Banyuwangi – Bertempat di Sawah Art Space, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Pengurus Daerah AMAN Osing Banyuwangi meresmikan berdirinya Sekolah Adat “Pesinauan” pada hari Minggu kemarin (24/1/2021). Pesinauan yang memiliki arti tempat belajar merupakan pusat belajar dan transfer pengetahuan terkait adat-istiadat, kesenian, pertanian, bahkan kuliner tradisional bagi generasi muda Masyarakat Adat Osing.
Ketua BPH PD AMAN Osing Banyuwangi, Agus Hermawan mengatakan berdirinya sekolah adat ini dalam rangka mempertahankan dan melestarikan adat dan tradisi Masyarakat Adat Osing di seluruh Banyuwangi.
“Sekolah ini adalah hasil inisiatif bersama untuk membentuk sekolah adat Osing, dan lahirlah Sekolah Adat bernama Pesinauan ini,” kata Agus.
Sekolah adat ini juga merupakan wadah kegiatan yang sebelumnya sudah berjalan oleh sejumlah komunitas dan pemuda. Seperti latihan mocoan lontar yusuf dan gerak dasar tari tradisi yang diikuti anak-anak muda.
Agus menjelaskan sejumlah hal yang berkaitan dengan kearifan lokal akan diajarkan di sekolah ini agar dapat dipahami oleh generasi muda. Termasuk membahas tentang konsep pertanian masyarakat Osing dengan mengandalkan pupuk organik.
“Kearifan lokal ini juga akan membahas bagaimana tradisi Masyarakat Adat Osing dalam mengelola Wilayah Adatnya,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, selain berkonsepkan alam, sekolah ini juga memanfaatkan potensi masing-masing komunitas adat. Sehingga kedepan dalam perkembangannya setiap komunitas adat diharapkan memiliki kegiatan pembelajaran serupa yang dapat menjadi sarana dalam mentransfer pengetahuan adat kepada generasi muda.
“Di Sawah Art Space ini hanyalah salah satu lokasi pembelajaran sekaligus sekretariatnya, namun untuk ruang kegiatan belajar mengajar juga akan dilaksanakan di kampung adat Osing lainnya dengan waktu pelaksanaanya yang sangat fleksibel,” jelas Agus.
Agus menambahkan, perkembangan pariwisata di bidang sosial budaya Banyuwangi yang luar biasa ini harus diimbangi dengan pemahaman yang cukup supaya tidak melenceng dari konsep tradisi itu dilaksanakan.
“Misalnya tradisi kebo-keboan atau seblang ini anak-anak harus diberi pemahaman, bahwa traidisi itu bukan hanya sekedar pementasan, namun ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” lanjutnya.
Pihaknya kawatir jika nilai luhur secara turun temurun itu hilang, generasi muda mengenal tradisi hanya sebatas pementasan. “Jika itu terjadi maka munculah yang namanya proses degradasi budaya,” tambahnya.
Senada dengan Hasan Basri Ketua DKB (Dewan Kesenian Blambangan) menilai sekolah adat ini merupakan salah satu bentuk upaya memperkuat sisi dalam ritual adat. Apalagi saat ini ritual adat sudah didukung oleh pemerintah daerah dalam bentuk promosi pariwisata yang tergabung dalam Banyuwangi Festival.
“Banyuwangi Festival sudah berhasil meselebrasi ritual adat yang berdampak positif bagi perekonomian, tetapi kita tidak boleh lengah untuk juga memperkuat pelaku, nilai, norma, dan filosofinya,” ungkap Hasan.
Budayawan yang juga merupakan Dewan AMAN Daerah Osing ini optimis, Sekolah adat Pesaunan dapat menjadi penggerak bagi anak-anak muda untuk dapat terus mewarisi dan menjalankan nilai-nilai adat-istiadatnya. Sebab menurutnya, selebrasi adat yang dinilai sudah berhasil ini harus diimbangi dengan pondasi kesadaran untuk menjalankaan nilai-nilai adat itu sendiri.
Dia berharap eksistensi kegiatan pembelajaran yang mengangkat kearifan lokal ini terus berjalan dan berkembang di setiap komunitas adat. “Semoga sekolah adat ini terus aktif dan Pesinauan ini dapat terus terjaga,” harapnya.
**Akbar Wiyana – Infokom PD AMAN Osing