Supriyadi Sudirman
Infokom PW AMAN Maluku Utara
Setiap pada 9 Agustus semua Masyarakat Adat di seluruh dunia merayakan hari Masyarakat Adat Sedunia yang di tetapkan oleh PBB. Merespon hal itu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) selalu merayakan hari spesial yang disingkat menjadi HIMAS atau Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia.
Namun perayaan kali ini berbeda dengan perayaan pada umumnya. Jika, setiap 9 Agustus Masyarakat Adat bertemu dan berkumpul pada satu forum khusus, namun rangkaian perayaan HIMAS kali dilaksanakan secara virtual. Hal ini dilaksanakan dengan penyesuaian di tengah situasi panndemi COVID-19 yang hingga saat ini belum mereda. Jadi seluruh rangkaian HIMAS dilaksanakan secara daring (online).
“COVID-19Resiliensi Masyarakat Adat” merupakan tema HIMAS tahun ini yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Tema ini diadaptasi ke situasi nasional di Indonesia oleh AMAN sebagai “Kedaulatan Pangan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat”.
Lewat layar kaca, Sekretaris Jendral (Sekjend) AMAN, Rukka Sombolinggi menyampaikan pidatonya untuk HIMAS 2020.
“Mari kita serukan semangat dan doa kepada seluruh pasukan Unit Tanggap Darurat AMANkan COVID-19 yang saat ini sudah dan tetap bekerja keras untuk memastikan Masyarakat Adat se-Nusantara tetap diberi kesehatan dan kekuatan untuk terus bertahan menghadapi pandemi yang belum berakhir saat ini,” ucap Rukka dalam pembukaan pidatonya.
Rukka juga menegaskan bahwa perjuangan panjang AMAN hari ini secara organisasional merupakan kelanjutan dari perjuangan panjang yang dirintis oleh para pendahulu dan pejuang Masyarakat Adat yang telah bertarung, jauh sebelum AMAN berdiri. “Sehingga, berdirinya AMAN di Maret 1999 merupakan estafet keberlanjutan yang pondasinya merupakan koleksi dari berbagai perjuangan tersebut,” tegas Rukka, perempuan adat asal Toraja, Sulawesi Selatan.
Termasuk perayaan HIMAS yang kini setiap tahunnya dirayakan pada 9 Agustus. Penetapan HIMAS sendiri merupakan monumen pengingat ketika secara internasional, pertemuan perdana tim kerja Masyarakat Adat dilakukan.
Dalam pidatonya, Rukka juga mengapresiasi daya lenting komunitas-komunitas adat menghadapi pandemi global. Dalam situasi yang tidak ideal karena wabah COVID-19, namun komunitas-komunitas Masyarakat Adat yang memiliki kedaulatan atas wilayah adatnya terbukti mampu untuk mencukupi pangan mereka.
“Itulah mengapa pandemi COVID-19 memberi kita jawaban sekaligus petunjuk ke arah yang lebih baik. Di mana kita harus tetap hidup menjaga ibu bumi dan adil dengan sesama manusia,” papar Rukka. “Catatan kritis di tengah pandemi saat ini sekaligus memberi kita jawaban agar memikirkan cara hidup yang berkelanjutan.”
Catatan atau petunjuk dan jawaban itu menurut Rukka terutama bertumpu pada kedaulatan Masyarakat Adat atas wilayah adatnya. Temuan Tim Tanggap Darurat AMAN menguatkan klaim ini, di mana Masyarakat Adat yang mampu bertahan di tengah tengah krisis saat ini adalah mereka yang masih menjaga keutuhan wilayah adat-nya.
“Jadi, Masyarakat Adat beserta wilayah adatnya yang masih bertahan sebagai sentral produksi dan lumbung pangan ini terbukti menyelamatkan warga Masyarakat Adat-nya bahkan menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman krisis pangan,” jelas Rukka.
Sebaliknya, Masyarakat Adat yang tanahnya sudah dirampas oleh perusahaan dan pemerintah dan menjadi buruh petani kelapa sawit tidak memiliki daya tahan menghadapi krisis pangan akibat pandemi yang berkepanjangan. “Masyarakat Adat yang sudah tidak berdaulat atas wilayah adatnya bernasib sama dengan mereka yang hidup di perkotaan. Mereka tidak akan sanggup bertahan dalam jangka panjang. Sementara kota sendiri saat ini, merupakan tempat paling tidak aman di tengah gempuran wabah,” jelas Rukka.
Poin yang tak kalah pentingnya adalah saat Sekjend AMAN menggarisbawahi soal solidaritas lintas sektor. “Selama masa pandemi ini kita juga membuktikan bahwa rasa senasib sepenanggungan antara Masyarakat Adat, petani, nelayan dan buruh mampu membuat kita bertahan,” tutur Rukka. “Saya menyampaikan rasa hormat terhadap serikat-serikat petani yang menggerakkan lumbung agraria untuk membantu kawan-kawan buruh yang mengalami kesulitan akses terhadap pangan di masa pandemi.”
Solidaritas ini dipungkasi dengan seruan Sekjend AMAN agar Masyarakat Adat bersama petani, buruh, nelayan dan kaum miskin kota agar memanfaatkan momentum ini untuk terus gotong-royong. “Mari kita semua bergerak bersama memutuskan lingkaran setan ekonomi kapitalistik dan neoliberal yang selama ini telah menindas kita semua,” seru Rukka.
Di dalam pidatonya, Rukka juga memaparkan tentang satu babak sejarah baru, di mana kapitalisme sedang mengalami krisis yang sangat besar. “Paradigma pembangunan yang mengandalkan ekonomi-politik neoliberalisme yang selama ini dipraktekkan oleh rezim kapitalisme global telah gagal total. Gagal membangun kesejahteraan bagi kita semua. Pabrik ditutup, industri skala besar terancam bangkrut, PHK massal terjadi dimana-mana, biaya hidup warga perkotaan meningkat, tingkat pengangguran di dunia dan di Indonesia terus meningkat pesat,” jelas Rukka.
Hal ini menurut Rukka diakibatkan oleh tidak adanya mitigasi yang kuat dan langkah-langkah konkrit yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah PHK massal, termasuk mengatasi dampak lanjutan dari PHK tersebut sebagai akibat dari pandemi. “Jadi selama ini, selalu ada propaganda pembangunan yang menyebut bahwa perusahaan menciptakan lapangan kerja dan menjamin kehidupan, yang terbukti hanya isapan jempol belaka,” tegas Rukka.
Momentum HIMAS ini juga digunakan Sekjend AMAN untuk mengingatkan agar kita semua tak boleh menutup mata atas berbagai bencana iklim yang melanda dunia dan tanah air kita. “Musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya, banjir besar dan tanah longsor sedang terjadi di mana-mana membuat kita semua semakin terancam,” kata Rukka. “Kita tidak boleh mengingkari bahwa ini semua karena salah urus oleh pemerintah yang secara serampangan melegalkan izin ekploitasi kepada perusahaan-perusahaan yang rakus.”
Menurut Rukka, sekarang adalah saat yang paling tepat bagi kita semua untuk membuka mata atas krisis yang melanda kehidupan kita ini. “Kita mesti segera memulai cara pandang baru untuk tatanan kehidupan yang berkelanjutan dan berkeadilan,” pungkas Rukka