AMAN, 2 Oktober 2014. Dalam inkuiri nasional region Kalimantan, terungkap konflik antara masyarakat adat dengan Taman Nasional. Salah satunya adalah konflik antara Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dengan masyarakat adat Limbai Ketemanggungan Nanga Siyai, Melawi Kalimantan Barat.
“Hutan batu tanam tak bisa dipakai karena tempat ritual, jika kami mau nanam padi pada Agustus kami mengadakan ritual adat, habis panen kami mengembalikan ritual dengan memotong ayam, babi atau sapi. Tapi sejak menjadi Taman nasional Bukit Baka Bukit Raya kami dilarang berladang,” ujar ujar Pak Bahen masyarakat adat Limbai Ketemanggungan Nanga Siyai, Melawi Kalimantan Barat, seperti ditulis oleh ditulis oleh Siti Maemunah, Badan Pengurus Jatam dan Peneliti Sajogyo Institute, di media sosial hari ini (2/10).
Pada 2013, lanjut Pak Bahen, saya berladang dekat rumah, tidak boleh. “Mereka orang Kehutanan datang membawa senapan. Mereka memaksa menghentikan, menghempas-hempaskan senapan di samping saya,” terangnya, “Saya dipaksa menandatangai pernyataan agar tak menanam di di Taman Nasional.”
“Saya menolak. Lo ini kan hutan adat kami. Hari berikutnya mereka mendatangi rumah saya kembali memaksa saya bertanda tangan”, ujar Pak Bahen, “Sudah belasan tahun kehadiran Taman nasional menyusahkan kehidupan, mau cari obat-obatan tidak bisa, cari penghasilan tidak bisa, mereka melakukan patroli tiap bulan. Kami tertekan dan mata pencaharian kurang.”