Siaran Pers: Bebaskan Masyarakat Adat yang ditahan, Hentikan penjarahan tanah adat oleh PT. Toba Pulp Lestari dan Tuntaskan kasus Pandumaan Sipituhuta
[dm]41[/dm]
Afrida Erna Ngato, bergelar Sangaji Pagu adalah Kepala Suku Pagu, Halmahera Utara. Ia memperjuangkan wilayah adat dan kebudayaan suku Pagu yang terancam punah. Wawancara ini dilakukan di Kalimantan Tengah, saat Rakernas AMAN ke III, 19-23 Februari 2013
[MEDAN] Puluhan advokad dan aktivis menyatakan kesediaan untuk membantu 31 orang warga di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), yang ditahan oleh polisi akibat bentrokan dengan aparat. Pembelaan hukum itu diberikan advokad karena menilai polisi terlalu semena-mena saat melakukan penangkapan. “Kami sudah melakukan koordinasi dalam mendampingi masyarakat yang dijadikan tersangka oleh polisi. Tindakan polisi ini sudah sangat berlebihan, sebab tidak melihat permasalahan ini secara jernih, dan tidak mengetahui sejarah,” ujar
Jakarta, 27 Februari 2013 Nomor : ……./PB-AMAN/II/2013 Lampiran : – Perihal: Desakan Untuk Membebaskan Warga Adat Komunitas Pandumaan Sipituhuta dan Tindakan Khusus untuk Menyelesaikan Konflik dengan PT. Toba Pulp Lestari di Tanah Adat Komunitas Pandumaan dan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara Kepada Yth : 1. Menteri Kehutanan Republik Indonesia (MENHUT RI) 2. Kepala Polisi Republik Indonesia (KAPOLRI) 3. Unit Kerja Presiden Bidang Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) 4.
Perusahaan Rampas Tanaman Warga [MEDAN] Masyarakat korban PT Toba Pulp Lestari (TPL) meminta aparat kepolisian memberikan keadilan dalam menangani sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan pulp tersebut di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Soalnya, sengketa yang berujung pada pembakaran truk angkutan milik perusahaan itu membuat polisi menangkap 31 orang warga. Salah seorang yang ditahan adalah Pendeta Haposan Sinambela. “Kami mengharapkan polisi melihat kasus ini secara jelas. Jangan sampai karena
Jakarta, February 26, 2013,- Land conflict again occurred in Pandumaan and Sipituhuta indigenous community, North Sumatera Province, Indonesia. The conflict broke out after eucalyptus re-planting activities by PT. TPL in Pandumaan and Sipituhuta indigenous territories. (25/2) This ongoing conflict is not a new case. The indigenous community has opposed the existence of PT. TPL since 2009. Indigenous peoples of Pandumaan and Sipituhuta strongly fight against the land grabbing activities on
Jakarta, 26 Februari 2013,- Konflik lahan kembali terjadi di atas wilayah komunitas adat Pandumaan Sipituhuta, Kabupaten Humbahas, Provinsi Sumatera Utara (25/2). Konflik ini berawal dari kembali beraktifitasnya PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang melakukan penanaman eucalyptus pada wilayah Hutan Kemenyan daerah Dolok Ginjang. Konflik tersebut mengakibatkan ditangkapnya 16 warga oleh pihak Kepolisian Sektor Humbang Hasundutan. Penangkapan terjadi setelah masyarakat setempat melakukan perlawanan terhadap PT. TPL. Sangat disesalkan, aparat keamanan terkesan