Jakarta, www.aman.or.id – Lima puluhan petani kopi yang berasal dari komunitas adat yang tersebar di Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan Enrekang hadir mengikuti Sosialisasi Sistem Penjaminan Partisipatif (Participatory Guarantee System – PGS) untuk Petani Kopi Kab. Toraja dan Enrekang di Pusat Pelatihan Balo’ Kada Mandatte di seberang Gunung Nona, Kabupaten Enrekang, Sulsel pada 12-14 Februari 2019.
PGS atau sistem penjaminan mutu partisipatif merupakan salah satu alternatif sertifikasi untuk produk pertanian. PGS juga menjadi jembatan untuk penjaminan mutu yang melibatkan petani dan stakeholder lainnya.
Sosialisasi ini terselenggara atas kerja sama AMAN, Hivos, NTFP EP Indonesia, WWF Indonesia dan ASPPUK yang merupakan anggota konsorsium program SWITCH ASIA 2 – Local Harvest.
Dalam sosialisasi ini turut hadir Hamsir, S.Pd. M.Pd, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kab. Enrekang mewakili Bupati Enrekang. Hamsir, dalam sambutannya, menyatakan bahwa kopi Enrekang selalu diperhitungkan dalam kompetisi kopi, baik dalam kompetisi nasional maupun internasional. Bahkan pernah menjadi juara pada kompetisi nasional.
“Hal ini menjadi modal kita bahwa salah satu sektor yang sangat populer dan diharapkan berkembang pesat dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat adalah kopi,” ujarnya.
Hamsir mengatakan kalau Enrekang merupakan wilayah yang subur untuk tanaman kopi. Kopi di Enrekang juga, katanya, memiliki citarasa bervariasi. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Enrekang sebab sebagai produsen kopi, kita tidak perlu harus mengonsumsi kopi pabrikan atau kopi siap saji seperti kopi sachet.
“Kita bersyukur sampai sekarang ini kalau ada hajatan tidak lagi menyuguhkan kopi sachet. Tapi sudah produk-produk dari Kab. Enrekang itu sendiri. Kita berharap tidak perlu lagi ada kopi-kopi instan yang datang, tapi kopi kita yang kita suguhkan,” sambung Hamsir.
Meskipun demikian, Masyarakat Adat khususnya petani kopi, baik di Enrekang, Toraja Utara dan Tana Toraja belum merasakan dampak kilaunya tambang emas hitam ini. Pasalnya, harga kopi bagi para petani belum seimbang padahal mereka adalah produsen langsung.
Keuntungan dari kopi mereka yang sudah me-nasional itu belum dirasakan.
Pemerataan harga
Bibong sebagai fasilitator dalam sosialisasi tersebut menyebutkan bahwa angka proyeksi konsumsi kopi di Indonesia pada 2018 mencapai angka 306.183 ton per tahun. Proyeksi tersebut masih akan terus meningkat hingga 2020.
Sayangnya, besarnya jumlah konsumsi kopi di Indonesia belum berimbang secara baik bagi petani kopi khususnya di Enrekang, Tana Toraja dan Toraja Utara. Patola, salah satu petani kopi asal Enrekang menyatakan bahwa harga kopi saat ini belum mensejahterakan para petani kopi.
Patola adalah salah seorang peserta pelatihan yang memiliki pengalaman langsung dalam memasarkan kopinya, kopi Benteng Alla. Dengan caranya sendiri, ia berusaha menerobos jalur monopoli harga yang membuat petani hanya menerima untung yang jauh di bawah keuntungan para pengepul apalagi pengusaha seperti cafe.
Salah satu langkah yang dilakukannya untuk mendongkrak harga jual kopi Benteng Alla adalah dengan cara mengikutsertakan kopi Benteng Alla dalam kompetisi kopi pada 2016 di Bali.
Dari enam varian kopi yang dimiliki komunitas adat di Benteng Alla, salah satunya lolos dalam kualifikasi lomba tersebut dan bahkan meraih juara pertama. Meskipun demikian, predikat juara pertama ternyata tidak serta-merta dapat mendongkrak harga penjualan kopi Benteng Alla. Kenaikan harga pasca kemenangan tersebut hanya sebesar Rp. 2.000 per kilogram di tangan petani.
Sebaliknya kemenangan tersebut justru dinikmati para pengepul, kedai kopi hingga cafe-cafe besar yang tidak mengikuti proses mendampingi petani kopi Benteng Alla. Segmen tengah dan hilir ini berhasil mengatrol naik harga penjualan kopi Benteng Alla karena menawarkan label kopi juara, hingga para penikmat kopi bersedia membayar mahal.
Untuk itulah dalam sosialisasi PGS, Patola berharap bahwa kegiatan PGS dapat mengatrol naik harga kopi di level petani. Ia berharap bahwa harga beli kopi merupakan harga yang menyejahterakan semua segmen dalam bisnis kopi, baik petani, pendamping, pengepul, kedai kopi maupun cafe serta konsumen. “Harga yang sesuai dan berkeadilan tentu saja harus dirasakan semua pihak,” katanya.
Sertifikasi
Produk yang bersertifikasi saat ini jauh lebih mudah diterima di pasaran. Sertifikasi menjadi bagian maupun kontrol yang penting bagi konsumen. Dengan adanya sertifikasi, konsumen menggangap bahwa produk tersebut layak masuk dalam keranjang belanja. Namun ketidaksiapan para petani untuk mengurus sertifikasi sebagai produsen menyebabkan ketidakseimbangan dalam menjemput pasar.
Hal tersebut disebabkan karena mekanisme sertifikasi yang dilakukan pihak ketiga dengan melihat petani dan konsumen sebagai objek sertifikasi, bukan subjek sertifikasi. Ditambah lagi proses sertifikasi yang rumit, panjang dan berbiaya mahal menyebabkan petani kopi yang berasal dari komunitas adat menyerah di tengah jalan dan menganggap produk sertifikasi sebagai barang mewah.
Karena itu pada 2004, PGS hadir untuk proses penjaminan alternatif dan menjawab masalah sertifikasi bagi petani. PGS menekankan adanya partisipasi holistik meliputi konsumen, petani, LSM, instansi pemerintah dll., dan dengan prinsip transparansi, keberlanjutan, perdagangan yang berkeadilan, kesetaraan dan ramah lingkungan.
Bibong menjelaskan, PGS pertama kali diperkenalkan di Brazil. Indonesia sendiri mulai menerapkan PGS pada 2008. Sejauh ini hasil PGS yang dibangun adalah petani kopi di Toraja dan Enrekang sudah memiliki alur ketelusuran, kualitas, kuantitas asal-usul produk sehingga memiliki daya tawar yang baik di pasar lokal dan nasional.
Perawatan
Dalam sosialisasi PGS, para peserta pun berbagi pengetahuan bagaimana mengolah kopi yang ideal sehingga menghasilkan bijih kopi yang baik untuk dijual ke pasaran dengan harga yang tinggi. Hal paling mendasar dari kopi adalah perawatan pohon kopi; kemudian pemetikan buah kopi haruslah chery merah, dan dilengkapi dengan perlakuan pasca panen.
Thomas, peserta asal Toraja mengatakan bahwa kopi harus diperlakukan seperti anak sendiri karena kopi membutuhkan 16 unsur. Jika kopi dipelihara dengan baik maka kopi tersebut dapat memberikan citarasa yang baik juga.
Di sisi lain, terkait kegunaan, Edi Kende’ Suma, seorang petani kopi menyatakan bahwa kopi adalah tambang emas hitam. Terdapat beberapa kegunaan kopi sebagaimana dikatakannya. Di antaranya, kopi dapat digunakan sebagai obat sakit kepala serta dapat digunakan untuk mengobati kanker jika dikonsumsi tanpa gula.
Soal kegunaan kopi, semuanya dapat dipergunakan maupun diperjualbelikan. Kulit kopi atau kaskara dapat digunakan sebagai obat sakit kepala. Ia bahkan bernilai jual. Harga kulit kopi saat ini, misalnya mencapai Rp. 15.000 per kilogram. Selain kulit, daun kopi juga berfungsi untuk mengobati sakit perut.
Fadhel Achmad