Supriyadi Sudirman
Infokom AMAN Maluku Utara
Menjelang diselenggarakannya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke VI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar serial webinar pertama pada Senin 10 Agustus 2020. Sarasehan ini mengambil topik tentang “Gerakan Kedaulatan Pangan dan Ekonomi Masyarakat Adat”.
Menurut Arifin Saleh, yang menjadi moderator webinar, topik ini dipilih untuk memahami keberagaman pangan yang ada di Masyarakat Adat di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini. “Selain itu, diharapkan agar webinar ini dapat menjadi ruang berbagi pengalaman tentang ekonomi Masyarakat Adat serta pengelolaan wilayah adat yang berkeadilan,” jelas Arifin saat membuka acara diskusi daring tersebut.
Dalam pengantarnya, Deputi Sekjend AMAN Bidang Ekonomi, Mirza Indra mengharapkan agar sarasehan tentang pangan dan ekonomi Masyarakat Adat dapat menjadi rekomendasi menuju tercapainya Kedaulatan Pangan bagi Masyarakat Adat.
“Wilayah adat memiliki potensi sumberdaya yang melimpah. Antara lain sumber daya alam, sumber daya budaya, spritual, ekonomi dan politik, Kebudayaan, Spritual, ekonomi dan politik. Semua ini adalah aset menuju Kedaulatan Pangan bagi Masyarakat Adat,” tegas Mirza.
Sementara itu, Sekjend AMAN Rukka Sombolinggi, kembali menegaskan bagaimana melihat pandemi global Covid-19 sebagai jawaban atas persoalan. “Bukan hanya mengekspos berbagai persoalan yang dialami oleh Masyarakat Adat, tetapi membongkar semua borok persoalan global. Termasuk persoalan terkait bumi kita, perubahan iklim dan persoalan tentang kemanusiaan kita,” tegas Rukka dalam sambutannya sebagai pembicara utama.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Padjajaran Prof. Dr. Zuzy Anna, mengatakan, kondisi krisis seperti saat ini seharusnya menjadi peringatan bagaimana model perumusan kebijakan. “Sekarang itu, saatnya mengubah pola perumusan kebijakan menjadi inklusif. Terutama memikirkan kelompok-kelompok yang terdampak langsung dari kebijakan tersebut. Seperti Masyarakat Adat,” jelasnya.
Menurut Direktur SDGs Center Universitas Padjajaran ini, yang selama ini yang terjadi adalah kebijakan yang berbasiskan pada investor-based review dan mengacuhkan society-based review. Hal tersebut berakibat pada kegagalan pemerintah untuk melihat keuntungan dari society-based review, yang ternyata jauh lebih menguntungkan secara ekonomi, ekologis dan sosial budaya.
“Saat melakukan riset tentang valuasi ekonomi Masyarakat Adat di enam komunitas pada tahun 2018, kami menemukan ada potensi pemanfaatan ekonomi secara berkelanjutan dan inklusif. Artinya ia ramah lingkungan dan melibatkan Masyarakat Adat sebagai bagian integral,” jelas Prof. Zuzy. “Angkanya secara kumulatif bahkan jauh lebih besar dari PAD (Pendapatan Asli Daerah -red). Artinya, peluang ini benar-benar visible.”
Prof. Zuzy Anna juga menekankan bahwa pelibatan Masyarakat Adat dan pengintegrasian prinsip-prinsip etis berkelanjutan dari komunitas-komunitas adat, merupakan hal yang selama ini luput dalam pembuatan kerangka kerja pemerintah.
“Pemerintah masih menutup mata bahwa relasi Masyarakat Adat dengan alam adalah relasi simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan. Relasi yang serupa dapat diterapkan antara program-program pengembangan kapasitas ekonomi Pemerintah dengan komunitas-komunitas adat yang merupakan pemilik dan penjaga wilayah adat tersebut,” tegas Prof Zuzy Anna.