UU Masyarakat Adat: Payung Utama Perlindungan Pengetahuan Tradisional

UU Masyarakat Adat: Payung Utama Perlindungan Pengetahuan Tradisional

Jogjakarta, www.aman.or.id - Pengetahuan tradisional menjadi kunci dibalik stok karbon yang masih dunia punya. Data riset 2018 mengatakan kalau stok karbon sebanyak 36% dari semua karbon yang ada di dunia berada di wilayah adat.

Angka fantastis ini dengan mudah memberitahukan bahwa Masyarakat Adat adalah solusi utama bagi perubahan iklim dan karena itu memperpanjang usia umat manusia di atas bumi. Ternyata rahasianya sederhana dan penjelasannya juga sangat mudah yaitu pengetahuan tradisional. Salah satu praktiknya adalah memanajemen hutan adat.

“Masyarakat Adat dengan konsisten, dengan teguh menjaga eksistensinya secara tradisional,” kata Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi  dalam sambutannya diacara Forum Regional Peran Pengetahuan Masyarakat Adat dalam Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Hak, Selasa (8/10) di Resort Westlake, Jogjakarta.

Ia menambahkan, riset internasional telah menyatakan bahwa hutan-hutan terbaik yang ada di dunia ini ada di wilayah adat yang dijaga, dikontrol dengan menggunakan pengetahuan tradisional, spiritualitas Masyarakat Adat dan pemerintahan adat.

Dengan demikian pengetahuan tradisional adalah sumbangsih luar biasa bagi dunia. Pengetahuan turun-temurun tersebut telah menunjukkan tidak hanya keberadaan Masyarakat Adat itu sendiri, tapi juga perannya yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup kita semua terhadap multi sektor mulai dari ekonomi hingga sosial politik.

Sayangnya pengetahuan tradisional itu sendiri tidak diakui negara, walau dalam beberapa aturan sektoral disinggung sekilas. Padahal bicara pengakuan pengetahuan tradisional, secara internasional, Deklarasi Rio de Janeiro, Brazil 1992 telah mengakui betapa vitalnya peran pengetahuan tradisional.

Di Indonesia, perlindungan pengetahuan tradisional belum menjadi kebijakan yang diprioritaskan. Masyarakat Adat belum punya Undang Undang yang secara langsung akan melindungi pengetahuan tradisional. Undang Undang ini merupakan fondasi bagi seluruh hak-hak Masyarakat Adat termasuk pengetahuan tradisional. Terakhir sebelum pilpres 2019, daftar isian masalah (DIM) sebagai syarat bagi DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU Masyarakat Adat lenyap ditangan Pemerintah.

Secara region, Asia adalah yang paling tidak bersahabat buat Masyarakat Adat. Bahkan soal defenisi Masyarakat Adat atau penyebutannya belum semua sama oleh pemerintah-pemerintah negara-negara di Asia. Ada yang menyebut local communities atau ethnic communities.

Itulah tantangan-tantangan yang masih terus dihadapi Masyarakat Adat. Berbicara pengetahuan tradisional yang sebenarnya adalah solusi utama dalam melawan perubahan iklim bahkan menghadapi situasi terdekat ke komunitas seperti bencana gempa. Pengetahuan tradisional, misalnya soal arsitektur Masyarakat Adat, pasca-gempa kembali menjadi rujukan untuk mendirikan rumah yang tahan gempa.

Diakhir sambutannya, Sekjen AMAN berpesan kiranya forum regional melahirkan rekomendasi-rekomendasi konkret yang dapat dilaksanakan, lahir yang betul-betul bisa dikerjakan.

Forum Regional ini dihadiri 106 peserta, terdiri atas 54 peserta dalam negeri dan 52 peserta luar negeri. Peserta luar neegri datang dari negara-negara: Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Timor Leste, Taiwan dan perwakilan dari Amerika Serikat, Norwegia dan Australia. Forum ini adalah bentuk kerjasama The Samdhana Institute, AMAN dan Tebtebba Foundation serta didukung Pemerintah Swedia melalui pendanaan dari Stockholm Environment Institute (SEI).

Jakob Siringoringo

Tinggalkan Balasan