AMAN, 2 September 2014. Bertempat di Istana Wakil Presiden, diluncurkankah sebuah prakarsa baru berupa pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dalam skema REDD+. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut baik prakarsa baru ini.
Sekjen AMAN, Abdon Nababan mengakui, “Perjalanan panjang telah ditempuh oleh masyarakat hukum adat untuk memberikan pemahaman dan memperjuangkan hak-hak mereka. Kami menghargai upaya pemerintah yang telah cukup konsisten dalam memberikan landasan hukum terhadap masyarakat adat dari berbagai dimensi. Program Nasional ini kembali menjadi titik baru yang menyegarkan bagi masyarakat hukum adat untuk terus melanjutkan perjuangan, sekaligus menjadi refleksi bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam mengelola sumber daya alam sesuai kearifan lokal.”
Salah satu tonggak sejarah dalam mengembalikan kedaulatan hak atas hutan kepada masyarakat hukum adat adalah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PIU/2012 pada Maret 2013 yang menetapkan hutan adat tidak lagi sebagai hutan negara. Ini juga menandakan dimulainya era baru dalam upaya melembagakan partisipasi masyarakat hukum adat secara penuh dan efektif dalam pengelolaan sumber daya alam menuju Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. Menindaklanjuti dasar hukum tersebut, sembilan kementerian dan lembaga terkait sepakat meluncurkan “Program Nasional Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) dengan Skema REDD+” yang akan memberikan kekuatan hukum, panduan penguatan kelembagaan, hingga panduan kerangka kerja bagi setiap pihak dalam pelaksanaan program REDD+ di Indonesia.
Program Nasional untuk Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ini termasuk dalam Rencana Aksi Penuntasan 100 Hari Terakhir Pemerintahan SBY-Boediono yang akan melibatkan sembilan kementerian/lembaga yaitu: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi Geospasial, Komisi Nasional HAM, dan BP REDD+. Peluncuran dan penandatanganan deklarasi ini dilakukan di hadapan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan disaksikan oleh perwakilan MHA dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Dalam pidato pembukaannya, Wakil Presiden RI, Boediono menyatakan, “Deklarasi ini merupakan langkah penting sebagai bagian dari perjalanan panjang perjuangan kita menempatkan peran dan posisi Masyarakat Hukum Adat ke dalam sistem nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah-langkah parsial telah dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga sebelumnya, tetapi penting bagi kita untuk mengkoordinasikan semua upaya secara lebih cermat dan sistematis. Program nasional ini persis seperti apa yang kita semua harapkan dalam mencapai tujuan bersama. Langkah ini merupakan langkah yang sangat taktis dan strategis di mana setiap pihak mengambil peran dalam kerjasama ini.”
Dari sisi hukum, masyarakat hukum adat memiliki kedudukan tersendiri yang unik dan perlu dilandasi oleh undang-undang yang jelas. Hal ini dituturkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asazi Manusia, Amir Syamsuddin, “Deklarasi ini merupakan satu tonggak dalam upaya besar pemerintah di dalam memberdayakan Masyarakat Hukum Adat di tengah pesatnya perubahan dan kemajuan, kita menyadari eksistensi Masyarakat Hukum Adat ini merupakan bagian dari upaya besar pembangunan.”
Terdapat hubungan kausalitas yang kuat antara kepemilikan hutan oleh masyarakat dengan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu masyarakat hukum adat termasuk sebagai pemangku kepentingan REDD+ di Indonesia. Terkait hal ini, Kepala BP REDD+, Heru Prasetyo menuturkan, “Sesuai mandat BP REDD+ untuk membantu Presiden dalam melaksanakan tugas koordinasi, sinkronisasi, perencanaan, dan fasilitasi, pengelolaan, pemantauan, pengawasan serta pengendalian REDD+ di Indonesia; maka BP REDD+ berkewajiban melindungi dan mendorong peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat hukum adat melalui mekanisme REDD+. Jika dikaitkan dengan menurunkan emisi, BP REDD+ tidak dapat memungkiri bahwa hutan dan isinya adalah suatu sistem yang holistik, sehingga dukungan terhadap kelestarian hutan dan lingkungan masyarakatnya menjadi kunci dalam pengelolaan sumber daya hutan demi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.”
Program Nasional ini akan menargetkan sejumlah sasaran mulai dari terwujudnya peraturan perundangan-undangan, reformasi hukum, perangkat administrasi, pemulihan dan penguatan kelembagaan masyarakat hukum adat, dukungan kepada Pemda dalam penyiapan Perda, hingga terwujudnya pelaksanaan program REDD+ di Indonesia.
Untuk menjalankan Program Nasional untuk Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat melalui REDD+, beberapa fasilitas akan disiapkan melalui prakarsa: dana perwakilan nasional, pusat informasi masyarakat hukum adat, dukungan peningkatan kapasitas, dan dukungan untuk pelibatan pemangku kepentingan dan komunikasi.
Pendekatan REDD+ akan diintegrasikan dalam program nasional ini supaya dapat secara paralel menfasilitasi persiapan masyarakat hukum adat/setempat untuk program nasional pembangunan kesinambungan yang adil dan sesuai dengan prinisip pembangunan berkelanjutan dengan pemerataan.
*****
Tentang Badan Pengelola REDD+
Indonesia berkomitmen secara sukarela untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% atau sampai dengan 41% dengan bantuan internasional. Sebagai bagian dari perwujudan komitmen ini, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Badan Pengelola REDD+ yang dikukuhkan oleh Presiden pada tanggal 31 Agustus 2013 melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2013.
Program REDD+ di Indonesia (Reducing Emmission from Deforestation and Forest Degradation / Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) merupakan mitigasi perubahan iklim di sektor hutan dan gambut, melalui kerjasama dengan semua pemangku kepentingan, terutama masyarakat yang dianggap sebagai pelestari aset alam bangsa. Badan Pengelola REDD+ mengemban tugas untuk membantu Presiden dalam melaksanakan tugas koordinasi, sinkronisasi, perencanaan, fasilitasi, pengelolaan, pemantauan, pengawasan serta pengendalian REDD+ di Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pengelola REDD+ menyelenggarakan fungsi-fungsi antara lain; 1) menyusun dan mengembangkan strategi nasional REDD+ untuk melaksanakan REDD+ di Indonesia; 2) menyusun dan mengembangkan kerangka pengaman REDD+ di bidang sosial, lingkungan dan pendanaan; 3) melakukan koordinasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan REDD+ serta pengarusutamaan REDD+ dalam pembangunan nasional; 4) pengelolaan bantuan dana maupun bantuan lain yang sah terkait REDD+ sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 5) menyiapkan rekomendasi dalam menentukan posisi Indonesia terkait REDD+ dalam forum internasional dan 6) koordinasi penegakan hukum terkait pelaksanaan program, proyek dan/atau kegiatan REDD+