Jaringan Akan Buat Peta Global Masyarakat Adat

Jaringan Akan Buat Peta Global Masyarakat Adat

Swiss 21 September 2013. Acara Interlaken Conference yang berlangsung di Swiss dari tanggal 19 s/d 20 September 2013 lalu, mendapat perhatian dan liputan media yang sangat luas. Selain itu Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat serta Upaya Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat menjadi topik yang hangat dibicarakan.

Pada acara pembukaan, Direktur Rights and Resources Initiative (RRI), Andy White secara khusus mengangkat soal Putusan Mahkamah Konstisi dalam sambutannya dan mengatakan bahwa “Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang hutan adat bukan hanya kemenangan AMAN dan Masyarakat Adat di Indonesia, tetapi juga kemenangan  seluruh dunia, kemenangan kita semua”

Salah satu yang akan menjadi kegiatan tindak lanjut dari Sesi Pemetaan dan Dokumentasi adalah akan dibuat sebuah Peta Global Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal se-Dunia. Peta ini akan menjadi alat yang sangat kuat untuk menyatakan di mana masyarakat adat (Indigenous Peoples) berada di muka bumi ini. Informasi yang akan dijadikan sebagai bahan pembuatan Peta Dunia tersebut adalah, (1) Titik Koordinat dan (2) Jumlah Penduduk.

Bank Dunia, PBB dan berbagai lembaga selalu  mengatakan bahwa ada sekitar 350 s/d 370 juta jumlah masyarakat adat di seluruh dunia dan ¾ nya berada di Asia. Angka-angka tersebut selama ini hanya sebuah perkiraan. Jika pembuatan peta global dimaksud selesai maka akan secara langsung menunjukkan berapa jumlah sesungguhnya masyarakat adat di dunia.  Bisa jadi kurang dari 350 juta atau bahkan lebih.

Kalau masyarakat adat di Indonesia masuk dalam peta global ini, akan membantu  menguatkan dialog dengan pemerintah Indonesia yang selama ini selalu menyangkal bahwa tidak ada Indigenous Peoples di Indonesia.***(Rukka Sombolinggi’-Yoga Kipli)

 

2 Komentar


  1. Pengakuan Pemerintah tentang masyarakat adat perlu diklarifikasi dengan adanya identifikasi dan definisi yang jelas tentang masyarakat adat. Fakta dilapangan menunjukkan hal-hal yang disyaratkan oleh uu 41 tentang keberadaan MA adalah benar adanya, tapi pengakuan selalu jauh dari harapan. Indentifikasi MA misalnya. Itu kewajiban atau hak siapa? Kalaupun kita menunggu masyarakat untuk terus berupaya mendapatkan pengakuan dari pemerintah sementara pemerintah acuh saja . apakah itu bisa dibenarkan. Kasusu batulasung adalah suatu usaha dari MA yang tak mendapat tanggapan dari pemerintah daerah meskipun dimana-mana menhut berkataa telah memberikan surat edaran kepada gubernur bupati, dan dinas kehutanan terkait untuk mengadakan identifikasi MA tetap juga sia-sia.


  2. I wish I could get more information about the indigenous people, then get more access to communicate with the world wide indigenous communities.

Tinggalkan Balasan