Rilis pers bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya dan Mongabay.
Penangkapan dan penahanan terhadap jurnalis asing asal Amerika Serikat, Philip Jacobson, di Palangka Raya, merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Pada hari Selasa, 17 Desember 2019, jurnalis yang bekerja di Mongabay itu didatangi Petugas Imigrasi Palangka Raya saat sedang berada di Bukit Raya Guest House. Petugas Imigrasi menyita paspor dan memerintahkan Philip untuk datang keesokan harinya untuk diinterogasi di Kantor Imigrasi Palangka Raya. Tanggal 18 Desember, Philip diinterogasi tentang kegiatannya selama di Palangka Raya, dan Pihak Imigrasi memerintahkan Philip untuk tetap berada di Palangka Raya sementara mereka melanjutkan penyelidikan.
Pada hari Kamis, 9 Januari 2020, Philip menerima surat pemanggilan yang isinya Pihak Imigrasi menuduh Philip telah melakukan pelanggaran izin keimigrasian. Tanggal 21 Januari, Philip ditangkap saat sedang berada di penginapannya di Bukit Raya Guest House. Sampai dengan saat ini, Philip masih ditahan di Rumah Tahanan Palangka Raya sejak tanggal 21 Januari oleh Kantor Imigrasi Palangka Raya dengan tuduhan pelanggaran izin keimigrasian.
Penggunaan visa kunjungan oleh Philip untuk mengunjungi koleganya di Palangka Raya tersebut sudah sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Philip kemudian mendapatkan informasi dari koleganya bahwa akan ada audiensi di DPRD Provinsi Kalimantan Tengah terkait persoalan maraknya kriminalisasi terhadap peladang tradisional, dan ia hadir bersama Solidaritas Peladang Tradisional Kalimantan Tengah. Tindakan Philip tersebut merupakan bentuk aktivitas yang masih sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku dan dijamin oleh Konstitusi Indonesia.
Tindakan penangkapan dan penahanan terhadap Philip dinilai sangat berlebihan dan mencoreng demokrasi di Indonesia. Tindakan Pihak Imigrasi yang berlebihan ini juga menguatkan dugaan bahwa penahanan itu adalah refleksi sikap antikritik dan sensitivitas yang berlebihan atas laporan-laporan investigasi lingkungan yang diterbitkan Philip di Mongabay. Beberapa berita yang pernah dimuat di Mongabay di antaranya adalah kerusakan hutan dan lingkungan di Kalimantan dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. Selain itu, Mongabay juga menyoroti konflik lahan antara Masyarakat Adat dan sejumlah perusahaan serta antara Masyarakat Adat dan pemerintah.
Jurnalis yang memberitakan isu lingkungan hidup, juga merupakan bagian dari pejuang lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Kekerasan dan upaya menghalangi kerja-kerja jurnalistik merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Pasal 28F Konstitusi Indonesia melindungi hak setiap orang untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Kebebasan pers ditetapkan sebagai salah satu hak asasi manusia yang paling hakiki seperti yang tercantum dalam pertimbangan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kewajiban pemerintah Indonesia menjamin kebebasan pers juga diatur di pasal 19 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik dan Indonesia tunduk pada kovenan ini. Jaminan kebebasan pers menjadi komitmen Indonesia baik di level nasional maupun internasional.
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia wajib memberikan perlindungan terhadap kebebasan pers baik pers nasional maupun pers asing di seluruh pelosok Indonesia dari Sabang sampai Merauke tanpa terkecuali.
Untuk itu, kami mendesak keras:
- Agar Kantor Imigrasi Palangka Raya segera melepaskan dan membebaskan Philip Jacobson,
- Presiden Jokowi memastikan tidak ada upaya kriminalisasi jurnalis dan pers, dan memastikan keterbukaan informasi serta akses jurnalis asing untuk meliput di Indonesia
Palangka Raya, 23 Januari 2020
Kontak: Aryo (+6285252960916) | Dimas (+6281352704704) | Ferdi (+6281351502728)