Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) dan PEREMPUAN AMAN mengadakan pelatihan penggalian data komunitas di Komunitas Adat Pasang, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pada 9 – 14 Oktober 2016. Tujuan pelatihan ini untuk meningkatkan kapasitas kader-kader AMAN agar dapat membantu pemerintah daerah dalam mengidentifikasi masyarakat adat di daerahnya masing-masing.
Pelatihan tersebut merupakan bagian kerja AMAN dalam mendorong pemerintah daerah untuk mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat adat. Beberapa daerah yang saat ini sudah mengeluarkan peraturan daerah (perda) terkait masyarakat adat adalah Kabupaten Lebak-Banten serta Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan. Hal yang menjadi penting untuk disegerakan adalah tersedianya data dan informasi terkait masyarakat adat di daerah untuk menentukan subjek hukum dari peraturan daerah tersebut.
Pelatihan ini diikuti oleh 16 peserta (laki-laki dan perempuan adat) yang berasal dari Enrekang (Sulawesi Selatan), Maluku, Paser (Kalimantan Timur), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Ende (Nusa Tenggara Timur), dan Mentawai. Ini adalah daerah-daerah sedang berproses mendorong perda dan pelaksanaan perda bagi yang sudah ditetapkan. Dalam pelatihan ini, peserta didampingi oleh 3 orang fasilitator yaitu Annas Radin Syarif dan Yoga Saeful Rizal (PB AMAN) serta Muntaza (PEREMPUAN AMAN).
Peserta terlebih dahulu mendikusikan tentang karakteristik masyarakat adat yang secara umum terdiri dari 4 unsur yaitu: persamaan identitas budaya, wilayah adat, sistem pengetahuan dan pranata adat. Keempat unsur tersebut dijadikan pedoman umum dalam penggalian data dengan menggunakan pendekatan etnografi dan perspektif gender. Penekanan tentang perspektif gender menjadi penting karena selama ini penggalian data (termasuk dalam pemetaan partisipatif wilayah adat) belum banyak menyoroti peran perempuan adat. Salah satu metode yang dikenalkan adalah membuat peta sketsa. Selain menggambarkan wilayah adat (batas-batas, tata guna, dan tata kelola), peta sketsa juga membantu peserta untuk menggambarkan ruang hidup perempuan adat serta peranannya dalam pengelolaan wilayah adat.
Sebagai bahan belajar, peserta bersama kepala desa dan tetua adat membuat peta sketsa untuk mengetahui batas dan mengidentifikasi tempat-tempat penting yang ada di wilayah adat Pasang. Kemudian peserta belajar menggali data di lapangan dengan cara menelusuri tempat-tempat penting tersebut (metode transek). Selain itu, peserta juga dikenalkan dengan beberapa metode penggalian data yang dapat digunakan dilapangan yaitu: wawancara, pengamatan, diskusi kelompok terfokus, dan penelusuran sejarah hidup (Her Story). Hasil data dan informasi lapangan kemudian ditulis dan dipresentasikan pada saat pertemuan dengan kepala desa, tetua-tetua adat dan warga komunitas adat Pasang pada hari terakhir pelatihan di Baruga (tempat pertemuan warga).
“Saya atas nama masyarakat Pasang, menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya bahwa kegiatan ini bisa dilaksanakan di sini. Ini adalah peluang bagi komunitas adat Pasang untuk mengangkat adat Pasang ke permukaan sehingga orang tahu bahwa di Pasang ada nilai-nilai yang luhur dan dapat menjadi referensi di tempat lain,” kata Mahmud Arsad, Kepala Desa Pasang.
“Pelatihan ini mengubah pandangan saya. Tadinya saya berpikir pemetaan itu hanya yang pakai GPS. Semua materi yang diberikan merupakan ilmu yang sangat berguna buat saya untuk menggali data tentang komunitas adat,” tutur Yurni Sadariah, peserta pelatihan dari Paser, Kalimantan Timur. (ARS)