Dalam rangka merayakan Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara setiap tanggal 16 April, sayap organisasi AMAN, PEREMPUAN AMAN mengadakan pertemuan dengan pemerintah daerah Poso di Pamona, Sulawesi Tengah, tanggal 25 April lalu. Dalam kesempatan ini, PEREMPUAN AMAN meminta dukungan pemerintah daerah atas pengesahan RUU Masyarakat Adat.
Pertemuan dihadiri oleh 100 perempuan adat dari 7 wilayah pengorganisasian PEREMPUAN AMAN di Pamona, Bupati Poso, Darmin Agustinus Sigilipu, Jajaran Muspika dan Camat sekabupaten Poso.
Dalam kata sambutannya, Agustinus Sigilipu [Saya lebih memilih menggunakan Bupati Poso daripada penyebutan namanya]menyambut positif pertemuan tersebut. Ia mendukung adanya pengakuan atas pengetahuan masyarakat adat, dalam praktik kehidupan di Poso, yang berfungsi menjadi panduan bagi masyarakat untuk meredam konflik sosial yang terjadi.
Ketua Umum PEREMPUAN AMAN, Devi Anggraini menggunakan kesempatan ini sebagai ruang konsolidasi dukungan ke pihak pemangku kebijakan.
“Nah, PEREMPUAN AMAN menggunakan kesempatan ini untuk mendialogkan tantangan-tantangan yang mereka hadapi ditingkat kampung. Ada persoalan berhadapan dengan perkebunan sawit, kemudian tambang emas, dan ada beberapa kampung yang mempertanyakan karena akan ada investasi baru dari Poso Energi.”
Devi menilai, sejauh ini Bupati Poso berserta jajarannya bersikap terbuka untuk mendengarkan persoalan yang dihadapi masyarakat adat di Pamona, sehingga kesempatan dan peluang ini seharusnya ditindaklanjuti oleh pengurus wilayah pengorganisasian PEREMPUAN AMAN di Pamona, Badan Pengurus Harian Daerah AMAN Pamona, Badan Pengurus Harian Wilayah AMAN Sulawesi Tengah.
Kartini Penyami, Ketua Pimpinan Harian Daerah PEREMPUAN AMAN Pamona, yang mengagas pertemuan, berupaya ingin mempersatukan seluruh komunitas perempuan adat yang ada di Poso.
Kartini telah bekerja keras mengumpulkan dukungan dari Pemerintah Daerah dan komunitas adat, sehingga pertemuan dapat diselenggarakan secara mandiri. Pemerintah Daerah juga memberi dukungan berupa fasilitas pertemuan dan transportasi untuk mobilisasi anggota PEREMPUAN AMAN dari kampung-kampung ke lokasi pertemuan.
“Kami mau buktikan bahwa antara pemerintah dengan komunitas perempuan itu, saling membutuhkan. Pemerintah Daerah Posos sangat memperhatikan perempuan adat yang ada disini, dan saya secara pribadi ingin menyatakan kepada teman-teman perempuan bahwa siapapun pemerintah yang ada harus didukung oleh semua orang termasuk kaum perempuan.”
Lebih lanjut Kartini menjelaskan, hubungan baik komunitas adat dengan Pemerintah Daerah dimanfaatkan untuk mengadukan kasus perkebunan kelapa sawit yang sudah masuk ke wilayah Pamona, dibawah bendera PT. Sawit Raya Abadi. Wilayah yang dikuasai perusahaan tersebut berada diantara di wilayah komunitas adat Onda’e dan komunitas Lamusa, yang bernama Langgeani seluas 350 hektar. Di lokasi itu juga terdapat makam keramat leluhur masyarakat adat Pamona.
“Kami tetap mempertahankan milik komunitas dengan cara yang santun. Kami penyampaikan kepada pak Bupati baik secara lisan, beliau meminta supaya secara tertulis, lalu datanya harus lengkap dan itu sudah dipenuhi dan pak Bupati sudah berbicara dengan pihak perusahaan, Sehingga kami menunggu bagaimana hasilnya nanti. “
PEREMPUAN AMAN berharap, pertemuan tersebut dapat membangun solidaritas antar sesama perempuan adat dari beragam kampung di Pamona, selain itu juga mendorong keberanian mereka untuk menyuarakan secara lantang kepentingan atas wilayah kelola perempuan, pengetahuan dan hak -hak sebagai perempuan adat.
Eka Hindrati-Infokom PB AMAN