JAKARTA (31/1) — Indonesia menjadi salah satu pewaris kekayaan bumi dengan hutan hujan tropis yang sangat penting jasanya. Hutan, selain sebagai paru-paru bumi, mengatur regulasi iklim, sumber air dan menjaga suhu global, regional dan lokal, juga merupakan salah satu ciptaan Tuhan yang menjadi sumber kehidupan. Berbagai makhluk Ciptaan Tuhan, menjadi penghuni hutan selama berjuta tahun, menjaga keseimbangan alam, menyangga kehidupan dan penyokong kehidupan manusia.
Hari ini, elemen agama dan Masyarakat Adat, terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Budha Indonesia (PERMABUDHI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Aliansi Masyarakat adat Nusantara (AMAN) dan para ahli, LSM, pemerintah, serta komponen organisasi internasional, seperti PBB (UNEP), Religions for Peace, Rainforest Foundation Norway, dan GreenFaith, menyerukan pentingnya melindungi hutan tropis di Indonesia.
Sebagai pencanangan program tersebut telah dilaksanakan lokakarya, dialog dan peluncuran Prakarsa Lintas Agama Untuk Hutan Tropis (Interfaith Rainforest Initiative) yang akan dihadiri oleh 200 peserta terdiri dari seluruh elemen terkait dari 12 provinsi di Indonesia.
“Selama ini Masyarakat Adat seperti berjuang sendiri menyelamatkan hutan-hutan terbaik di negeri ini. Ada paling sedikit 40 juta hektar hutan terbaik negeri ini ada di wilayah adat yang harus dpertahankan. Ada paling sedikit 17 juta hektar hutan rusak di wilayah adat yang harus segera direhabilitasi. Pekerjaan raksasa ini sangat berat kalau hanya dipikul oleh Masyarakat Adat. Lewat peluncuran IRI ini, kita punya harapan baru untuk punya kawan berjuang yang lebih banyak ke depan, yaitu para pemimpin dan peguat berbagai agama, termasuk agama-agama leluhur yang lahir di Nusantara,” kata Abdon Nababan, Wakil Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANAS).
Agama dan Masyarakat Adat dapat tampil berperan lebih untuk mengingatkan manusia agar tidak melakukan kerusakan. Di samping itu, sudah lazim, bahwa masyarakat yang berada di kawasan pedesaan dengan adat istiadat yang dijunjung tinggi, mereka lebih mudah melakukan adaptasi atas modalitas dan moralitas yang mereka miliki, sehingga pendekatan dengan para pemuka atau tokoh masyarakat setempat dapat menjadi agen perubahan (agent of change) untuk mendorong perubahan perilaku dalam melestarikan hutan hujan tropis.