Akibat Kesemrawutan Tata Kelola hutan, Masyarakat Adat Semende Banding Agung Menjadi Korban

Kamis, 24 April 2014, PN Bintuhan BINTUHAN (24/4/2014) – Empat warga komunitas masyarakat adat Semende Dusun Lamo Banding Agung Kabupaten Kaur mengajukan banding atas vonis yg dijatuhkan majelis hakim di pengadilan negeri klas II Bintuhan yang dibacakan oleh ketua majelis hakim Syamsudin, SH.

“Pada kamis, 24 April 2014 jam 15.20 WIB Majelis hakim memvonis ke 4 warga adat semende banding agung Diputus bersalah dan dihukum sesuai dengan tuntutan jaksa, hukuman penjara 3 tahun dan denda 1,5 M subsider 1 bulan kurungan,” ungkap Ketua PW AMAN Bengkulu Deff Tri H via email ke redaksi website AMAN, “Keempat warga adat semende Banding Agung, Midi Bin Matsani, H. Rahmad Bin H. Budiman, Suraji Bin Kaeran, Heri Tindieyan Bin Yaslan, menjalani persidangan ini setelah sebelumnya ditangkap dalam operasi gabungan Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Polres Kaur pada tanggal 23 Desember 2013 lalu,”

“Dalam pledoi (Nota Pembelaan) tim kuasa hukum yang disampaikan oleh Tommy Indyan pada hari Rabu, 23 April 2014 menyebutkan bahwa jaksa penuntut umum terlalu mengada-ngada mengatakan perbuatan terdakwa berakibat terhadap pemanasan global,” jelas Deff Tri H mengutip pledoi kuasa hukum, “Padahal jaksa penuntut umum berdasarkan fakta persidangan tidak bisa membuktikan adanya perbuatan perusakan hutan yang mengakibatkan berkurangnya luasan hutan.”

Selain itu, menurut kuasa hukum, Jaksa penuntut umum di mengabaikan fakta-fakta persidangan. “Terdakwa merupakan bagian dari masyarakat adat dusun banding agung, sudah sepantasnya masyarakat adat banding agung memeprtahankan hak atas tanah mereka,” tambah Deff Tri H merujuk pledoi kuasa hukum terdakwa, “Perkara ini jangan hanya dilihat sekedar persolan kebun kopi semata, tetapi lebih pada itu, mempertahankan warisan turun temurun tanah leluhur masyarakat adat dusun banding agung kabupaten Kaur dari kesewenang-wenangan pemerintah merampas hak masyarakat melalui tindakan oknum aparat polisi kehutanan TNBBS.”

Di sisi lain, Kordinator tim penasehat hukum masyarakat adat Nusantara Bengkulu Fitriansyah, menyatakan kita akan terus memperjuangkan hak-hak hukum masyarakat adat dusun Banding Agung. “Terhadap putusan perkara ini, kami tim penasehat hukum menyatakan upaya hukum banding,” ungkapnya

Selain itu, menurut  Staf Advokasi pengurus wilayah AMAN Bengkulu Angga Septia, bahwa dalam dalam fakta persidangan, ke 4 warga yang ditangkap oleh Polhut TNBBS adalah komunitas masyarakat adat Semende Dusun Lamo Banding Agung yang memiliki sejarah asal-usul dan pewaris tata kelola lahan secara turun temurun. “Kasus ini menjadi persoalan serius atas kepentingan negara pada warga negara yang syah diakui didalam undang-undang pokok agraria tentang eksistensi masyarakat adat,” ungkap Angga Septia, “Dan kasus ini membuktikan pula adanya kesemrawutan penetapan kawasan taman nasional  TNBBS karena mengenyampingkan masyarakat yg secara turun temurun berada diwilayahnya,”

Akibat kesemrawutan tata kelola hutan, lanjut Angga Septia, masyarakat adat kembali menjadi korban. “Masyarakat adat Semende Banding Agung saat ini mengalami trauma yg sangat mendalam akibat operasi yang dilakukan pihak taman nasional,” tegas Angga Septia , “Pembakaran dan pengusiran dari wilayah adat sangat merendahkan martabat masyarakat adat Semende Banding Agung. Dan Putusan ini akan berdampak pada hilangnya hak konstitusional warga adat Semende banding Agung.”

Tinggalkan Balasan