M Syukron Anshori
BPAN Sumbawa
Tim gugus Tugas AMANkan COVID-19 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sumbawa menyerahkan bantuan kepada tujuh komunitas ada di Kabupaten Sumbawa; komunitas adat Cek Bocek di wilayah Selatan yang berdampingan dengan perusahaan tambang terbesar di pulau Sumbawa, komunitas adat Bakalewang Kanar di wilayah Barat, komunitas adat Ponto Ai Padeng, komunitas adat Pekasa yang berjarak sehari perjalanan dari kota Kabupaten dan Komunitas adat Pusu yang saat ini mulai merumuskan pembuatan kurikulum sekolah adat, sekolah khusus budaya asli untuk para generasi muda adat. Dua komunitas adat lainnya berada di wilayah kabupaten Sumbawa Barat, yaitu komunitas adat Koeng Tatar dan komunitas adat Talonang.
“Kami harus jalan berjam-jam untuk mendapatkan sinyal telepon dan koordinasi dengan tim posko di Sumbawa untuk menerima bantuan,” ujar Osi, anak laki-laki kepala suku Pekasa. Bantuan yang diberikan ini adalah upaya tanggap darurat dan bentuk aktif melindungi Masyarakat Adat dari ancaman pandemic virus COVID-19.
Sebagai informasi, dengan jumlah penambahan 336 kasus positif COVID-19 di Indonesia sudah tersebar ke 34 provinsi dan lebih dari 350 kabupaten/kota di Indonesia dengan total 13.112 kasus pasien positif per jumat (8/5). Seperti dilansir dari Kompas, Nusa Tenggara Barat (NTB) secara keseluruhan ditetapkan sebagai zona merah dengan jumlah 312 kasus yang terkonfirmasi positif di total 10 kabupaten di provinsi di NTB.
Hal ini membuat Syamsuddin, pemuda adat Bakalewang Kanar menginisiasi pembuatan masker bersama warga lainnya sebagai langkah awal antisipasi penyebaran virus COVID-19 ini. “Kami mulai pembuatan (masker) sejak bulan lalu, pembuatan ini juga akan kami bagi ke komunitas-komunitas adat lainnya. Sudah saatnya jarak sosial kita ubah menjadi solidaritas sosial,” kata Syam.
Di tempat lain, tiga jam perjalanan darat dari kota Sumbawa, di bawah kaki gunung mile Batulanteh, komunitas adat Pusu memberlakukan penutupan wilayah terbatas. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif membatasi penyebaran virus COVID-19 di wilayahnya.
“Dengan akses kami seperti ini yang jauh dari rumah sakit dan fasilitas kesehatan modern, kami harus waspada dan menyelamatkan warga komunitas, terutama anak-anak dan tetua adat. Sebagian akses aktivitas warga adat dengan masyarakat luar kami tutup. Dalam rangka menyelamatkan warga adat, kami mengutamakan Sandro atau dukun adat,” ujar Dianto, salah satu pengurus sekolah adat di wilayah komunitas Pusu, Batulanteh.
Masyarakat Adat memiliki risiko besar jika virus ini meyebar ke wilayah mereka. Hal ini memberikan mereka pekerjaan besar, tanggung jawab dua kali lipat. Selain untuk bertahan di wilayah adat-nya, sekarang mereka harus bertahan melawan sebaran virus COVID-19. Anak-anak adat dan para tetua adat menjadi kelompok dengan kategori rentan tertinggi dari paparan virus ini. Oleh karenanya, pemuda adat dan sistem awig-awig menjadi garda menyelamatkan warga komunitas, tanah, leluhur dan kehidupan warga asli adat.
“Kita semua harus membuka mata dan meniru sistem kearifan lokal masyarakat adat. Harus diakui mereka memiliki sistem yang lebih baik. Sebagai contoh untuk urusan ketahanan pangan, masyarakat adat di Pusu memiliki Alang, sebuah sistem adat yang diperuntukkan menjaga pangan selama musim panen yang mempu menyimpan pangan selama 12-16 bulan. Uma di komunitas adat Cek Bocek menyimpan hasil pangan seperti padi, gula, sayur dari hasil pertanian,” jelas Jasardi Gunawan, ketua BPH AMAN Sumbawa yang sekaligus sebagai penanggung jawab posko wilayah Sumbawa.
Posko Gugus Tugas AMANkan Covid-19 Daerah Sumbawa masih terus bekerjasama dengan komunitas-komunitas adat dalam menjaga stok pangan, pendataan, aksi cepat tanggap dan penyediaan bantuan dini untuk komunitas adat di wilayah kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat.