Budi Baskoro
Infokom AMAN Kotawaringin Barat
Ada sebuah ironi yang dialami Pemuda Adat. Banyak dari mereka yang tinggal di pedalaman, lalu pergi ke kota, untuk mengubah nasib. Namun itu tidak semua berhasil. Sementara kampung halaman, tempat beragam komunitas adat Nusantara tersebar, kondisinya banyak yang malah memprihatinkan. Hutan, tanah, dan airnya tereksploitasi, dan Masyarakat Adat, termasuk Pemuda Adat tersingkirkan dalam ruang hidupnya sendiri.
Kondisi tersebut disampaikan Jakob Siringoringo, Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dalam Webinar Nasional Seri II, bertemakan “Dinamika Kebangsaan dan Masa Depan Gerakan Masyarakat Adat” yang diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kamis 20 Agustus 2020. Webinar ini merupakan rangkaian dari Rapat Kerja Nasional VI (Rakernas VI) AMAN yang akan dilaksanakan pada 17 November 2020.
“Berharap bisa sukseslah, sejahtera. Tapi enggak juga ketemu-ketemu. Itu orang-orang tertentu saja yang selain pendidikannya tinggi dan aksesnya punya previllage atau keistimewaan. Bagi Pemuda Adat, itu enggak semua,” ucap Jakob.
Berangkat dari kondisi tersebut, Pemuda Adat dari Tano Batak ini bersama organisasi yang dipimpinnya menginisiasi sebuah gerakan yang disebut Gerakan Pulang Kampung. Jakop menjelaskan, gerakan pulang kampung merupakan arus balik.
“Antitesis dari terma ilmu pergi. Anak-anak muda berlomba-lomba meninggalkan kampung, merantau, melanjutkan studi, bahkan dari SMA. Gerakan pulang kampung adalah sikap bahwa kita sebagai generasi penerus Masyarakat Adat, pada dasarnya adalah pewaris hak-hak kita, sebagai Masyarakat Adat,” bebernya.
Jakob mengakui, hak-hak tersebut dulunya tak tergambarkan pada mereka sebagai hal yang penting dan fundamental. “Tahunya bersekolah, mendapat gelar, bekerja di perkantoran, atau perusahaan di perkebunan besar, sebagai PNS atau aparat negara. Itu saja pada umumya yang kita dapat, yang membawa kita sampai bisa berpikir untuk menentukan masa depan kita,” sambungnya.
Ia menyesalkan, di sekolah hanya belajar ilmu orang luar, sementara pada saat bersamaan kebijakan-kebijakan politik sangat merugikan masyarakat kampung. “Perampasan-perampasan hak-hak Masyarakat Adat itu terjadi.”
Jakob menegaskan, rerakan pulang kampung itu arus menjur identitas, pencarian jati diri sebagai Pemuda Adat. “Teman sebaya kami pun melihat itu hal nyeleneh. Tapi dalam tiga tahun terakhir, teman-teman Pemuda Adat malah berbangga kembali ke kampung.”
Ia mencontohkan sudah muncul cerita suksesa kembalinya Pemuda Adat ke kampung. “Misalnya soal kedaulatan pangan. Teman-teman di kampung berkebun, megang cangkul. Itu jadi keren. Itu berkolerasi dengan kemandirian ekonomi.”
“Di kota tidak 100 menjamin. Wilayah adat itulah yang menjamin masa depan kita. Ini nyawa bagi masa depan penerus Masyarakat Adat. Ini penguatan bagi Masyarakat Adat ke depan. Memperkuat kampung. Kami percaya itu di tangan kita,” pungkasnya, optimis.