Wanua Koha, Lokasi Penyelenggaraan Rakernas AMAN Kelima
Penyelenggaraan akbar Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kelima (Rakernas AMAN Ke-V) kembali digelar pada 14-17 Maret 2018 di Wanua Koha, Kabupaten Minahasa, Propinsi Sulawesi Utara, dengan mengusung tema “Memperkuat Organisasi untuk Memastikan Pemenuhan Hak-hak Masyarakat Adat oleh Negara dalam mewujudkan Kedaulatan Politik, Kemandirian Ekonomi dan Kemartabatan Budaya”.
Rakernas AMAN Kelima merupakan salah satu mekanisme pengambilan keputusan yang dimandatkan oleh Anggaran Dasar AMAN setelah Kongres Masyarakat Adat Nusantara atau KMAN. Rakernas AMAN Kelima juga merupakan sarana untuk me-review dan mengevaluasi jalannya organisasi AMAN paska KMAN V di Medan, Sumatera Utara pada Maret 2017 lalu.
Adapun Rakernas AMAN Kelima ini akan dihadiri oleh Pengurus Besar AMAN (Sekjen AMAN dan Dewan AMAN Nasional), 21 Pengurus Wilayah AMAN (Ketua Badan Pelaksana Harian dan Dewan AMAN Wilayah), serta 116 Pengurus Daerah AMAN (Ketua Badan Pelaksana Harian dan Dewan AMAN Daerah) yang menyebar hampir di seluruh nusantara.
Rakernas AMAN Kelima juga akan dihadiri oleh perutusan dari 3 Organisasi Sayap AMAN, 3 Badan Otonom AMAN dan seluruh jaringan organisasi AMAN. Organisasi Sayap AMAN yang akan terlibat dalam Rakernas ini adalah Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN (PEREMPUAN AMAN), Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Selain itu, Badan-Badan Otonom AMAN yang akan terlibat dalam Rakernas AMAN Kelima mencakup Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Koperasi Produsen AMAN Mandiri (KPAM) dan Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN). Pemerintah dan para pendukung Gerakan Masyarakat Adat Nusantara, baik dari tingkat pusat sampai di tingkat lokal pun akan hadir dalam penyelenggaraan Rakernas AMAN Kelima ini.
Ketua Panitia Pelaksana Rakernas AMAN Kelima, Nedine Helena Sulu mengungkapkan bahwa Rakernas AMAN Kelima ini akan dihadiri sekitar 500 orang dari Aceh hingga Papua. “Panitia telah menyiapkan sekitar 100 rumah penduduk di Wanua (kampung) Koha sebagai tempat tinggal peserta selama kegiatan Rakernas”, lanjut Nedine.
Dialog Umum Masyarakat Adat dan berbagai sarasehan akan diadakan selama Rakernas AMAN Kelima berlangsung untuk membahas isu-isu tematik yang menjadi perhatian khusus masyarakat adat selama ini. Pembahasan isu tematik akan melibatkan beberapa narasumber mewakili pemerintah pusat, pemerintah daerah dan para ahli, sesuai dengan topik masing-masing yang pelaksanannya dilakukan di Wanua Koha.
Selain Dialog Umum dan beberapa Sarasehan, Rakernas AMAN Kelima juga akan dilaksanakan Sidang-Sidang untuk membahas perkembangan organisasi AMAN baik di tingkat daerah, wilayah maupun nasional; perkembangan keanggotaan AMAN; Anggaran Rumah Tangga AMAN; Rencana Strategis Program Kerja 2018–2020 dan rekomendasi-rekomendasi serta keputusan-keputusan strategis yang penting dalam merespon situasi di Masyarakat Adat Nusantara saat ini.
Wanua Koha merupakan pusat kegiatan Rakernas AMAN Kelima untuk Dialog Umum, Sarasehan dan Sidang-Sidang Organisasi. Puncak dari penyelenggaraan Rakernas AMAN Kelima ini akan digelar Perayaan Masyarakat Adat Nusantara yang diawali dengan Festival Budaya Masyarakat Adat pada 17 Maret 2018, dipusatkan di Benteng Moraya, Tondano, Minahasa. Perayaan tersebut sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara yang diselenggarakan setiap tahun dan juga peringatan hari ulang tahun AMAN yang ke-19. Pada tahun ini juga, seluruh Masyarakat Adat anggota AMAN di seantero nusantara memperingati ulang tahun AMAN tersebut.
Sejak berdiri pada 17 Maret 1999 hingga kini, organisasi AMAN telah beranggotakan sebanyak 2.342 komunitas adat dengan populasi sekitar 16-18 juta jiwa.
Rakernas AMAN Kelima merupakan salah satu mekanisme pengambilan keputusan yang dimandatkan oleh Anggaran Dasar AMAN setelah Kongres Masyarakat Adat Nusantara atau KMAN. Rakernas AMAN Kelima juga merupakan sarana untuk me-review dan mengevaluasi jalannya organisasi AMAN paska KMAN V di Medan, Sumatera Utara pada Maret 2017 lalu.
Adapun Rakernas AMAN Kelima ini akan dihadiri oleh Pengurus Besar AMAN (Sekjen AMAN dan Dewan AMAN Nasional), 21 Pengurus Wilayah AMAN (Ketua Badan Pelaksana Harian dan Dewan AMAN Wilayah), serta 116 Pengurus Daerah AMAN (Ketua Badan Pelaksana Harian dan Dewan AMAN Daerah) yang menyebar hampir di seluruh nusantara.
Rakernas AMAN Kelima juga akan dihadiri oleh perutusan dari 3 Organisasi Sayap AMAN, 3 Badan Otonom AMAN dan seluruh jaringan organisasi AMAN. Organisasi Sayap AMAN yang akan terlibat dalam Rakernas ini adalah Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN (PEREMPUAN AMAN), Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Selain itu, Badan-Badan Otonom AMAN yang akan terlibat dalam Rakernas AMAN Kelima mencakup Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Koperasi Produsen AMAN Mandiri (KPAM) dan Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN). Pemerintah dan para pendukung Gerakan Masyarakat Adat Nusantara, baik dari tingkat pusat sampai di tingkat lokal pun akan hadir dalam penyelenggaraan Rakernas AMAN Kelima ini.
Ketua Panitia Pelaksana Rakernas AMAN Kelima, Nedine Helena Sulu mengungkapkan bahwa Rakernas AMAN Kelima ini akan dihadiri sekitar 500 orang dari Aceh hingga Papua. “Panitia telah menyiapkan sekitar 100 rumah penduduk di Wanua (kampung) Koha sebagai tempat tinggal peserta selama kegiatan Rakernas”, lanjut Nedine.
Dialog Umum Masyarakat Adat dan berbagai sarasehan akan diadakan selama Rakernas AMAN Kelima berlangsung untuk membahas isu-isu tematik yang menjadi perhatian khusus masyarakat adat selama ini. Pembahasan isu tematik akan melibatkan beberapa narasumber mewakili pemerintah pusat, pemerintah daerah dan para ahli, sesuai dengan topik masing-masing yang pelaksanannya dilakukan di Wanua Koha.
Selain Dialog Umum dan beberapa Sarasehan, Rakernas AMAN Kelima juga akan dilaksanakan Sidang-Sidang untuk membahas perkembangan organisasi AMAN baik di tingkat daerah, wilayah maupun nasional; perkembangan keanggotaan AMAN; Anggaran Rumah Tangga AMAN; Rencana Strategis Program Kerja 2018–2020 dan rekomendasi-rekomendasi serta keputusan-keputusan strategis yang penting dalam merespon situasi di Masyarakat Adat Nusantara saat ini.
Wanua Koha merupakan pusat kegiatan Rakernas AMAN Kelima untuk Dialog Umum, Sarasehan dan Sidang-Sidang Organisasi. Puncak dari penyelenggaraan Rakernas AMAN Kelima ini akan digelar Perayaan Masyarakat Adat Nusantara yang diawali dengan Festival Budaya Masyarakat Adat pada 17 Maret 2018, dipusatkan di Benteng Moraya, Tondano, Minahasa. Perayaan tersebut sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara yang diselenggarakan setiap tahun dan juga peringatan hari ulang tahun AMAN yang ke-19. Pada tahun ini juga, seluruh Masyarakat Adat anggota AMAN di seantero nusantara memperingati ulang tahun AMAN tersebut.
Sejak berdiri pada 17 Maret 1999 hingga kini, organisasi AMAN telah beranggotakan sebanyak 2.342 komunitas adat dengan populasi sekitar 16-18 juta jiwa.
Mengapa RAKERNAS AMAN Kelima di Wanua Koha?
Wanua Koha, Kecamatan Mandolang, adalah satu satu bagian dari komunitas masyarakat adat Tobulu Pineleng, Minahasa, Sulawesi Utara. Wanua atau kampung Koha ini mewarisi tradisi kehidupan masyarakat Minahasa. Salah satu tradisi yang masih dijalankan adalah Mapalus, yakni tradisi tolong-menolong atau gotong royong. Bagi masyarakat adat, menurut Nedine Helena Sulu, yang juga anggota Dewan AMAN Nasional dan anggota Barisan Pemuda Adat Nusantara (sayap organisasi AMAN), bahwa tradisi Mapalus itu bukan sekedar gotong royong tapi lebih pada membangun kesadaran masyarakat untuk hidup bergandeng tangan; serasa, senasib, sepenanggungan.
Selain dari tradisi adat yang melekat kuat, aksesibilitas dan evektifitas lokasi kegiatan, alasan lain Wanua Koha dipilih sebagai lokasi Rakernas AMAN Kelima karena di daerah ini masih banyak terjadi konflik terkait masyarakat adat, khususnya konflik agraria dan sumber daya alam. Beberapa konflik yang dihadapi oleh Masyarakat Adat di Wanua Koha tersebut diantaranya terkait jual beli lahan, pengerusakan situs budaya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, konflik pertambangan (khususnya pertambangan galian C), konflik pesisir wilayah laut dengan investor, dan lain-lain. Saat ini pun di Wanua Koha juga terdapat property milik Sitorus, dan juga taman nasional. Untuk wilayah pesisir dan laut milik Masyarakat Adat juga dikeruk untuk pembangunan pelabuhan.
Selain dari tradisi adat yang melekat kuat, aksesibilitas dan evektifitas lokasi kegiatan, alasan lain Wanua Koha dipilih sebagai lokasi Rakernas AMAN Kelima karena di daerah ini masih banyak terjadi konflik terkait masyarakat adat, khususnya konflik agraria dan sumber daya alam. Beberapa konflik yang dihadapi oleh Masyarakat Adat di Wanua Koha tersebut diantaranya terkait jual beli lahan, pengerusakan situs budaya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, konflik pertambangan (khususnya pertambangan galian C), konflik pesisir wilayah laut dengan investor, dan lain-lain. Saat ini pun di Wanua Koha juga terdapat property milik Sitorus, dan juga taman nasional. Untuk wilayah pesisir dan laut milik Masyarakat Adat juga dikeruk untuk pembangunan pelabuhan.
LOKASI RAKERNAS V KOHA, PINELENG, MINAHASA
RANGKAIAN ACARA RAKERNAS
Benteng Moraya, Lokasi Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara tahun 2018 dan HUT AMAN ke-19
Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) tahun 2018 dan ulang tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke-19 akan dilaksanakan di Benteng Moraya, Tondano – Sulawesi Utara pada 17 Maret mendatang. Lokasi ini dipilih karena menjadi saksi sejarah perang heroik suku Minahasa melawan kolonialisme Belanda yang berupaya untuk menaklukan tanah Minahasa beberapa abad silam.
Tondano merupakan ibukota Kabupaten Minahasa, sebuah kota yang dibangun oleh masyarakat Minahasa bersama seorang Letnan Inggris, Thomas Nelson selama dua tahun, 1810-1812. Ketika itu, Thomas Nelson meminta penduduk yang tinggal di wilayah Benteng Moraya untuk kembali ke alun-alun kota (sekarang lapangan Sam Ratulangi).
Moraya, dalam bahasa Minahasa yang berarti ‘genangan darah’, oleh ribuan orang Minahasa yang berlindung di Benteng Moraya untuk bertahan dan melawan penjajah Belanda pada masa itu. Tonggak-tonggak kayu yang berdiri merupakan saksi sejarah yang tersisa dari benteng tersebut dalam mengisahkan begitu hebatnya masyarakat Minahasa mampu menghadapi dan memenangkan pertempuran, kendati pasukan Belanda menyerang berkali-kali.
Lokasi bersejarah ini semakin menguatkan makna perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara di tahun 2018 serta ulang tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke-19 dalam perjuangan Masyarakat Adat untuk mewujudkan kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kemartabatan budaya.
Perayaan yang akan digelar selama sehari tersebut akan diawali dengan pawai budaya dari 500an orang utusan masyarakat adat yang akan hadir dari seluruh nusantara dengan mengenakan pakaian adat, berjalan kaki sejauh 1,3 km dari lapangan Sam Ratulangi menuju ke Benteng Moraya yang akan diiringi oleh tarian Kawasaran dari 200 orang pemuda/pemudi adat Minahasaa. Selain itu, berbagai atraksi dan pagelaran budaya, pameran-pameran produk Masyarakat Adat, pameran foto, dan lain-lain akan dipentaskan dalam perayaan tersebut.
Tondano merupakan ibukota Kabupaten Minahasa, sebuah kota yang dibangun oleh masyarakat Minahasa bersama seorang Letnan Inggris, Thomas Nelson selama dua tahun, 1810-1812. Ketika itu, Thomas Nelson meminta penduduk yang tinggal di wilayah Benteng Moraya untuk kembali ke alun-alun kota (sekarang lapangan Sam Ratulangi).
Moraya, dalam bahasa Minahasa yang berarti ‘genangan darah’, oleh ribuan orang Minahasa yang berlindung di Benteng Moraya untuk bertahan dan melawan penjajah Belanda pada masa itu. Tonggak-tonggak kayu yang berdiri merupakan saksi sejarah yang tersisa dari benteng tersebut dalam mengisahkan begitu hebatnya masyarakat Minahasa mampu menghadapi dan memenangkan pertempuran, kendati pasukan Belanda menyerang berkali-kali.
Lokasi bersejarah ini semakin menguatkan makna perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara di tahun 2018 serta ulang tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ke-19 dalam perjuangan Masyarakat Adat untuk mewujudkan kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kemartabatan budaya.
Perayaan yang akan digelar selama sehari tersebut akan diawali dengan pawai budaya dari 500an orang utusan masyarakat adat yang akan hadir dari seluruh nusantara dengan mengenakan pakaian adat, berjalan kaki sejauh 1,3 km dari lapangan Sam Ratulangi menuju ke Benteng Moraya yang akan diiringi oleh tarian Kawasaran dari 200 orang pemuda/pemudi adat Minahasaa. Selain itu, berbagai atraksi dan pagelaran budaya, pameran-pameran produk Masyarakat Adat, pameran foto, dan lain-lain akan dipentaskan dalam perayaan tersebut.
LOKASI PAWAI BUDAYA 17 MARET 2018
Wanua Koha, Daerah Pertanian dan Sejarah Masa Lalu
Wanua Koha dihuni oleh komunitas masyarakat adat suku Minahasa yang dikenal sebagai daerah pertanian yang subur. Wanua Koha terkenal sebagai penghasil palawija dan beberapa diantaranya adalah cengkih, pala, dan kopi. Maka, bagi masyarakat adat di Wanua Koha, tanah merupakan bagian penting dalam kehidupan mereka.
Wanua atau kampung Koha ini juga menjadi tempat penting bagi sejarah suku Minahasa. Kampung diatas perbukitan ini terdapat situs-situs bersejarah tentang peradaban Minahasa. Berkunjung ke Koha menjadi kesempatan baik bisa melakukan ziarah kultural untuk mengenal dan memahami nilai-nilai humanis, perjuangan, dan tradisi budaya orang-orang Minahasa.
Salah satu ziarah kultura yang menarik adalah Waruga, kuburan batu orang Minahasa sejak jaman dahulu bahkan jauh sebelum masuknya kolonialisme Belanda. Posisi jenasahnya tidak dikubur di dalam tanah, dengan posisi duduk yang secara umumnya tumit kaki menempel pada pantat. Sekitar abad 18 (tahun 1860) mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda untuk menguburkan orang meninggal dalam Waruga. Hal ini dikarenakan pada waktu itu muncul wabah kolera, yang virusnya diduga berasal dari makam tersebut. Setelah itu, waruga tidak dilakukan lagi dan suku Minahasa mulai membuat peti mati untuk dikubur dalam tanah sebagai pengganti Waruga.
Di Wanua Koha, masih terdapat Waruga (kuburan kuno) yang bisa dikunjungi dan merupakan situs penanda sejarah orang Minahasa. Adapun Waruga tersebut milik dari Dotu Rambing dan Dotu Manarinsing. Mereka adalah leluhur laki-laki dan perempuan yang mendirikan Wanua Koha. Istilah dotu sendiri bermakna sebagai ‘leluhur’.
Situs lain dari sejarah Koha yang menarik adalah Watu Pasela dan Watu Patar. Watu Pasela merupakan batu penanda berdirinya kampung Koha. Sementara Watu Patar (baca: batu datar) diatasnya terdapat tanda kaki kiri milik leluhur Minahasa yang dikenal tinggi dan besar, bernama Siow Kurur. Kata Siow Kurur berarti ‘sembilan lutut’.
Wanua atau kampung Koha ini juga menjadi tempat penting bagi sejarah suku Minahasa. Kampung diatas perbukitan ini terdapat situs-situs bersejarah tentang peradaban Minahasa. Berkunjung ke Koha menjadi kesempatan baik bisa melakukan ziarah kultural untuk mengenal dan memahami nilai-nilai humanis, perjuangan, dan tradisi budaya orang-orang Minahasa.
Salah satu ziarah kultura yang menarik adalah Waruga, kuburan batu orang Minahasa sejak jaman dahulu bahkan jauh sebelum masuknya kolonialisme Belanda. Posisi jenasahnya tidak dikubur di dalam tanah, dengan posisi duduk yang secara umumnya tumit kaki menempel pada pantat. Sekitar abad 18 (tahun 1860) mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda untuk menguburkan orang meninggal dalam Waruga. Hal ini dikarenakan pada waktu itu muncul wabah kolera, yang virusnya diduga berasal dari makam tersebut. Setelah itu, waruga tidak dilakukan lagi dan suku Minahasa mulai membuat peti mati untuk dikubur dalam tanah sebagai pengganti Waruga.
Di Wanua Koha, masih terdapat Waruga (kuburan kuno) yang bisa dikunjungi dan merupakan situs penanda sejarah orang Minahasa. Adapun Waruga tersebut milik dari Dotu Rambing dan Dotu Manarinsing. Mereka adalah leluhur laki-laki dan perempuan yang mendirikan Wanua Koha. Istilah dotu sendiri bermakna sebagai ‘leluhur’.
Situs lain dari sejarah Koha yang menarik adalah Watu Pasela dan Watu Patar. Watu Pasela merupakan batu penanda berdirinya kampung Koha. Sementara Watu Patar (baca: batu datar) diatasnya terdapat tanda kaki kiri milik leluhur Minahasa yang dikenal tinggi dan besar, bernama Siow Kurur. Kata Siow Kurur berarti ‘sembilan lutut’.
KONTAK PANITIA
Rumah AMAN
Jalan Tebet Timur Dalam Raya No.11A
Kel. Tebet Timur, Kec. Tebet, Jakarta Selatan, Indonesia.
Kode Pos – 12820.
Telepon / Fax : : +62 21 8297954 / +62 21 837 06282
Email : rumahaman@cbn.net.id
Sekretariat Koha
Desa Koha Induk Lingkungan/Jaga III Kompleks SD Inpres Koha
Kec.Mandolang, Kab.Minahasa, Prop.Sulawesi Utara
Kontak Person : Sdri Nedine
Telpon : +62 812-8334-1172