Aksi Hari Tani 2013
Jakarta 24-9-2013. Pada hari Tani Nasional para petani, buruh, nelayan menggugat janji Presiden SBY. Selama dua periode menjabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah 4 kali dalam pidato resminya menyampaikan janji pelaksanaan pembaruan agraria dalam bentuk redistribusi lahan, yakni pada tahun 2006, 2007, 2008 dan 2010.
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria No.5/ 1960 telah berumur 53 tahun, bahkan pada tahun 1963 saat lahirnya UUPA yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Tani Nasional oleh Presiden soekarno melalui Keputusan Presiden No.169 tahun 1963, hingga saat ini Undang-Undang Agraria tersebut tidak terlaksana dengan baik oleh pemerintah. Para petani masih belum sejahtera walaupun undang-undang itu sudah ditetapkan sejak tahun 1963. Awal September 2013 lalu konflik agraria di Indramayu mengakibatkan satu orang petani meninggal.
‘’Para petani, buruh, nelayan yang juga tergabung dalam Sekertariat Bersama (Sekber) yaitu; Serikat Petani Indonesia(SPI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Petani Pasundan (SPP), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Persatuan Pergerakan Petani Indonesia (P3I), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKW), Serikat Tani Indramayu (STI), Asosiasi Tani Nusantara (ASTANU), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), Aliansi Masyarakat Nusantara(AMAN), Serikat Hijau Indonesia (SHI), mahasiswa/i bahkan sekitar 62 anggota Sekber berjumlah 1000-an orang ikut dalam aksi ini,’’ kata Ahmad.
Menurut Sekjen, AMAN Abdon Nababan,”Aksi kemaren itu adalah aksi Hari Tani Nasional, aksi memperingati hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 tentang agraria atau UUPA lewat Keputusan Presiden Soekarno tahun 1963 yang menyatakan Hari Tani Nasional memang dimaksudkan memperingati tekad bangsa Indonesia untuk merawat, menjaga Republik Indonesia sebagai negara agraris. Negara yang hidupnya dari tanah, laut, hutan dan segala isinya. Persoalan yang kita hadapi sekarang tanah-tanah adat, hutan-hutan adat digusur izin-izin yang diberikan oleh pemerintah. Seperti izin HPH, HTI, Perkebunan Kelapa Sawit(PKS) dan pertambangan.
Hal Ini menyebabkan masyarakat adat yang tadinya hidup bergantung pada wilayah adatnya, kemudian tergusur dari tanahnya sendiri. Bahkan sebagian dipaksa menjadi buruh perkebunan, pertambangan, yang tadinya petani kini jadi buruh. Ini persoalan yang dihadapi masyarakat adat. Karena itu, Hari Tani Nasioanal menjadi penting bagi masyarakat adat, karena menyangkut persoalan-persoalan yang juga dihadapi masyarakat adat saat ini.
“ Aksi Hari Tani Nasional kemarin juga menunjukan pada pemerintah dan berbagai pihak, bahwa saat ini ada banyak konflik dan sengketa. Baik itu yang dihadapi oleh petani masyarakat adat maupun nelayan. Karena itu keterlibatan AMAN sangat penting. Sebab masyarakat adat sebagian besar adalah petani dan nelayan, mereka juga hidup dari tanah, itu alasan kita bergabung dalam aksi kemarin,” kata sekjen AMAN Abdon Nababan
Dalam kondisi ini petani merasa dirugikan, karena pemerintah dulu pernah berjanji akan menurunkan harga pupuk, benih dibagikan kepada para petani. Namun hingga kini janji tersebut hanyalah tinggal janji. Kemiskinan di negara ini masih belum teratasi oleh pemerintah, masih banyak rakyat yang tinggal di kolong jembatan, masih ada rakyat yang tak bisa makan, tak punya tempat tinggal. Namun pemerintah tidak memperdulikan semua itu, mereka lebih mementingkan kepentingan sendiri dengan cara korupsi uang rakyatnya,” ujar Abdon Nababan*** Yuliana Fransiska.