Perayaan Tiga Tahun Kampoeng Batara di Banyuwangi

Banyuwangi, www.aman.or.id-Perayaan tiga tahun Kampoeng Batara (Taman Rimba-red) berlangsung meriah, puluhan anak-anak dan masyaarakat setempat mengikuti kegiatan yang bertema, “Dolanan Nusantara Cermin Budaya Anak Indonesia,” yang digelar di Dusun Papring, Kelurahan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi (14/10).

Sejak pagi, perkampungan yang terletak di tengah-tengah perkebunan kopi ini telah diawali beberapa kegiatan. Acara diawali dengan gebyar dolanan nusantara, puluhan  anak-anak setempat memainkan permainan tradisional dengan gembira seperti egrang, dakon, gangsing.

Tidak hanya anak-anak Kampoeng Batara, pelestarian dolanan nusantara dibuka secara simbolis dengan permainan egrang batok oleh Abdon Nababan, Sekjen AMAN dua periode 2007-2017 s/d 2012-2017, yang juga sebagai Dewan AMAN Nasional dan Direktur Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN), bersama dr. Taufik Hidayat sebagai Ketua Dewan Kesenian Blambangan Banyuwangi dan Ketua Adat Alasmalang M. Syarfin.

Selanjutnya, permainan tradisional dimainkan oleh Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), Karang taruna Laskar Pemuda Papring dan Karang Taruna Alhuda Papring, dengan berkolaborasi dengan anak-anak Kampoeng Batara.

Widie Nurmahmudy, Pelopor Kampoeng Batara mengatakan minimnya pengenalan tentang permainan tradisional nusantara, telah menginspirasi untuk mengkampanyekan kembali permainan tersebut.

Lebih lanjut Widie mengatakan bahwa permainan tradisonal tidak hanya menjadi sarana untuk mengasah ketangkasan, namun juga dapat meningkatkan interaksi pergaulan antar anak dan mengurangi penggunaan perangkat elektronik seperti telepon genggam yang populer dikalangan anak-anak.

“Kampanye permainan tradisional seperti egrang batok, egrang bambu, petheng dudu dan bakiak sengaja kami lestarikan kembali untuk mengimbangi dunia gadget anak-anak. Supaya tidak menghilangkan waktu bermain dan membangun interaksi diusia dini,” kata Widie.

Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan Sinau Bareng kerajinan bambu yang melibatkan kalangan anak-anak sampai dewasa untuk membuat kreasi dari bambu. Peserta acara dari luar daerah Papring juga tertarik berdatangan karena ingin belajar bagaimana membuat besek dan piring lidi.

Wilayah Papring dikenal sebagai penghasil kerajinan bambu seperti gedek, besek, lanjaran dan piring lidi serta perabot rumah tangga lainnya.

“Kami ingin anak-anak disini, meneruskan tradisi masyarakat dalam membuat anyaman bambu sebagai salah satu keahlian untuk menjadi mata pencaharian,” ujar Widie.

Laki-laki yang juga aktif sebagai anggota AMAN Osing Banyuwangi ini menegaskan acara ini juga tidak hanya untuk anak-anak di lingkungan Papring, namun juga sebagai media belajar kreatif untuk siapa saja.

“Selain anak-anak Kampoeng Batara dan warga Papring, baik pemudanya  siapa saja boleh ikut dan bergabung bersama kami dan hasilnya bisa dibawa pulang,” jelas Widie.

Malam harinya, acara dilanjutkan dengan ajang aktualisasi seni budaya. Beberapa seniman lokal tampil dipanggung yang kecil namun cukup meriah dengan hiasan lampu-lampu kecil dan dekorasi dari material bambu. Seperti penari gandrung, pemusik hadrah, gamelan, dan puisi teatrikal. Tidak hanya itu, BPAN Osing Banyuwangi juga menyumbangkan tontonan komedi yang mengocok perut para penonton.

Sementara itu, Abdon Nababan yang juga hadir menyambut positif perkembangan sarana belajar Kampoeng Batara tersebut. Menurut Abdon, Kampoeng batara bisa dikategorikan sebagai sekolah adat, yang dapat dijadikan contoh sekolah adat di Indonesia karena dalam praktiknya anak-anak diajarkan tentang kearifan lokal.

Lebih lanjut Abdon berpesan, sekolah adat tidak perlu dibingungkan dengan kurikulum seperti hanya sekolah formal yang tepat untuk menjalankanya. Cukup dengan mengajarkan tentang nilai-nilai lokal dan potensi lokal, sekolah adat dapat berjalan dengan baik sesuai dengan karakter masing-masing komunitas.

“Pembentukan sekolah adat tidak perlu memikirkan kurikulum, kalau memikirkan kurikulum, apa bedanya dengan sekolah formal,” tegas Abdon.

Sebagai tambahan informasi, Kampoeng Batara mulanya tidak sengaja membuat ruang belajar dan bermain di desanya. Pada pertengahan 2014, pendiri Kampoeng Batara, Widie Nurmahmudy bertemu dengan seorang anak yang sudah putus sekolah sejak kelas satu sekolah dasar akibat persoalan sosial di tempat pendidikannya.

Pada saat itulah Widie perlahan membuat kegiatan disetiap akhir pekan untuk anak-anak setempat, seperti petak umpet, egrang, engklek serta arena bermain musik patrol dan tari. Tidak hanya permainan, namun kegiatan tersebut juga diselingi dengan kegiatan pengenalan dan pengolahan potensi yang mengangkat dari alam sekitar.

Akbar Wiyana – Infokom PD Osing Banyuwangi

Tinggalkan Balasan