Women’s March Jakarta Menuntut Negara Indonesia Mengesahkan RUU Masyarakat Adat

Jakarta, www.aman.or.id-Hari ini, sekitar 2500 orang dari 50 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Women’s March Jakarta memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret, dengan menggelar aksi berjalan kaki menuju Taman Aspirasi di depan Istana Negara, Jakarta.

Anindya Restuviani, juru bicara aksi Women’s March Jakarta menjelaskan tiga target besar tuntutan aksi kepada Negara Indonesia, salah satunya, pengesahan RUU Masyarakat Adat, menurutnya isu Masyarakat Adat belum banyak diketahui oleh masyarakat secara umum, bahkan ia mengaku sebagai aktivis belum terlalu dalam memahami isu Masyarakat Adat.

“Aku sebagai aktifis perempuan belum terlalu lama mengenal isu Masyarakat Adat. Nah, bagaimana dengan teman-teman secara umum, khususnya masyarakat Jakarta yang berada sangat jauh dengan teman-teman di daerah. Untuk itu penting sekali aksi-aksi seperti ini, memberikan ruang untuk kawan-kawan Masyarakat Adat agar bisa bicara dengan masyarakat secara luas,” papar Anindya.

Lebih lanjut Anindya menjelaskan, pentingnya masyarakat diberi edukasi bahwa hak-hak Masyarakat Adat khusunya Perempuan Adat sangat penting dipenuhi hak-haknya oleh negara. Untuk itu, strategi yang harus dibangun sebagai dukungan untuk isu Masyarakat Adat dengan lebih sering memperbincangkan  isu Masyarakat Adat diberbagai forum yang dihadiri para aktivis dan masyarakat umum.

Untuk itu, dalam aksi kali ini secara khusus sayap organisasi AMAN, PEREMPUAN AMAN menyampaikan isu  seputar Perempuan dan Masyarakat Adat, serta pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Yanci Pardede mewakili PEREMPUAN AMAN, dengan lantang melakukan orasi peran penting Perempuan Adat di dalam kehidupan Masyarakat sebagai penjaga keberlangsungan hidup Masyarakat Adat. Bagi Masyarakat Adat, wilayah adat adalah sumber kehidupan selain melaksanakan ritual adat yang telah ribuan tahun dijaga oleh para leluhur.

“Hari ini kami dipaksa menjadi budak di tanah adat kami sendiri, wilayah adat kami telah menjadi konsesi tambang. Kami juga mengalami kesulitan air bersih, mengalami penyakit, gizi buruk. Inilah dampak dari tambah, banyak dari kami menjadi korban tambang. Apa yang Pemerintah Indonesia lakukan? justru kami yang disalahkan, dikriminalisasikan. Akibat buruk lainnya, hak-hak politik kami sebagai Perempuan Adat atas wilayah adat kami telah dihancurkan, pengetahuan kami teracam punah, tentang obat-obatan, tentang tenun yang bahan bakunya kami peroleh dari wilayah adat. Apakah masih layak  Pemerintah Indonesia yang terus menerus menggaungkan slogan perempuan adalah ibu bangsa yang mewarisi generasi bangsa, namun pada kenyataannya kami perempuan-perempuan adat tidak dilindungi oleh negara ini.”

“Kami mendapatkan segalanya dari tanah, kami mendapatkan makanan dari tanah, kami melaksanakan ritual adat, kami melaksanakan mata pencarian untuk anak-anak kami, pengetahuan kami, bagaimana kami mengolah tenun, itu semua dari tanah adat, bagaimana kemenyan kami hilang, bagaimana rotan kami hilang,” tegas Yanci.

Yanci juga mengingatkan kepada publik bahwa banyak Perempuan Adat mengalami kekerasan seksual, seperti yang dialami masyarakat pada umumnya. Menutup orasinya yang disambut antusiasme peserta aksi dengan gemuruh sorak sorai dan tepuk tangan, Yanci menyerukan dukungan kawan-kawan aktivis dan masyarakat untuk mendukung perjuangan Masyarakat Adat untuk pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Salah satu peserta aksi yang berasal dari Jakarta Gustika Jusuf Hatta yang juga cucu proklamator Indonesia Mohamad Hatta, mengaku sangat terpukau dengan orasi yang disampaikan oleh Yanci. Ia mendapat pelajaran berharga soal kondisi yang sebenarnya dari perempuan-perempuan adat. Ia sebagai generasi milenial semakin sadar bahwa isu Masyarakat Adat patut didukung perjuangannya.

“Masih perlu diperjuangkan terutama dari kaum marginal seperti dari orasi masyarakat adat. Ada hal-hal yang mungkin anak kota seperti saya, jangankan belajar kalau gak ke sini, ketemu langsung dengan Masyarakat Adat, itu mengajarkan saya banyak hal, dan membuka wawasan dan apa aja yang mesti diperjuangkan karena sering kali lupa,” jelas Gustika.

Eka Hindrati-Infokom PB AMAN

Foto : Debi Lisa Sitanala-Staf PB AMAN

Tinggalkan Balasan