Istilah energi terbarukan mulai digencarkan oleh lembaga-lembaga dan aktivis lingkungan lingkungan pada satu dasawarsa ini. Energi terbarukan merupakan energi yang berasal dari alam yang dapat diperbaharui secara alamiah, tidak seperti energi fosil (batu bara) yang tidak dapat diperbaharui dan membutuhkan proses ribuan tahun. Energi terbarukan juga sebagai solusi pemenuhan kebutuhan energi & peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat adat. Inilah bahan untuk masyarakat adat dapat mewujudkan Green Economy (Ekonomi Hijau).
Beberapa ahli lingkungan turut mensosialisasikan energi terbarukan dan Green Economy dalam acara sarasehan berjuluk “Green Economy Ala Masyarakat Adat” (20/2/13) di Aula Parampang Tarung. Arimbi Heroepoetri menjelaskan tentang “analisis MDDG’s (Millenium Development Goals) dan Masyarakat Adat di Nusantara”. MDG’s berprioritas mengentaskan kemiskinan dengan dua sasaran utama yaitu menurunkan dari separuh penduduk yang penghasilannya kurang dari 1 doalr AS perhari pda tahun 2015 dan kedua adalah menurunkan separuh jumlah penduduk yang menderita kelaparan pada tahun 2015.
Nur Amalia memfokuskan pada energi terbarukan dengan berbagai jenis yang dapat diberdayakan diantaranya: Solar Cell (tenaga matahari), tenaga angin yang dapat menghasilkan listrik dengan kincir angin seperti yang dilakukan masyarakat adat petani garam Madura dan beberapa daerah, tenaga air mykrohydro yang sudah terbanyak berkembang di Jawa, Sumatera & Sulawesi, hanya kurang diberdayakan di Kalimantan dan Papua, Bioenergy, tenaga laut dan Geonthenal (panas bumi). Lalu, mengapa masyarakat adat harus mulai beralih ke energi terbarukan?.
“setiap tahun terjadi peningkatan 7% terhadap konsumsi energi dan ketergantungan yang tinggi atas bahan bakar fosil sedangkan disisi lain ketersediaan sumber energi terbarukan sangat banyak dan belum dioptimalkan” jelas Nur Amalia. Oleh karena itu dibutuhkan perubahan paradigma khususnya dari masyarakat adat terhadap energi terbarukan dengan cara pemenuhan kebutuhan energi pribadi menjadi pemenuhan yang dilakukan bersama, pengunaan energi terbarukan dalam satu komunitas adat dan mampu memanajemen dan pengelolaan energi yang harus dikelola dengan nilai-nilai lokal.
Korelasi dengan kedaulatan energi di masyarakat “Pembangunan energi di masyarakat adat” dibagi atas investasi dan konsumsi yang seharusnya teknologi Green Economy dapat dibawa sedekat mungkin kepada sumber daya alam dan komunitas lokal. Tri Mumpuni selaku enterpreuner lingkungan mengungkapkan, “saat ini ada Red Economy dengan paradigma dominasi investor dan Green Economy dengan paradigma kemitraan komunitas. Untuk Green Economy salah satu caranya, masyarakat adat menggunakan teknologi mikrohidro dan kapasitas komunitas lokal” tutur Tri. Secara teknik pemberdayaan kesulitannya mencapai 30% dan aspek kesadaran masyarakatnya mencapai 70%. Untuk menggunakan teknologi ini salah satu dasar yang dibutuhkan adalah “mempertahankan hak kepemilikan lokal masyarakat adat”.
“Energi Terbarukan sebagai Solusi Pemenuhan Kebutuhan Energi dan Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Adat” dipaparkan Asep Suntana sebagai optimalisasi penggunaan bioenergi untuk pemenuhan kemandirian energi masyarakat adat. Disini ada 4 topik yakni kemiskinan energi, implementasi kekuatan berbasis biomassa & tantangan dan pembelajaran & tantangan bantuan luar negeri dalam kebutuhan energi.
Suntana mengingatkan, tidak bijak jika Indoneisa menjadi Paradox Of Plenty (Tikus Mati Di Lumbung Padi) karena kutukan sumber daya sebab kita tidak arif memanfaatkan sumber daya energi. Kedaulatan energi adalah kemandirian dan membutuhkan peran AMAN untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat. Gerakan masyarakat adat dalam memengaruhi kebijakan menurut Abdul Wahid Situmorang berkaitan dengan tata kelola hutan yang partisipatif bersama rekomendasi untuk penguatan kampung masyarakat adat atau lokal.
“masyarakat adat itu jika mempertahankan adat istiadatnya, dipastikan kewajiban adatnya akan dilaksanakan seperti salah sataunya Green Economy dengan kontrol sosial yang kuat terhadap alam dan perubahan menuju Green Economy sangat potensial dikelola oleh masyarakat adat” ungkap Abdon Nababan selaku SEKJEN AMAN.
Adapun strategi masyarakat adat dalam menghadapi rejim baru ekonomi hijau (Green Economy) diantaranya: Pertama, pemetaan wilayah adat, dalam 6 bulan ini AMAN telah menuntaskan 6 juta hektar wilayah adat untuk pemetaan wilayah adat dan kedepannya pemetaan ini merupakan sebuah keharusan. Kedua, kembali menggulirkan pertemuan masyarakat adat termasuk membicarakan hal-hal substansial seperti energi terbarukan, Ketiga, berinteraksi dengan pemerintah dan Keempat, komunikasi seperti penguatan informasi komunikasi di kalangan masyarakat adat juga masuk ke media mainstream. Konteks Green Economy membuat wilayah-wilayah masyaakat adat menjadi produktif tanpa adanya racun-racun Red Economy (ekonomi merah) yang hanya mementingkan investasi dan keuntungan.//*****RSA