Pelatihan HAM Bagi Pengacara Masyarakat Adat BALI 21-30 MEI 2015

Pelatihan HAM Bagi Pengacara Masyarakat Adat BALI 21-30 MEI 2015

Kerangka Acuan Kegiatan
Pelatihan HAM Bagi Pengacara Masyarakat Adat
Bali, 21-30 Mei 2015

A. LATAR BELAKANG
Konstitusi Republik Indonesia telah memberikan jaminan pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat dan hak-haknya. Jaminan pengakuan itu diatur secara tegas di dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Lebih lanjut penegasan terhadap pengakuan tersebut dapat pula dijumpai dalam Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 yaitu “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

Meskipun konstitusi memberikan jaminan pengakuan bagi keberadaan hak-hak masyarakat adat tetapi dalam prakteknya peminggiran hak-hak masyarakat adat di Indonesia masih terus-menerus berlangsung hingga saat ini. Dalam berbagai kasus yang terjadi, masyarakat adat selalu menjadi korban ketika berhadapan dengan institusi negara maupun dengan kelompok-kelompok pemodal/swasta. Padahal dalam instrumen Hukum HAM Internasional dan Nasional juga telah menegaskan bahwa hak-hak masyarakat adat adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dihormati dan dilindungi oleh siapapun. Dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP), Pemerintah Indonesia juga telah menyatakan sikapnya untuk terlibat aktif dalam perlindungan hak-hak masyarakat adat di Indonesia dibuktikan dalam keikutsertaannya dalam menandatangani deklarasi ini. Selain UNDRIP Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi beberapa Konvensi Internasional berhubungan erat dengan HAM Masyarakat Adat antara lain: Konvensi Ekosob dan Sipol, Konvensi ILO 111, Konvensi Penghapusan Tindakan Diskriminasi Rasial dan lain-lain.

Berbagai instrumen HAM sebagaimana disebutkan di atas mestinya dapat digunakan sebagai alat advokasi yang cukup kuat bagi pengacara HAM dalam penanganan kasus-kasus hak asasi manusia termasuk di dalamnya adalah kasus yang dihadapi masyarakat adat. Tetapi dalam kenyataannya advokasi kasus hak asasi manusia di Indonesia seringkali tidak optimal karena lemahnya kemampuan pengacara HAM dalam menyusun dokumen advokasi, baik itu dokumen yang digunakan untuk proses litigasi, maupun untuk proses non litigasi. Kelemahan penyusunan dokumen hukum bisa saja terjadi karena kurangnya pemahaman pengacara HAM terhadap instrumen HAM dan cara mengunakan instrumen tersebut dalam penanganan kasus yang dihadapi oleh masyarakat Adat. Tidak semua pengacara HAM mampu mengkonstruksi teori kasus dengan baik, bahkan banyak yang tidak terlalu familiar dengan teori kasus terutama terkait dengan pengunaan instrumen HAM dalam penanganan kasus-kasus masyarakat adat.

Pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari Pelatihan Pengacara Masyarakat Adat tentang penggunaan mekanisme ILO 111 yang dilaksanakan oleh AMAN bekerjasama dengan FPP pada bulan November 2015. Karena melihat tipologi kasus masyarakat adat yang beragam, maka untuk pelatihan yang akan dilakukan kali ini akan menyasar lebih luas pengunaan instrumen Hukum HAM Internasional untuk advokasi kasus-kasus masyarakat adat di Indonesia.

B. TUJUAN
1. Memperkaya informasi, wawasan dan pemahaman mengenai instrumen HAM Internasional yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat adat.
2. Memperkaya informasi, wawasan dan pemahaman dengan mendiskusikan secara mendalam mengenai cara pengunaan instrumen HAM dalam advokasi kasus-kasus masyarakat adat di Indonesia.
3. Membangun keterampilan Pengacara Masyarakat Adat untuk mempersiapkan ringkasan kasus yang dapat digunakan untuk advokasi kasus HAM Masyarakat Adat.
4. Meningkatnya pemahaman Pengacara Masyarakat Adat dalam menyusun pengaduan kasus-kasus HAM Masyarakat Adat berdasarkan instrumen Hukum HAM Internasional yang tersedia.

C. HASIL YANG DI HARAPKAN
1. Bertambahnya informasi, wawasan pemahaman mengenai instumen HAM yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat adat.
2. Bertambahnya informasi, wawasan dan pemahaman mengenai pengunaan instrumen HAM dalam advokasi kasus-kasus masyarakat adat di Indonesia.
3. Terbangunnya keterampilan Pengacara Masyarakat Adat dalam menyusun ringkasan kasus yang akan digunakan untuk advokasi kasus HAM Masyarakat Adat.
4. Adanya pemahaman Pengacara HAM MasyarakatAdat dalam menyusun dokumen pengaduan kasus-kasus HAM Masyarakat Adat berdasarkan instrumen Hukum HAM Internasional.

D. WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Kamis-Sabtu, 21-30 Mei 2015
Tempat : Bali
Waktu : 09.00 – 17.00 WIT (selama 10 hari pelatihan)

E. PESERTA
Peserta pelatihan merupakan 15-20 Pengacara Masyarakat Adat yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan diseleksi oleh Tim Seleksi Direktorat Advokasi PB AMAN dan PPMAN. Direktorat Advokasi PB AMAN dan PPMAN mempertimbangkan peserta dari berbagai isu advokasi, wilayah kerja advokasi, dan juga keseimbangan antara jumlah peserta laki-laki dan perempuan.
Persyaratan peserta:
1. Mengisi dan melengkapi formulir pendaftaran yang telah disediakan
2. Membuat tulisan tentang kasus masyarakat adat yang pernah ditangani
3. Mengetahui prinsip-prinsip hak asasi manusia
4. Diutamakan anggota PPMAN (Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara)

F. PENDAFTARAN
Pendaftaran akan dibuka secara online pada tanggal 23 April sampai dengan 8 Mei 2015. Calon peserta diharuskan mengisi lembar pendaftaran yang telah disediakan oleh panitia di website AMAN dengan alamat link berikut: www.aman.or.id

Peserta yang terpilih wajib membuat ringkasan 1 (satu) kasus yang sedang didampingi di wilayahnya sebagai salah satu bahan yang akan didiskusikan dalam pelatihan dan dikirimkan paling lambat tanggal 13 Mei 2015. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
a) Adhi Fitri Dinastiar (081286777748; adhis.dinastiar@aman.or.id)
b) Mualimin Pardi Dahlan (081291117410; ppman@aman.or.id)
c) Sinung Karto (081282301998; sinung@aman.or.id)

G. AGENDA KEGIATAN
Sebagai bagian penting dari sebuah pelatihan, maka telah disusun sebuah Modul Pelatihan dengan agenda sebagai berikut:

Hari ke-1 (Pengenalan)
Pengenalan Dasar-dasar Hukum Internasional (Sumber-sumber hukum, perbedaan antara instrumen-instrumen internasional, hubungannya dengan hukum domestik serta memahami tanggal-tanggal penting saat pemakaian hukum perjanjian internasional).

Hari ke-2
Materi Dasar-dasar Hak Asasi Manusia/Hak-hak Masyarakat Adat, termasuk identifikasi diri.

Hari ke-3
Gambaran Umum Sistem/Mekanisme PBB (Perjanjian dan Piagam-piagam PBB) dan ILO 111.

Hari ke-4
Tinjauan Hukum (Yurisprudensi) PBB dan Eksaminasi Hukum Anti Diskriminasi Rasial atau Peraturan Perundang-undangan tentang Kesetaraan ( CERD 2007, CESCR 2013 dan ILO 111)

Hari ke-5
Ulasan termasuk latihan praktis tentang penggunaan Hukum Nasional tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Belajar dari salah-satu kasus masyarakat adat di Indonesia.

Hari ke-6
Presentasi studi kasus dari peserta pelatihan.

Hari ke-7
Lanjutan diskusi studi kasus dan aplikasinya dengan fokus penggunaan ILO 111 dan 2 buah Prosedur PBB (1 Perjanjian dan 1 Piagam)

Hari ke-8
Review dan penugasan

Hari ke-9
Diskusi kelompok dan presentasi tentang strategi hukum (litigasi) untuk setiap studi kasus (peserta pelatihan akan dibagi ke dalam 4 kelompok)

Hari ke-10
Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut (khususnya tentang bagaimana mendukung dan mengembangkan strategi kerja-kerja hukum dan kebijakan AMAN ke depan, apa saja yang menjadi prioritas?, bagaimana menggunakan mekanisme internasional untuk mendukung implementasi keputusan hukum domestik (Putusan MK.35/PUU-X/2012 terkait Hutan Adat)).

FINAL-TOR Pelatihan HAM Bagi Pengacara MA 2015-Bali

Formulir Pendaftaran Calon Peserta Training HAM bagi Pengacara Masyarakat Adat

1 Komentar


  1. kami warga masyarakat adat mollo yang selama ini terlibat dalam kegiatan OAT yang dipimpin ibu Aleta Baun yang sekarang menjadi anggota Dewan Propinsi NTT berkeinginan untuk mengikuti kegiatan magang atapun pelatihan pengacara masyarakat adat karena kampung kami di mollo memang sudah bebas dengan tambang namun masih tetap berhadapan dengan masalah kehutanan.contoh penglaiman lahan fonhae oleh kehutanan di depan beskem nausus.bisa ko??????????

Tinggalkan Balasan