BENGKULU – Badan Pekerja Harian (BPH), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Bengkulu, Deftri mengungkapkan hasil riset yang mereka lakukan perkebunan skala besar perparah ancaman krisis pangan dalam Pandemi Covid-19.
“Kami melakukan riset pada sejumlah komunitas Masyarakat Adat di Bengkulu dari sisi penguasaan wilayah adat dan akses terhadap lahan, hasil menunjukkan sejumlah komunitas yang berdampingan dengan perusahaan perkebunan adalah komunitas yang paling rentan terancam krisis pangan bila pandemi Covid-19 berlangsung panjang,” sebut Deftri, Sabtu (30/5/2020).
Metode riset yang dilakukan menggunakan wawancara dan keterlibatan langsung yang dilakukan AMAN Bengkulu menghasilkan tiga kriteria kondisi pangan komunitas adat. Kriteria pertama komunitas yang berkelimpahan sumber pangan. Kriteria ini umumnya dimiliki oleh komunitas adat yang mempunyai kedaulatan lahan, tanah adat dan hutan. Kriteria kedua cukup sumber pangan bila lahan yang dimiliki dimanfaatkan secara maksimal.
“Mereka punya tanah atau lahan yang masih bisa dimaksimalkan untuk menghasilkan sumber pangan di masa pandemi,” sebut Deftri.
Ketiga adalah kelompok paling rentan pangan. Kelompok ini tidak memiliki lahan, tidak memiliki akses terhadap tanah.
“Umumnya kelompok masyarakat adat ini adalah komunitas adat yang di wilayah adatnya hadir perusahaan, termasuk perusahaan skala besar yang banyak memakai lahan dan tanah milik masyarakat adat,” lanjutnya.
Di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu terdapat komunitas adat Serawai Semidang Sakti harus bernegosiasi dengan perusahaan sawit untuk meminjam sedikit lahan agar masyarakat adat bisa bertanam tanaman pangan sebagai antisipasi Covid-19.
“Masyarakat Adat negosiasi pinjam lahan sawit untuk menanam ketela, jagung. Padahal sejarah menyebutkan lahan perusaahan itu milik masyarakat adat serawai semidang sakti,” ungkap Deftri.
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Kaur. Sejumlah komunitas adat tidak memiliki lahan untuk memperkuat ketahanan pangan karena wilayahnya hadir perusahaan perkebunan.
“Masyarakat Adat harus mandiri tidak selamanya bantuan pangan dari pemerintah tersedia, lebih dari itu kita mendorong justru Masyarakat Adat dapat menyuplai kebutuhan pangan untuk negara,” ujarnýa.
Sejauh ini kata Deftri pihaknya telah mendorong seluruh komunitas adat untuk melakukan optimalisasi pengelolaan lahan sebagai antisipasi ketahanan pangan selama pandemi covid-19.
“Kami memiliki data wilayah mana saja yang dalam beberapa bulan bahkan kini telah mengalami krisis pangan,” ujarnya.
Mendorong Pemda Lebong
Sementara itu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Daerah Lebong, Bengkulu, menginisiasi optimalisasi 9.500 hektare lahan pertanian sebagai lumbung ketahanan pangan untuk hadapi pandemi Covid-19.
“Program ini sebenarnya awalnya lahir dari diskusi dengan dinas LHK, ketahanan pangan dan bupati. AMAN melihat Pemda Lebong harus mengantisipasi urusan pangan masyarakat bila pandemi Covid-19 berlangsung lama, stok pangan harus ada di setiap lumbung-lumbung masyarakat adat,” jelas Ketua BPH AMAN Daerah Lebong, Arafik Trisno, Jumat (29/5/2020).
Arafik katakan, di sejumlah komunitas adat kami sudah melakukan penanaman ketela pohon, kacang bogor, jagung, padi secara massif bersifat mandiri.
“Jangan ada sejengkal tanah yang tidak ditanami tanaman pangan, Covid-19 kita anggap berlangsung lama, kalau lumbung pangan masyarakat adat dan petani terisi bahan pangan maka syarat memenangkan pertempuran dengan wabah ini sudah terpenuhi,” tambah Arafik.
Bupati Lebong, Rosjonsyah menjelaskan secara terperinci ia katakan pihaknya bersama AMAN akan menggerakkan masyarakat melakukan tindakan menanam tanaman pangan.
“Menggerakan masyarakat degan melibatkan seluruh komponen pemda, DPRD, TNI, Polri, tokoh adat, tokoh pemuda usahawan, pemerintah desa dan seluruh petani Lebong untuk segera membuka lahan sawah mereka sehabis panen untuk dijadikan kebun sayuran dan kolam ikan,” ujar Rosjonsyah.
Selain menyiapkan lahan pertanian Pemda Lebong juga memanfaatkan jerami padi dan limbah pasca panen padi menggunakan tehnologi tepat guna untuk dijadikan pupuk organik/kompos dan pakan ternak alami dgn bimbingan tenaga tehnis.
Luas lahan 9.500 hektare menurut Rosjonsyah memiliki potensi kompos jerami yang sebelumnya belum terolahkan dengan baik sekitar 85.000 ton dengan asumsi hasil kompos dan pakan ikan olahan alami yang akan dihasilkan sekitar 117.000 ton.