayak Meratus mengajukan gugatan karena sejak 2005 hingga sekarang, tanah adat mereka dipakai untuk perkebunan sawit

Lagi, Konflik di Muara Tae

Warga kampung Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur tetap menolak menjual tanah leluhur mereka kepada PT Munte Waniq Jaya. Hingga Jumat (21/2), mereka bertahan di lokasi sengketa dengan cara berkebun dan membuat pondok untuk tempat berteduh. Konflik di wilayah adat Muara Tae mencuat kembali sejak Kamis (20/2). Sengketa wilayah adat Muara Tae bermula pada Mei 2012, ketika Bupati Kutai Barat Ismail Thomas menerbitkan Surat Keterangan tentang Tapal Batas. Ismail menetapkan

Indonesia dalam Laporan Tahunan RRI

The Rights and Resources Initiative (RRI), sebuah koalisi global untuk memajukan reformasi penguasaan dan kebijakan hutan, meluncurkan sebuah kajian baru yang menyoroti kelambatan pengakuan hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas tanahnya walau telah ada komitmen verbal dari pemerintah dan korporasi, Rabu (5/2). Kajian ini menganalisis kondisi di 33 negara yang secara total mewakili 85 persen hutan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Berikut beberapa hal tentang Indonesia

RDPU: Masyarakat Adat Berpendapat, DPR Tak Yakin

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan perwakilan masyarakat adat Cigugur, Cirendeu, dan Kampung Naga menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat (RUU PPHMHA) di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2). RDPU ini adalah jawaban untuk permohonan resmi yang diajukan oleh AMAN, dengan surat bertanggal 17 Januari 2014. Permohonan ini diajukan karena AMAN menilai proses RUU PPHMHA ini berjalan lambat.

Nota Kesepahaman Perwakilan Komnas HAM dan PW AMAN Kalbar

Pontianak, 4 Februari 2014 – Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Barat menandatangani nota kesepahaman bersama Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat terkait pengarusutamaan pendekatan berbasis HAM masyarakat adat di provinsi tersebut, Selasa (4/2). Yang menandatangani adalah Gloria Sanen, PJS Ketua Badan Pengurus Harian AMAN Kalimantan Barat, dan Kasful Anwar, SH, M.Si, Kepala Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat. Penandatanganan berlangsung di Kantor Perwakilan Komnas HAM Kalimantan Barat di Pontianak. Nota kesepahaman ini melingkupi:

Profil Singkat PPMAN

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)  adalah organisasi kemasyarakatan yang merupakan sayap dari organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), berbentuk perkumpulan yang keanggotaannya terdiri dari advokat dan ahli hukum yang peduli dan berkomitmen pada kerja pembelaan dan pemajuan masyarakat adat nusantara. Pembentukan PPMAN dilaksanakan melalui Konferensi Nasional (KONFERNAS) Pertama Para Advokat Masyarakat Adat Nusantara yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah AMAN Tana Luwu selaku tuan rumah pada tanggal 25 – 27 September

Sumatera Utara Tuan Rumah KMAN V 2017

Pertemuan Badan Pengurus Harian AMAN se-Sumatera pekan lalu menyepakati provinsi Sumatera Utara sebagai tuan rumah Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke-V (KMAN V) pada 2017. Pengurus Wilayah AMAN Sumatera Utara akan bertindak sebagai tuan rumah dan KMAN V akan dilaksanakan di komunitas Secanggang, Kabupaten Langkat. Konsolidasi ini diselenggarakan di Pijoan, Kecamatan Jambi Luar Kota, Jambi pada 28 Januari 2013. Pesertanya adalah seluruh ketua BPH seluruh Pengurus Wilayah AMAN di Sumatera, termasuk