Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menyerahkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Masamba, Luwu Utara atas nama Amisandi, Kamis (23/02). Amisandi adalah warga Seko yang dikriminalisasi akibat menolak rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di wilayah adatnya.
Amisandi ditangkap pada 9 Januari 2016 dan ditahan oleh Kepolisian Luwu Utara dengan tuduhan telah melakukan pengancaman terhadap pihak perusahaan. Amisandi ditangkap sepulang menghadiri mediasi yang difasilitasi oleh pihak pembangun PLTA.
Selama 2016, Amisandi turut menghadiri tiga pertemuan dengan pihak pembangun PLTA. Dalam pertemuan tersebut, Amisandi selalu mempertanyakan legalitas, perijinan, dan dasar hukum aktivitas pembangun di wilayah adatnya.
Nursari dari PPMAN menjelaskan bahwa Amisandi dijerat dengan KUHP pasal 335 ayat 1. “Berdasarkan surat penangkapan dan penahanan yang kami punya, Pak Amisandi ini dibuatkan laporan tanggal 9 Januari dan ditangkap tanggal 9 siang, serta berita acara penangkapan tanggal 10 Januari,” jelasnya.
Menurut Nursandi, penangkapan Amisandi ini ilegal karena tanpa surat perintah penyidikan. “Ini bertentangan dengan Peraturan Kapolri no.14 tahun 2012 yang menyatakan bahwa untuk melakukan proses penyidikan terhadap sebuah tindak pidana harus didasari minimal bukti laporan polisi dan surat perintah penyidikan,” tambahnya.
Selain itu, KUHP pasal 335 hasil judicial review menyatakan bahwa perbuatan/peristiwa yang membuat perasaan tidak nyaman mutlak harus ada kekerasan/tindakan pengancaman. Nursari menekankan bahwa perbuatan semacam itu tidak ditemukan dalam kronologi dan berita acara penangkapan Amisandi.
Masyarakat Adat Seko terancam terusir dari wilayah adatnya bila PLTA ini dibangun. Berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Luwu Utara, pembangunan PLTA akan tetap dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta, yaitu PT Seko Power Prima dan PT Seko Power Prada. Pada 19 Oktober 2016, sebelas warga Seko ditahan karena menolak pembangunan PLTA tersebut. Padahal, saat itu mereka datang ke Polres Luwu Utara hanya untuk memenuhi panggilan sebagai saksi.
AMAN telah lama memperjuangkan penghentian kriminalisasi Masyarakat Adat yang memperjuangkan wilayah adatnya. Ini nyata dalam upaya mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat dan pembentukan Satuan Tugas Masyarakat Adat, yang akan mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat.