Catatan Akhir Tahun AMAN 2018: Organisasi Tidak Menyatakan Dukungan ke Kandidat Capres/Cawapres Mana Pun

Jakarta (22/12/2018), www.aman.or.id – Senjakala Pemerintahan Jokowi-JK. Tentu masih teringat di benak kita semua. Nawacita diperkenalkan oleh Jokowi saat pertama kali ia mencalonkan sebagai Presiden pada 2014 lalu. Ada enam janji di dalam Nawacita yang ditujukan kepada Masyarakat Adat. Secercah harapan bahwa negara akhirnya akan hadir seutuhnya di tengah Masyarakat Adat. Enam janji itu pula yang mendorong AMAN pertama kalinya menentukan sikap politiknya untuk mendukung Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil

Jokowi-JK Gagal Penuhi Janjinya kepada Masyarakat Adat!

Jakarta (19/12), www.aman.or.id – Senjakala Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Waktu tersisa untuk menuntaskan agenda dalam Nawacita hanya kurang dari satu bulan masa aktif kerja pemerintahan. Terutama menuntaskan komitmen Jokowi dalam mengakui dan melindungi Masyarakat Adat yang termanifestasi dalam beberapa poin Nawacita, yakni, pengesahan RUU Masyarakat Adat, pembentukan Satgas Masyarakat Adat, meninjau ulang berbagai peraturan sektoral, membentuk mekanisme nasional penyelesaian sengketa, melaksanakan Putusan MK 35/2012 dan memulihkan

Bawaslu Terima Penyempurnaan DPTHP-2 dengan Catatan;  Lindungi Hak Pilih Masyarakat Adat

Bawaslu Terima Penyempurnaan DPTHP-2 dengan Catatan Jakarta,www.aman.or.id-Rapat Pleno Terbuka KPU yang dilaksanakan pada hari sabtu (15/12) di Hotel Menara Peninsula Jakarta, menetapkan jumlah Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan ke-2 (DPTHP-2) Pemilu 2019 sebanyak 190.770.329 jiwa. DPT itu terdiri dari 514 Kabupaten/Kota, 7.201 kecamatan, dan 83.405 kelurahan. Penetapan itu direspon oleh beberapa kalangan, terutama oleh Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang pada prinsipnya masih akan mengawasi dan

Konsolidasi dan Perencanaan Agenda Strategis Utusan Politik Masyarakat Adat

Jakarta, (10/12), www.aman.or.id –  Menyongsong Pemilu 2019 mendatang, saat ini tercatat ada 156 calon legislatif utusan politik Masyarakat Adat yang akan bertarung merebutkan kursi legislatif dalam pesta rakyat tersebut. Belajar dari pengalaman dua pemilu sebelumnya di 2009 dan 2014, ada banyak tantangan yang harus diantisipasi. Maka, Konsolidasi Perencanaan Agenda Strategis Utusan Politik Masyarakat Adat untuk Pemilu 2019 penting untuk dilaksanakan. Bertempat di Hotel Dreamtel, Menteng – Jakarta Pusat , kegiatan

Pendidikan Alternatif: Solusi Pengorganisasian di Marena

Pendahuluan Pendidikan  merupakan hal yang penting bagi manusia karena ada proses belajar sebuah perubahan perilaku: dari tidak tahu menjadi tahu. Embrio kesadaran seseorang atau kelompok diawali dari adanya pembelajaran, baik didapatkan dalam pengalaman maupun proses belajar tersistematis layaknya pendidikan formal yang disediakan negara. Maksud dari pendidikan alternatif menjadi kekuatan masyarakat belajar berbagai hal dan tidak terkurung dengan pengetahuan dalam aturan akademik linear atau tidaknya pengetahuan dan pengakuan berupa lembar negara

KEMENKUMHAM Desak Pengesahan RUU Masyarakat Adat

Jakarta (23/11), www.aman.or.id – Pentingnya pengakuan hak-hak Masyarakat Adat kini disorot tajam, salah satunya lewat keterhubungannya dengan hak pilih dalam pesta demokrasi. Hak pilih Masyarakat Adat dalam pemilu 2018 dan 2019 menjadi riskan karena sebagian basar Masyarakat Adat belum mengantongi KTP-el. Kemenkumham bereaksi terhadap adanya kebijakan pembatasan hak pilih Masyarakat Adat setelah Yayan Hidayat, Staf Deputi II Kedirektoratan Partisipasi Politik Masyarakat Adat – PB AMAN, menulis opini berjudul “Menyelamatkan Hak

Salena dalam Prespektif Linguistik

Palu (21/11/2018), www.aman.or.id – Salena secara administratif masuk dalam wilayah Kota Palu, Sulteng tepat di Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi. Topografinya berada di kaki gunung Gawalise (Kamalisi). Masyarakat Adat ini cukup mempunyai sejarah panjang, karena di era orde baru mereka pernah dipindah paksa ke dataran Palolo, Kabupaten Donggala, sekarang Kabupaten Sigi dengan dalih transmigrasi lokal. Saat itu, Masyarakat Adat Salena dituduh sebagai perambah hutan di wilayah  adat Nggolo. Masyarakat Adat Salena