SIARAN PERS
AMAN Tuntut Jokowi Penuhi Janji Hadirkan UU Masyarakat Adat
70 Juta Masyarakat Adat Kecewa RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) Gagal Masuk Daftar Prioritas Program Legislasi Nasional 2016
Jakarta, 27 Januari 2016 – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) akan terus menagih janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Kehadiran UU PPHMA langkah penting untuk melindungi dan memberikan rasa aman pada masyarakat adat.
Sikap AMAN tersebut disampaikan dalam Media Briefing bertema, “Ada Apa dengan RUU Masyarakat Adat” di Jakarta, Rabu (27/1). Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) H.M. Luthfi A. Mutty, Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia periode 1999-2001 Sonny Keraf, Direktur Eksekutif Epistema Institute Myrna A. Safitri, Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan.
Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan mengatakan AMAN dan 70 juta masyarakat adat sangat kecewa atas hasil Sidang Paripurna ke-17 DPR RI, Selasa (26/7) yang tidak mengakomodir RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) dalam daftar prioritas Prolegnas 2016. “Kami akan terus berusaha melalui berbagai jalur yang tersedia. Kami akan secepatnya membicarakan hal ini dengan Menkumham agar pemerintah bersedia segera membahas RUU PPHMA ini sesuai Nawacita,” kata dia.
Sebelum menjadi presiden, kata Abdon, Jokowi pernah bertemu AMAN dan berjanji mengupayakan UU tentang masyarakat adat untuk menghadirkan kembali negara untuk melindungi masyarakat adat. Kemudian hal tersebut disampaikan kembali Presiden Jokowi saat AMAN melakukan audiensi ke Istana Negara pada 21 Juli 2015. “Kehadiran UU tersebut juga akan menjadi bukti perwujudan dari Nawacita yang merupakan sembilan program prioritas Jokowi,” kata Abdon.
Nawacita yang berhubungan dengan masyarakat adat adalah poin satu berupa menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Kemudian poin tiga berupa membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
AMAN telah memperjuangkan adanya RUU PPHMA sejak 2011. Masyarakat Adat di berbagai wilayah Indonesia telah melakukan banyak diskusi untuk membahas RUU ini pada 2011-2012. Kemudian pada 2013 DPR RI resmi mengusulkan RUU PPHMA sebagai RUU inistiatif DPR dan melakukan konsultasi publik yang ekstensif di tujuh region di Indonesia dan di tingkat nasional.
Pada 2014 RUU PPHMA sudah dibahas hingga tingkat I antara DPR RI dan pemerintah. Namun kala itu pemerintah, yang diketuai oleh Kementarian Kehutanan, tidak serius dalam pembahasan-pembahasan bersama DPR RI, sehingga RUU PPHMA gagal disahkan di periode 2010-2014.
Upaya mendesakkan RUU PPHMA terus berlanjut hingga kembali menjadi agenda Prolegnas periode 2015-2019. Namun kemudian RUU PPHMA akhirnya gagal masuk dalam prioritas Prolegnas tahun 2015 dan 2016. Dalam pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) dan Sidang Paripurna DPR RI hanya Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang mendukung RUU PPHMA masuk dalam Daftar Prioritas Proglenas.
Luthfi A. Mutty mengatakan Fraksi Partai Nasdem mengusulkan agar RUU PPHMA menjadi prioritas 2016 karena menilai pembahasan dan pengesahan RUU PPHMA sangat penting sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/2012 tentang Hutan Adat, dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. “Bhineka Tunggal Ika adalah wawasan kebangsaan dan masyarakat adat adalah tali pengikatnya” jelas nya.
Menurut Sonny Keraf, pada dasarnya Tri Sakti yang pernah dinyatakan Bung Karno yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial dan budaya, semua itu mengisyaratkan pembelaan terhadap masyarakat adat. “Tidak bisa bangsa kita berdaulat, berdikari, apalagi berkepribadian secara sosial dan budaya jika saudara-saudara kita sendiri masih terjajah di tanah-tanah tempat tinggal mereka, kata dia.
Myrna A. Safitri mengatakan, RUU PPHMA diperlukan untuk mendukung program pembangunan seperti pengelolaan hutan adat. Pemerintah Daerah perlu mendapat arahan kebijakan yang jelas. Dengan belum dibahasnya RUU PPHMA maka Presiden dapat mengambil kebijakan transisi. Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pedoman pengakuan masyarakat hukum adat dapat dipikirkan.
RUU PPHMA mengatur berbagai hal terkait pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. RUU ini diharapkan dapat menjembatani berbagai UU dan kebijakan yang berkaitan dengan Masyarakat Adat, termasuk yang berkaitan dengan tanah, wilayah, sumber daya, kelembagaan, sosial, politik dan budaya, serta dapat menjadi acuan dalam upaya penyelesaian berbagai konflik yang berkaitan dengan Masyarakat Adat.
— S e l e s a i —
-
Keterangan tentang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dapat dilihat di www.aman.or.id
-
Kontak Media
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Abdon Nababan (Sekjend AMAN)
HP: 0811111365
E-mail: abdon.nababan@aman.or.id
Erasmus Cahyadi (Direktur Advokasi)
HP: 081284280644
E-mail : Erasmus@aman.or.id
Permalink