16 Warga Pandumaan-Sipituhuta Beralih Status Menjadi Tahanan Luar

16 Warga Pandumaan-Sipituhuta Beralih Status Menjadi Tahanan Luar
PRESS RELEASE
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

16 warga Pandumaan dan Sipituhuta yang ditahan di Mapolda Sumatera Utara sejak 26 Februari 2013, akhirnya dikeluarkan pada 11 Maret 2013 dengan status tahanan luar dan wajib lapor sekali seminggu. Tuduhan yang dikenakan kepada warga, yakni pasal 170 KUHP (15 orang); pasal 160 KUHP (1 orang/Pdt.Haposan Sinambela).

Sebelumnya, ada 31 warga yang ditangkap aparat (Brimob) secara paksa karena berupaya melarang pekerja PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) melakukan aktifitas penebangan, penanaman, dan pemupukan di areal Tombak Haminjon (hutan kemenyan), wilayah adat yang sudah mereka miliki secara turun temurun selama 13 generasi dan merupakan sumber mata pencaharian utama mereka.

Atas desakan warga dan desakan berbagai jaringan, pada malam harinya 15 warga dibebaskan. Namun 16 orang dibawa ke Mapolda Sumatera Utara (sekitar 280 km, 7 jam perjalanan dengan mobil).

Atas pemindahan 16 warga ini, maka pada 5 Maret 2013, warga dua desa bersama berbagai elemen jaringan melakukan demonstrasi serentak, yakni: (1) di Kantor Bupati Humbang Hasundutan; (2) di Mapolda Sumatera Utara; (3) di Kementerian Kehutanan (Jakarta). Ketiga aksi ini menuntut pembebasan 16 warga dan adanya pengakuan tanah adat dengan mengeluarkan areal tersebut dari konsesi TPL dan kawasan hutan negara.

Di samping ketiga aksi tersebut, kecaman keras datang dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang juga menggalang berbagai dukungan baik dari tingkat nasional, regional, maupun internasional dan menyurati pihak-pihak terkait seperti: Kapolri, Dewan Kehutanan Nasional, Menteri Kehutanan, KomnasHAM, dan pemerintah daerah Sumatera Utara.

Ketika negosiasi di Mapoldasu, Wakapolda berkeras bahwa kasus ini akan tetap diproses secara pidana, dan menyarankan agar pihak keluarga korban membuat surat permohonan penangguhan penahanan ke Polres.

6 Maret 2013, pihak keluarga korban menyampaikan surat permohonan penangguhan penahanan ke Polres. Hasilnya, pada 11 Maret 2013, 16 warga yang ditahan di Mapolda Sumatera Utara dikeluarkan dengan status tahanan luar.

Sejak konflik ini terjadi, Juni 2009, masyarakat adat dua desa ini sembari bekerja menyadap getah kemenyan, selalu berjaga-jaga di lahan. Mereka sangat khawatir terhadap pihak TPL yang tetap berupaya melanjutkan aktifitas penebangan di lahan mereka, meskipun sudah ada kesepakatan stanvast.

Namun sejak September 2012, pihak TPL melalui kontraktornya, CV Sumber Jaya, milik salah seorang anggota DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan, kembali melakukan penebangan di lahan. Warga sudah berkali-kali melaporkan hal ini ke pihak kepolisian dan pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan. Dan atas pengaduan warga, maka pada 30 Januari 2013, Kapolres bersama Uspida Kabupaten Humbang Hasundutan telah melakukan investigasi ke lapangan, yang dilanjutkan dengan dialog (pertemuan) bersama warga di kantor TPL sektor Tele. Kesepakatan pada dialog ini: akan diadakan musyawarah bersama para pihak tentang rencana pihak TPL yang akan melakukan penebangan pohon eucalyptus yang berada di wilayah adat warga dua desa tersebut.

Musyawarah belum berlangsung, namun pada tanggal 21-22 Januari 2013, pihak TPL melalui kontraktor lainnya, yakni CV Rolan, sudah melakukan aktifitas kembali di areal Dolok Ginjang dan Aek Sulpi. Warga pun kembali melarang para pekerja ini, dan meminta para pekerja meninggalkan wilayah adat tersebut. Namun berkali-kali dilarang, pihak TPL masih tetap melanjutkan aktifitasnya di lahan tersebut dengan dalih bahwa pihaknya sudah memperoleh RKT 2013 (Rencana Kerja Tahunan) di wilayah tersebut dari kementerian kehutanan.

Informasi lebih lanjut:
Suryati Simanjuntak, KSPPM
yatisimjtk@yahoo.com