Batulicin, 25 April 2017 – Masyarakat Adat Dayak Meratus melakukan aksi massa damai dengan turun ke jalan mendatangi kantor Bupati dan DPRD Tana Bumbu untuk menuntut hak-haknya sebagai Masyarakat Adat. Aksi damai yang dimulai pukul 10.00 WITA tersebut dihadiri oleh 100 orang lebih, termasuk perempuan adat, pemuda adat dan anak_anak adat.
Aksi tersebut dimulai dari titik kumpul dari km.6 Sarigadung menuju kantor Bupati Tana Bumbu.
Sesampainya di kantor bupati, massa berorasi di depan gedung, dan membacakan serta menyerahkan pernyataan sikap kepada utusan bupati Tana Bumbu yang sempat hadir. Aksi damai Masyarakat Adat di depan kantor bupati Tana Bumbu tersebut dikawal ketat petugas Satpol PP dan Polres Tana Bumbu.
Dari kantor bupati, massa bergerak ke kantor DPRD Tana Bumbu dan sesampainya disana massa kembali berorasi menuntut hak-haknya sebagai Masyarakat Adat Dayak Meratus. Aksi massa tersebut kemudian diterima oleh Ketua DPRD Tana Bumbu, Wakil Ketua DPRD Tana Bumbu dan 3 orang anggota DPRD Tana Bumbu lainnya.
Massa bergerak masuk ke dalam ruang sidang DPRD untuk beraudiensi dengan para anggota DPRD tersebut.
Dalam sesi audiensi tersebut, perwakilan massa dari Masyarakat Adat Dayak Meratus menyampaikan tuntutan kepada DPRD Tana Bumbu untuk ditindaklanjuti. “Kami Masyarakat Adat Dayak Meratus sudah ada, jauh sebelum negara ini hadir tapi kami ditindas hak-hak sebagai Masyarakat Adat. PT Kideco Timber telah mengancurkan ruang hidup kami”, ucap salah satu perwakilan massa.
Beberapa tuntutan Masyarakat Adat Dayak Meratus adalah: 1) Pemerintah Pusat melalui Bupati dan DPRD Tana Bumbu untuk segera mencabut izin PT. Kodeco Timber dan korporasi lainnya yang selama ini telah merambah hutan di wilayah adat Masyarakat Adat Dayak Meratus, karena diduga sarat dengan pelanggaran hukum dan segera memberikan perlindungan kepada Masyarakat Adat Dayak Meratus, dengan tidak memberikan izin alih fungsi kawasan hutan menjadi industri perkebunan dan sebagainya; 2) DPRD Kabupaten Tana Bumbu sebagai lembaga aspirasi rakyat harus bersikap dan bertindak segera untuk menerbitkan Perda yang mengatur tentang Masyarakat Adat Dayak Meratus sebagai wujud implementasi putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 yang mengakui eksistensi Masyarakat Adat beserta wilayah adatnya; 3) Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan cq. Polres Kabupaten Tana Bumbu dan Kotabaru menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bukannya memfasilitasi korporasi untuk merampas wilayaj adat milik Masyarakat Adat Dayak Meratus; 4) Mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batulicin menjatuhkan putusan bebas kepada aktivis Masyarakat Adat saudara Trisno Susilo, karena merupakan korban dari absennya negara dan “sesat”nya penegakan hukum terhadap masyarakat.
Terkait beberapa tuntutan Masyarakat Adat tersebut, Ketua DPRD beserta anggota DPRD lainnya pun menyanggupi dan akan menindaklanjutinya.
“Terkait permintaan Masyarakat Adat dan rombongan Aliansi ini, kami akan menindaklanjutinya”, kata ketua DPRD Tana Bumbu Supriansyah, SE, M.Hum dari partai PDI Perjuangan. Lanjut beliau, “DPRD akan menindaklanjuti dengan membuat surat secara resmi kepada para pihak termasuk perusahaan PT. Kodeco Timber. Khusus untuk Perda Masyarakat Adat, kami di lembaga dewan sudah dan sedang menindaklanjutinya dan saat ini sedang digodok dan juga masih menunggu kepres tentang tanah adat ulayat”.
Pada kesempatan yang sama, DPRD sepakat untuk membuat surat dan menanyakan kepada aparat penegak hukum tentang kasus kriminalisasi yang dihadapi oleh aktivis Masyarakat Adat, saudara Trisno Susilo. “Kami juga akan menyurati ke Polres dan aparat penegak hukum lainnya terhadap kasus saudara Trisno, kenapa kasus tersebut terulang lagi? Kami dari DPRD akan menjembatani ini”, kata salah satu anggota DPRD yang juga Wakil Ketua DPRD Tana Bumbu.
Salah satu tim pengacara Masyarakat Adat, Moh. Maulana, SH, MH yang hadir pada kesempatan tersebut pun menjelaskan kepada lembaga DPRD terkait posisi kasus yang sedang dihadapi oleh Trisno Susilo.
“Pertama, bahwa rangkaian kasus kriminalisasi ini dibuktikan dengan bukti yg ada di persidangan dan diketahui oleh kepolisian berupa Surat Keterangan Tanah (SKT). Seharusnya, ini masuk dulu dalam ranah perdata atau ranah Tata Usaha Negara mengingat saudara Trisno punya SKT dan punya kedudukan hukum yang kuat. Mengenai delik pidana, SKT yang dimiliki oleh pak Trisno digelapkan oleh pihak kepolisian, dan bukan cuman milik SKT Trisno tapi hampir seluruh warga yang berada di KM 26 di wilayah adat Batulasung tersebut”, kata Maulana.
Lebih lanjut, Maulana mengatakan, “Aparat kepolisian telah bekerja untuk kepentingan perusahaan dan telah secara berani melakukan kejahatan yang melanggar hukum demi kepentingan korporasi. Oleh karena itu, menjadi perhatian bagi lembaga dewan terhormat ini”.
Hal lain yang dilsoroti oleh Maulana, bahwa dampak dari putusan terhadap Trisno menjadi dasar legitimasi bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau perluasan areal perusahaan PT Kodeco Timber, mengingat bahwa batas-batas wilayah yg dimiliki oleh perusahaan tersebut tidak jelas dan membuat masyarakat rentan sebagai korban kriminalisasi dan dirampas wilayah adatnya oleh karena klaim sepihak tersebut.
Setelah melakukan aksi damai dan hearing dengan DPRD Tana Bumbu tersebut, peserta aksi dari Masyarakat Adat pun membubarkan diri.
Kontributor: Eustobio Renggi