Peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat di provinsi Sumatera Selatan telah memasuki tahap pembahasan di Sidang Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Ranperda ini terdaftar dalam agenda Program Legislasi Daerah (prolegda) pada tahun lalu.
Menurut Pengurus Wilayah AMAN di Sumatera Selatan, ranperda ini akan menjadi jaminan terhadap pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat serta mencegah perampasan-perampasan wilayah adat.
Untuk mengawal proses ranperda tersebut, PW AMAN Sumatera Selatan mengadakan diskusi yang dihadiri oleh beberapa akademisi, praktisi, dan lembaga yang okus dalam advokasi penelitian dan pembelaan terhadap masyarakat adat di Sumatera Selatan, seperti WALHI SUMSEL, LBH Palembang, Solidaritas Perempuan. Diskusi itu juga dihadiri oleh perwakilan Depkumham sebagai narasumber.
Diskusi ini bertujuan untuk menyiapkan masukan substansi pokok dan materi ranperda, yang akan disampaikan pada rapat Panitia Khusus (PANSUS) dan Sidang Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu, diskusi ini juga ingin memaksimalkan capaian tujuan dan arah pembentukan ranperda tersebut agar efektif dan berdaya guna untuk memulihkan keadaan Masyarakat Adat di Sumatera Selatan.
Menurut Ketua PW AMAN Sumsel Rustandi Adriansyah, AMAN mengapresiasi adanya ranperda pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat di provinsi Sumatera Selatan ini. "AMAN berharap perda ini akan menjadi pengakuan akan keberadaan Masyarakat Adat seperti adanya jaminan wilayah Masyarakat Adat oleh negara dalam peraturan perundang-undangan," kata Rustandi.
Perda ini juga diharapkan dapat mengembalikan hak pengelolaan wilayah adat kepada Masyarakat Adat. "Negara harus mengembalikan kembali pengelolaan SDA itu kepada Masyarakat Adat. Lihat saja, ketika negara menyerahkan pengelolaan gambut kepada korporasi, maka jadi hancur. Tapi ketika diolah oleh masyarakat, justru lebih baik," tutur Ketua Walhi Sumsel Hadi Jatmiko.