Jakarta, www.aman.or.id- Perwakilan empat kepala suku komunitas adat Kepulauan Mentawai Sumatera Barat yang terdiri dari Uma Saureinu, Uma Usut Ngaik Matube, Uma Rakot, dan Uma Goiso Oinan mendatangi kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta untuk menyerahkan dokumen permohonan pengajuan hutan adat (24/10).
Dalam pertemuan tersebut, Kristian Kepala Suku Uma Saureinu menjelaskan tujuan kedatangannya untuk memperjuangkan wilayah adat.
“Perjuangan Masyarakat Adat Kepulauan Mentawai menginginkan adanya pengakuan hutan adat sudah dimulai sejak tahun 2014. Bentuk-bentuk perjuangan kami dimulai dari negosiasi, sosialisasi, pemetaan wilayah adat dan juga melakukan verifikasi potensi ekonomi di hutan. Tetapi perjuangan ini tidak mendapatkan respon yang serius dari Pemerintah Daerah dan DPRD Kepulauan Mentawai. Hal inilah yang membuat kami nekat ke Jakarta untuk mendatangi KLHK,” jelas Kristian.
Lebih lanjut Kristian juga mengatakan bahwa hutan adat mulai rusak sejak investor memasuki kawasan Kepulauan Mentawai tahun 1960. Bagi Masyarakat Adat, hutan adalah nyawa kehidupan karena hutan kaya dengan pohon meranti, rotan dan sumber daya alam penopang ekonomi.
Dalam kesempatan yang sama Rapot Pardomuan Simanjuntak Ketua BPH AMAN Kepulauan Mentawai yang ikut mendampingi, menjelaskan luasan kawasan hutan di empat komunitas adat yang diajukan ke KLHK.
“Berdasarkan hasil pemetaan wilayah adat di empat komunitas adat terdiri dari Uma Saureinu 1.022,4 hektar, Uma Usut Ngaik Matube 5.686,10 hektar, Uma Rakot 75,49 hektar dan Uma Goiso Oinan 10,44 hektar. Jadi luas keseluruhan kawasan hutan yang diperjuangkan empat uma adalah 6.795,13 hektar,” papar Rapot.
PB AMAN yang turut dalam rombongan diwakili oleh Sinung Karto, Staf Biro Advokasi, Hukum dan HAM mengungkapkan sejauh ini, peran Pemerintah Daerah dan DPRD Kepulauan Mentawai belum ada keseriusan dalam memperjuangkan aspirasi Masyarakat Adat soal hutan adat.
“Untuk menyikapi respon Pemerintah Daerah dan DPRD Kepulauan Mentawai yang sangat lamban, maka PB AMAN akan mendorong KLHK melakukan pendekatan agar Pemerintah Daerah Kepulauan Mentawai mengeluarkan Surat Keputusan (SK) soal Mayarakat Adat,” ungkap Sinung.
Lebih lanjut Sinung juga mengatakan bahwa sampai saat ini SK Bupati belum diterbitkan. Nantinya KLHK akan membantu agar Bupati mengeluarkan SK tentang Masyarakat Adat, yang didalamnya menyebutkan jumlah dan nama-nama komunitas adat yang sudah diidentifikasi untuk peta wilayah, sehingga bupati juga harus didorong untuk membentuk tim identifikasi.
Sebagai informasi, saat ini keberadaan komunitas adat Kepulauan Mentawai sudah berkekuatan hukum dengan dikeluarkannya Perda no. 11 tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Uma sebagai kesatuan masyarakat adat. Namun keberadaan Perda tersebut hanya mengakui keberadaan komunitas adat, tidak sampai pada mengatur tentang kepemilikan wilayah adat di masing-masing komunitas. Selain itu, perlu adanya Peraturan Bupati (Perbup) untuk menopang Perda, yang mengatur hal-hal yang lebih khusus tentang keberadaan Masyarakat Adat di Kepulauan Mentawai.
Dokumen berupa permohonan hutan adat, Profil masyarakat adat dan Peta hutan adat telah diserahkan ke KLHK melalui Prasetyo Nugroho selaku Kasubdit Hutan Adat.
Stefanus Vincensius Raga – Pemagang di PB AMAN
Yance Lu Hambandima – Pemagang di PB AMAN
Editor : Eka Hindrati – Direktur Infokom PB AMAN