Jakarta 29/4/2016 – Peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Kerhutla) tahun 2015 lalu masih menyisakan berbagai persoalan yang belum tuntas ditindak lanjuti oleh pemerintah. Oleh karena itu Perkumpulan SKALA bersama The Asia Foundation meluncurkan buku berjudul ”Di Balik Tragedi Asap” bertempat di Bakoel Koffie, Jalan Cikini Raya No.25 Jakarta Pusat (29/4/2016).
Sebagai narasumber hadir Ir.Kemal Amas,M.Sc Dirjen Perubahan Iklim (Bidang Penanganan Karhutla)/Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK), Roy Salam, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center(IBG), Edo Rakhman, Manager Kampanye WALHI.
Trinimalaningrum Direktur Perkumpulan SKALA dalam sambutannya mengatakan bahwa penyusunan buku tersebut dilakukan lewat proses diskusi panjang untuk mengumpulkan data serta terus memantau apa tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah paska terjadinya peristiwa Karhutla tersebut.
Dalam paparannya Roy Salam Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) mengatakan bahwa politik anggaran Karhutla dan permasalahannya terjadi akibat kurangnya dukungan anggaran untuk kehutanan. Anggaran sektor kehutanan tahun 2015 belum mencerminkan sebagaimana konsep Nawacita. “Harusnya anggaran menyesuaikan jumlah penduduk, semakin luas wilayah dan banyaknya jumlah penduduk maka anggaran harus menyesuaikan kebutuhan dan prospek pencegahan penanganan Karhutla,” papar Roy.
Pada perencanaan anggaran penaggulangan bencana yang lalu cukup bagus tetapi tidak maksimal mencapai target sasaran. Outpout anggaran seharusnya digunakan secara maksimal dan tepat sasaran bukan dihabiskan untuk seminar dan rapat-rapat atau pengamanan TNI dan Kepolisian. Juga bukan untuk membeli helikopter tetapi sebaiknya digunakan mendukung maksimalnya kinerja penanggulangan Karhutla untuk petugas-petugas di lapangan. Roy juga mengingatkan pentingnya pencegahan dini mengantisipasi Karhutla. Rendahnya anggaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 hanya 2 % dibanding RPJM sebelumnya 10 % per tahun apakah anggaran menangani kebakaran hutan ini akan efektif. Pada sisi lain anggaran penegakan hukum KLHK 2016 meningkat 12 %, Roy Salam dalam paparannya.
Ir. Kemal Amas, M.Sc Dirjen Perubahan Iklim(Bidang Penanganan karhutla)/Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan titik api tertinggi meliputi provinsi Kalimantan Tengah mencapai 5672,Provinsi Sulawesi selatan 4416,Provinsi Jambi 2842, Provinsi Kalimantan Barat 2495,Provinsi Riau 1005 (berdasarkan konsensi WALHI) dan lahan gambut HTI menjadi titik api terluas. Adapun kebakaran hutan menurutnya penyebab utama akibat kelalaian manusia.
Masalah mendasar kebakaran lahan gambut perusahaan sawit membuka lahan masih dengan cara membakar sementara penyebab lainnya adalah illegal loging. Menurut Kemal Amas di Provinsi Riau masih banyak lahan kosong perlu dikelola untuk menunjang ekonomi rakyat sebab jarak lokasi antara titik api satu dan lainnya sangat berjauhan sehingga sulit dijangkau.
Dalam kesempatan ini Edo Rakhman, Manajer Kampanye WALHI menyampaikan bahwa pelaku Karhutla terbukti banyak dilakukan oleh korporasi hal ini dapat dilihat dari sebaran hot spot (titik api) secara umum berada di wilayah izin perkebunan. “Terakhir periode Januari-Maret 2016 titik api muncul di Riau, itu berada di areal perusahaan yang sudah terdeteksi dan teridentifikasi sebelumnya. Pemerintah harus segera melakukan review pada izin perusahaan sawit dan HTI,” papar Edo Rakhman.
Lebih tegas lagi Edo mengatakan pemerintah harus mengevaluasi secara menyeluruh izin-izin perusahaan tersebut dan melaksanakan moratorium perkebunan sawit, karena setiap warga negara wajib menjaga lingkungan hidup, ini merupakan mandat dari UU.No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Perlu melakukan tindakan hukum yang tegas untuk memberikan efek jera kepada pelaku Karhutla,”tegas Edo Rakhman. “Tidak perlu memberikan hadiah kepada warga desa yang tidak melakukan pembakaran, tapi berilah hadiah pada perusahaan yang membuka lahan tanpa harus membakar lahan,” jelas Edo Rakhman.
Catatan-catatan penting dari peristiwa karhutla masih perlu terus dikaji agar tidak terulang lagi sebab bencana asap ini diperkirakan membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 221 trilliun, 24 orang tewas, lebih dari 600 ribu orang menderita infeksi saluran pernapasan (ISPA) dan banyak lagi kerugian imaterial lainnya. *** Paulus Ade Sukma Yadi
Narasumber Ir.Kemal Amas,M.Sc Dirjen Perubahan Iklim KLH-K, Edo Rakhman, Manager Kampanye WALHI, Roy Salam Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBG)