Rapat Pengurus Besar (RPB) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke XVII yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2016 di Bogor, Jawa Barat, membahas berbagai perkembangan terakhir terkait Masyarakat Adat di Indonesia. Pertemuan 6 bulanan Pengurus Besar (PB) AMAN ini dihadiri oleh Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) dari 7 Region, Sekretaris Jendral AMAN beserta para deputi dan direktur program, serta Organisasi Sayap dan Badan Otonom AMAN.
RPB AMAN ke XVII membahas implementasi dari berbagai kebijakan umum dan kebijakan sektoral Pemerintah yang berkaitan dengan Masyarakat Adat. Laporan dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang ada masih belum mampu menjamin pengakuan dan perlindungan yang efektif terhadap hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia.
RPB AMAN ke XVII juga melakukan tinjauan terhadap realisasi dari Janji NAWACITA yang berkaitan dengan Masyarakat Adat. RPB AMAN ke XVII menilai, bahwa upaya mendorong lahirnya RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) dan rencana pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Masyarakat Adat, serta implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat masih belum dilakukan secara maksimal.
RPB AMAN ke XVII juga secara khusus menyikapi kinerja aparat Kepolisian Negara, serta lembaga TNI dan aparaturnya, dalam penanganan kasus-kasus konflik yang berkaitan dengan Masyarakat Adat. Massifnya kekerasan, kriminalisasi, intimidasi bahkan penangkapan warga adat tanpa alasan yang jelas oleh institusi negara merupakan dampak dari pengabaian struktural terhadap hak-hak kolektif Masyarakat Adat sebagai warga negara.
RPB AMAN ke XVII menegaskan, bahwa kasus-kasus konflik yang terjadi di wilayah-wilayah adat dipicu akibat klaim sepihak oleh negara terhadap wilayah adat sebagai kawasan hutan negara, perampasan tanah dan wilayah adat oleh perusahaan-baik swasta maupun BUMN, serta pengrusakan pemukiman dan pengusiran oleh aparat negara terhadap Masyarakat Adat di atas tanah leluhurnya.
RPB AMAN ke XVII meyakini, bahwa berbagai perkembangan tersebut disebabkan karena negara belum-hadir di tengah-tengah Masyarakat Adat. TNI-POLRI dan aparatur negara lainnya seharusnya tidak menjadi bagian dari konflik tetapi sebaliknya, menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk tercapainya penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat sesuai tugas dan fungsinya.
RPB AMAN ke XVII menegaskan, bahwa perlindungan dan pengakuan hak-hak Masyarakat Adat dijamin dalam Konstitusi Negara, sehingga menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai upaya nyata untuk menghadirkan negara di tengah-tengah komunitas.
Oleh sebab itu, Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dengan ini :
-
Mendesak Pemerintah RI dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, untuk segera merealisasikan janji-janji pemerintah yang tertuang dalam NAWACITA untuk menjamin Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat di seluruh wilayah Indonesia;
-
Mendesak Pemerintah RI untuk memprioritaskan pembahasan dan penyiapan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) sebagai usulan pemerintah dengan waktu dan tahapan yang terfokus; serta terbuka terhadap semua pembahasan kebijakan sektoral yang berkaitan dengan Masyarakat Adat;
-
Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera menetapkan Pembentukan SATGAS Masyarakat Adat sebagai upaya untuk segera menyiapkan langkah-langkah realisasi bagi pengakuan, perlindungan dan pemulihan hak-hak Masyarakat Adat;
-
Mendesak TNI-POLRI dan aparatur pemerintah untuk lebih mengedepankan dialog dan keterbukaan dalam penanganan berbagai kasus yang berkaitan dengan Masyarakat Adat, dengan tujuan resolusi konflik-konflik yang dilandaskan semangat keadilan dan kebenaran;
-
Mendesak agar pemerintah segera melanjutkan proses-proses penetapan hutan adat sesuai amanat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 dan meninjau ulang kebijakan atau peraturan yang justru bertentangan dengan semangat dari Putusan MK35 tersebut, misalnya antara lain, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No: SK.327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Seluas + 17.373 (Tujuh Belas Ribu Tiga Ratus Tujuh Puluh Tiga) Hektar dan Pengembalian Areal Penggunaan Lain (Enclave) Seluas + 7.847 (Tujuh Ribu Delapan Ratus Empat Puluh Tujuh) Hektar, Di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Demikianlah Pernyataan Sikap ini kami sampaikan agar menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti bersama.
Bogor 3 Juni 2016,
Rapat Pengurus Besar (RPB) Ke XVII
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN
Permalink
Proficiate! Mantap. Teruslah kita berjuang bersama MA Nusantara!
Permalink
kita tetap kuat dan tetap semangat