Siaran Pers Bersama AMAN SAMDHANA, Perjuangkan Tanah Leluhur, Aleta Ba’un Raih Goldman Enviromental Prize 2013.

Siaran Pers Bersama AMAN SAMDHANA, Perjuangkan Tanah Leluhur, Aleta Ba’un Raih Goldman Enviromental Prize 2013.
aleta
Aleta Baun

Jakarta, 16 April 2013-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut gembira atas penghargaan Goldman Enviromental Prize 2013 kepada Aleta Ba’un yang biasa dikenal dengan Mama Aleta, yang juga anggota Dewan AMAN Nasional (DAMANAS) mewakili Region Bali Nusa Tenggara (Bali Nusra).

Mama Aleta terpilih melalui penjurian internasional berdasarkan nominasi rahasia oleh suatu jaringan kerja berbagai organisasi dan para penggiat di bidang lingkungan hidup. Mama Aleta menerima langsung Goldman Environmental Prize 2013 dalam satu upacara khusus pada hari Senin 15 April 2013, di San Francisco Opera House, Amerika Serikat sekitar pukul 17.00 waktu San Fransisco atau pukul 07.00 WIB (16/4).

Goldman Environmental Prize 2013 merupakan Hadiah Lingkungan Hidup yang diberikan setiap tahun kepada pahlawan lingkungan hidup, masing-masing mewakili enam kawasan besar di dunia.

“Saya gembira, ini penghargaan yang pantas buat Mama Aleta. Beliau merupakan Perempuan Adat yang menjadi pemimpin dan memilih menggerakkan perempuan ditengah struktur sosial yang lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Mama Aleta berhasil menggerakkan Masyarakat Adat Mollo untuk kembali  percaya pada kekuatan ritual sebagai media yang mempersatukan perjuangan bersama antara masyarakat adat dengan para leluhurnya, salah satunya melawan agresi pembangunan yang masuk dalam bentuk tambang marmer. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga Goldman karena ini kali ketiga pemimpin pergerakan Masyarakat Adat Nusantara menerima Goldman Environmental Prize. Sebelumnya dimenangkan oleh Bapak (alm) Loir Botor Dingit, Kepala Adat Besar Masyarakat Adat Dayak Bentian dari Kalimantan Timur pada tahun 1997 dan Mama Yosepha Alomang dari Orang Amungme di Papua pada tahun 2001” papar Abdon Nababan, Sekjen AMAN.

Seorang Mama Aleta, perannya begitu penting dalam mempertahankan identitas dan keluhuran Masyarakat Adat Mollo, di kaki Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Wilayah yang pada masanya subur dengan tumbuhan pinang, jeruk, mangga, nangka, kentang, juga tanaman untuk obat tradisional, sayur-mayur, dan tanaman sejenis eucalyptus. Keinginannya sederhana, agar masyarakat setempat tidak kehilangan sumber pangan, identitas dan budaya daerah

Hidup Masyarakat Adat Mollo terkait erat dengan sumber daya alam yang dianggap sakral. Mereka mengumpulkan makanan dan obat-obatan dari hutan, bercocok tanam di tanah subur dan panen dari tanaman pewarna alami yang mereka butuhkan untuk menenun.

Kegigihan perempuan kelahiran Lelobatan, Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, 16 Maret 1963 itu mempertahankan tanah leluhurnya dan membangun solidaritas dan menjadi inspirasi bagi kaum tani dan masyarakat adat, khususnya kaum perempuan adat, telah membawanya meraih penghargaan lingkungan hidup “Goldman Environmental Prize 2013”.

“Kita sangat berterimakasih mendapatkan seorang Ibu di Pegunungan Timor sebagai kebanggaan Indonesia. Penghargaan ini merupakan bentuk penghargaan atas semua perjuangan ibu-ibu petani dan Masyarakat Adat Nusantara yang Mama Aleta wakili sebagai pahlawan dalam pertahanan budaya, pangan, penghidupan berkelanjutan, pemeliharaan dan pengelolaan alam. Ternyata perjuangan beliau dihargai oleh dunia luas lingkungan hidup,” Jelas Antoinette G. Royo, Direktur Eksekutif Samdhana Institute. Lembaga pendukung dan pengusul Mama Aleta ke Goldman Environmental Prize.

Perjuangan Mama Aleta telah dimulai pada 1990-an, ketika Gunung Batu Anjaf dan Nausus mulai dirambah industri tambang dan industri kehutanan. Gunung Batu anjaf untuk dikeruk (dibelah) dan diolah menjadi batu marmer.

Batu, bagi orang Timor adalah batu nama. Nama marga ada pada batu-batu itu. Kalau batu nama itu dihilangkan, maknanya sama dengan menghilangkan identitas orang Timor.

Perjuangan Mama Aleta dan Masyarakat Adat Mollo selama 11 tahun mulai membuahkan hasil pada 2007, dengan dihentikannya operasi tambang di daerah tersebut. Mama Aleta secara damai menduduki tempat-tempat penambangan marmer dengan aksi yang disebut “protes sambil menenun.” Perusakan tanah hutan yang sakral di Gunung Mutis, Pulau Timor akhirnya bisa dicegah.

Didirikan sejak 1989 oleh beberapa tokoh masyarakat seperti Richard dan Rhoda Goldman dari San Francisco, Goldman Enviromental Prize saat ini memasuki tahun ke-24. Selain Mama Aleta, Goldman Enviromental Prize 2013 diberikan kepada Jonathan Deal (Afrika Selatan), Azzam Alwash (Irak), Rossano Ercolini (Italia), Kimberly Wasserman (AS) dan Nohra Padilla (Kolombia).

Kontak:

Abdon Nababan, Sekjen AMAN : abdon.nababan@aman.or.id , +62811111365

Antoinette G. Royo, Executive Director, Samdhana Institute: nonette@samdhana.org

[englis]

 

 

Tinggalkan Balasan