Arga do Haminjon Diangka na Bisuk Mar Roha
Sipituhuta 9 Juli 2013. Seiring perkembangan jaman, materi, pekerjaan serta status sosial seseorang saat ini adalah segalanya. Banyak masyarakat yang dulunya adalah anak desa pergi merantau dan mempunyai anak. Umumnya anak-anak yang lahir di perantauan tidak diajarkan lagi tentang adat istiadat atau silsilah keluarga sebagai jatidiri, akhirnya kehilangan nilai budaya masyarakat adat leluhurnya.
Namun berbeda dengan seorang perantau yang berinisial J Lumban Gaol, dia tinggal di ibukota dan bekerja pada sebuah lembaga non pemerintah yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Di tengah kesibukannya tersebut dia menyempatkan pulang kampung untuk melihat warisan orang tuanya yang sudah lama digarap oleh keluarga dekatnya.
Keturunan asli batak itu mengatakan perasaannya tidak dapat tenang melihat keadaan Bonapasogit (kampung halaman) yang saat ini sedang berjuang mempertahankan hak atas tanah adat. Saat bekerja dia terus teringat akan tombak haminjon (hutan kemenyan) warisan orang tuanya. Itulah alasan yang membuatnya pulang ke kampung halaman, demi melihat kondisi warisan tersebut. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa kehadiran pabrik bubur kertas (Toba Pulp Lestari) sangat meresahkan masyarakat adat di tanah batak.
Dalam perjalanan menuju tombak haminjon pria jebolan jurusan musik IKJ ini mampir di lapo tombak atau warung kopi di hutan menunggu saudara partombak (penyadap kemenyan) yang paham betul lokasi hutan. Setelah menunggu beberapa saat perjalanan ke hutan kemenyan dilanjutkan. Ditemani dua warga desa yang mengenal lokasi yaitu Pak Siregar (A. Suwito ) serta pak Nainggolan ( A.Sandro) dengan jarak tempuh sekitar tiga jam berjalan kaki dan medannya berat menantang.
Ditengah perjalanan pria berambut gondrong ini diajak A. Suwito untuk beristrahat di sebuah sopo Pondok di tengah hutan dan di suguhi sebuah kopi panggang ( daun kopi Arabika yang dipanggang) nikmat sekaligus membantu memulihkan tenaga sambil menikmati udara segar, membuat hati tenang.
Saat tiba di lokasi dia berkeliling mencari lokasi untuk menancapkan plang yang berisikan “ Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012” hutan adat Sipituhuta .
Dalam perjalanan pulang bertemu dengan seorang petani kemenyan yang juga satu marga dengannya , berpesan supaya menjaga dan melestarikan hutan kemenyan karena selain mata pencaharian utama yang memliki nilai jual tinggi, tumbuhan ini juga sebagai ciri khas serta identitas masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan Kabupaten Humbang Hasundutan. *** Lambok LG