SIARAN PERS AMAN: TAGIH JANJI NAWACITA “Pembentukan Satgas dan Pengesahan RUU Masyarakat Adat sangat Mendesak “

SIARAN PERS  AMAN: TAGIH JANJI NAWACITA “Pembentukan Satgas dan Pengesahan RUU Masyarakat Adat sangat Mendesak “

Jakarta, 17/03/2016 – Meskipun telah banyak perubahan yang dilakukan pemerintahan Jokowi di tahun keduanya namun Janji Nawacita yang disampaikan di awal pemerintahan mengenai perlindungan hak-hak masyarakat adat belum diwujudkan, dan bahkan tidak menjadi prioritas pemerintah. Padaha saat ini terus terjadi konflik perampasan tanah, kriminalisasi terhadap masyarakat adat di dalam kawasan hutan.

Demikian dikemukakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam Diskusi Pbulik 17 tahun berdirinya AMAN. Diskusi publik yang bertema “Menagih Janji Nawacita : Segerakan Pengesahan UU Masyarakat Adat Dan Pembentukan Satgas Masyarakat Adat” dilaksanakan pada kamis (17/3) di Jakarta. Tampil sebagai pembicara antara lain Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Mryna Safitri, Kepala Pusat Pengembangan Sistem Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham Pocut Eliza dan Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga.

Abdon secara resmi menyampaikan bahwa masyarakat adat menagih janji Presiden Jokowi karena di dalam konsep Nawacita ada poin-poin khusus tentang masyarakat adat. ada dua tuntutan yang akan disampaikan yaitu mendesak pemerintah segera melahirkan UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (UU PPHMA).
Tuntutan lain yaitu membentuk satuan tugas masyarakat adat (Satgas Masyarakat Adat) yang tugas utamanya adalah mempersiapkan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat.

UU PPHMA merupakan mandat konstitusi kita sejak republik ini berdiri. Ini juga merupakan amanat Putusan MK No.35 tahun 2012 tentang hutan adat yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi telah menyatakan negara telah mengabaikan masyarakat adat dan haknya atas wilayah adat terutama dengan memasukkan hutan adat sebagai hutan negara.

Di sisi lain, BRG berkomitmen menguatkan peran masyarakat adat dalam program restorasi gambut nasional. Myrna mengatakan, “BRG saat ini sedang mengumpulkan data untuk bisa menyiapkan program – program yang tepat dalam melakukan restorasi gambut. Masyarakat adat yang menurut data Badan Registrasi Wilayah adat yang ada diatas 600 ribu hektar wilayah gambut. Data tersebut bisa membantu mengidentifikasi dengan bagaimana kondisi sosial masyarakat, perangkat infrastruktur fisik dan infrastruktur social masyarakat” katanya.

AMAN sebenarnya telah mengikuti mekanisme pengaturan RUU PPHMA sebagaimana dibenarkan oleh Pocut Eliza. Ia mengatakan bahwa saat ini masih ada waktu lima bulan untuk mendorong agar memasukkan RUU PPHMA dalam rencana kerja pemerintah prioritas tahunan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) September 2017.

Polemik konflik agraria yang selama ini terjadi secara tidak berkesudahan telah sedemikian tersebar begitu sistematis sehingga mendorong Komnas HAM melakukan Inkuiri Nasional sebagai terobosan penyelesaian pelanggaran HAM yang tersebar luas dan sistematik.

Metode ini mampu menggali persoalan secara mendasar melalui kesaksian berbagai pihak termasuk masyrakat yang seama ini “tidak tersentuh” oleh negara guna mendapatkan kebenaran data, fakta dan informasi melalui dengan keterangan UMUM (DKU), penelitian dan nalisis. “Metode ini lebih komprehensif karena tidak hanya bertujuan menyelesaikan namun juga mengandung upaya pendidikan publik guna menccegah beerulang pelanggaran HAM sejenis dan pemulihan korban,” kata Sandra Moniaga.

Dalam proses Inkuiri Nasional yang dilakukan Komnas HAM ditemukan beberapa temuan akar masalah Pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat. Antara lain, tidak atau belum adanya pengakuan sebagai masyarakat hukum adat, yang berimplikasi pada tidak jelas atau tidak pastinya hukum. Belum adanya pengakuan tersebut mengakibatkan ketiadaan batas-batas wilayah adat dan security of tenure.

Selain itu, juga akibat penyederhanaan masalah keberadaan masyarakat adat dan hak-haknya atas wilayah adat serta sumber daya hutan menjadi masalah administrasi atau legalitas semata. Kekosongan lembaga penyelesaian konflik agraria yang memiliki otoritas menyelesaikan konflik agraria secara adil.

Komnas HAM memberikan rekomendasi solusi penyelesaian masalah kepada sejumlah pihak terkait, antara lain DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PPHMA; Presiden RI anatara lain untuk segera membentuk lembaga independen (Satgas Masyarakat Adat) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melibatkan masyarakat adat secara aktif dan transparan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan hutan.

Tinggalkan Balasan