Pidato Sekjen AMAN Pada Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia Dan Pembukaan Festival Nusantara 2015

Pidato Sekjen AMAN Pada Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia Dan Pembukaan Festival Nusantara 2015

Pidato Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Dalam Rangka Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia  (International Day Of The World’s Indigenous Peoples)  Dan Pembukaan Festival Nusantara 2015

Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Provinsi Bali, 9 Agustus 2015

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu, Berdaulat !

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu, Mandiri !

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu, Bermartabat !

Sebelumnya, ijinkan saya mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta Alam Semesta, Tuhan Yang Maha Kuasa atas perlindunganNya kepada para leluhur Masyarakat Adat Nusantara atas terselenggaranya serangkaian acara kita di tempat ini, di Toya Bungkah, Batur, Kintamani, Pulau Dewata, Bali. Mohon ijin kepada leluhur Masyarakat Adat pemilik tanah ini dan terimakasih kepada Masyarakat Adat di Bali yang bersedia menerima kita semua, para utusan Masyarakat Adat, para penggiat dan pemandu spritual, para seniman dan budayawan dari seluruh pelosok Nusantara, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh utusan Presiden RI, Komnas HAM RI, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali dan dari daerah-daerah lainnya, Pelapor Khusus PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UN Special Rapporteur on the Rights of Indigenous Peoples), para Duta Besar dari Negara-negara sahabat, para mitra dan para sahabat dalam gerakan Masyarakat Adat Nusantara.

Yang saya hormati :

  • Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo, yang dalam kesempatan ini diwakili
    oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Ibu Siti Nurbaya.
  • Gubernur Bali.
  • Kapoda Bali.
  • Bupati Bangli.
  • Pelapor Khusus PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, UN Special Rapporteur on the
    Rights of Indigenous Peoples, Ms. Victoria Tauli Corpuz
  • Pelapor Khusus KOMNAS HAM RI tentang Masyarakat Adat, Ibu Sandrayati Moniaga
  • Utusan Kedutaan-Kedutaan Besar Negara Sahabat.
  • Country Director Indonesia – The World Bank, Mr. Rodrigo A. Chavez, atau yang
    mewakilinya, Bapak Mubariq Ahmad.
  • Seluruh jajaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan para anggota DPR, DPRD
  • Bapak, Ibu Utusan Masyarakat Adat se Nusantara.
  • Bapak, Ibu, Saudara-saudari para undangan dan hadirin yang saya hormati.
  • Saudara-Saudariku Masyarakat Adat Nusantara yang berbahagia.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Om Swastiastu,

Bapak, Ibu yang saya muliakan, para undangan yang saya hormati, Saudara-Saudariku Masyarakat Adat Nusantara yang berbahagia,

Mewakili Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) saya mengucapkan terimakasih atas kehadiran Bapak/Ibu dan Saudara-Saudari semua dalam perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS), International Day of the World’s Indigenous Peoples. 9 Agustus dinyatakan sebagai hari besar oleh PBB pada tahun 1994 untuk memajukan dan melindungi hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Pada hari raya ini, kita juga merayakan pencapaian dan sumbangan yang telah diberikan oleh masyarakat adat kepada dunia, kepada kehidupan bersama kita di bumi ini. 9 Agustus diambil dari waktu pertama sekali UN Working Group on Indigenous Population bersidang di Jenewa tahun 1982. Tema perayaan HIMAS dari PBB untuk 2015 ini adalah “Post 2015 Agenda: Ensuring indigenous peoples’ health and well-being”, untuk mengajak seluruh kita, khususnya Negara-negara anggota PBB, memastikan kesehatan dan kemakmuran masyarakat adat melalui agenda paska 2015. Dalam pesannya, Sekjen PBB Ban Ki Moon menyatakan bahwa kepentingan masyarakat adat harus menjadi bagian dari agenda pembangunan baru dunia paska 2015.

Komitmen bersama pemimpin dunia ini sudah dituangkan dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples -UNDRIP) yang disahkan melalui Sidang Umum pada tanggal 13 September 2007. Deklarasi ini pun menegaskan hak-hak kolektif Masyarakat Adat atas tanah, wilayah dan sumber daya, hak atas budaya dan kekayaan intelektual, hak untuk menentukan, mengatur dan mengurus diri sendiri, termasuk hak atas Free, Prior and Informed Concent (FPIC), dan hak atas pembangunan yang sesuai dengan kepentingan dan budaya kita. Pada kesempatan ini saya kembali mengingatkan kita semua bahwa Indonesia adalah salah satu negara penandatangan pengesahan deklarasi ini. Banyak kemajuan yang kita telah raih sejak pengesahan deklarasi ini sejak 8 tahun lalu, dan masih lebih banyak lagi yang masih harus kita perjuangkan. Tantangan masih membentang luas di hadapan kita. Ibu Victoria Tauli Corpuz, Pelapor Khusus PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, kami undang hadir bersama kita pada kesempatan ini untuk bisa memaparkannya di hadapan kita. Saya akan bicara saja tentang kemajuan gerakan kita dan capaiannya di Indonesia.

Bapak, Ibu yang saya muliakan, para undangan yang saya hormati, Saudara-Saudariku Masyarakat Adat Nusantara yang berbahagia Indonesia, di awal kemerdekaannya, adalah Negara yang maju dari sisi pengakuan Masyarakat adat dan hak-haknya. Itu tercermin di dalam Pasal 18 UUD 1945 yang asli. Bahwa Negara “mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat” yang akan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang. Bahkan amandemen kedua Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 pada tahun 2001 menempatkan hak Masyarakat adat sebagai hak azasi manusia. Sayangnya, sampai hari ini, hanya tinggal 8 hari lagi kita merayakan 70 tahun Indonesia merdeka, UU yang amanatkan konstitusi tersebut belum juga ada. Salah satu dari hak Masyarakat adat itu, yaitu hak ulayat atau wilayah adat, sudah disebutkan di dalam UUPA 1960, tetapi sudah 55 tahun sejak UU tersebut diundangkan, hak ulayat/wilayah adat ini belum juga punya tempat di dalam administrasi pertanahan kita. Banyak sekali masalah
yang kemudian dialami oleh Masyarakat adat sebagai akibat dari 70 tahun masa pengabaian atas hak-hak konstitusional: pemiskinan, pembunuhan, konflik, kriminalisasi, kemusnahan  bahasa, krisis identitas yang terus meluas dan kualitas lingkungan hidup yang terus menurun yang berdampak pada semakin memburuknya kesehatan Masyarakat adat di seluruh pelosok Nusantara.

Organisasi kita, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, AMAN, sejak berdiri tahun 1999, terus bergelut dengan masalah-masalah ini, baik di lapangan, maupun di arena pengambilan kebijakan di daerah, nasional dan internasional. Perubahan secara perlahan tetapi pasti terus bergulir. UU yang baru semakin banyak memberikan penegasan terhadap keberadaan Masyarakat Adat, demikian juga program-program pembangunan pemerintah yang mulai memperhatikan dan mengakomodasi partisipasi Masyarakat Adat. Namun perubahan yang parsial dan sektoral ini masih belum mampu memulihkan hak-hak konstitusional Masyarakat Adat sebagaimana diharapkan oleh Para Pendiri Bangsa ini. Masyarakat Adat membutuhkan komitmen dan kepemimpinan dari Presiden RI, baik sebagai Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan. Tahun lalu, sebelum PILPRES 2014, gaung bersambut dari Calon  Presiden Joko Widodo.

Bapak, Ibu yang saya muliakan, para undangan yang saya hormati, Saudara-Saudariku Masyarakat Adat Nusantara yang berbahagia

Pertama kali dalam sejarah Pemilihan Presiden Republik Indonesia, adalah Pilpres tahun 2014 dimana komitmen untuk Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Hak-hak Masyarakat Adat dituangkan dalam Visi-Misi dan Program Aksi   atau yang dikenal dengan NAWACITA Jokowi-JK pada halaman 21-22 dipoin No. 9 yaitu

  • Akan meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat  khususnya yang berkaitan dengan hak-hak atas sumber-sumber agraria, sebagaimana telah diamanatkan oleh TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengeloaan Sumber Daya Alam sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana yang telah ditetapkan dalam MK 35/2012.
  • Melanjutkan proses legislasi RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat yang kini sudah berada pada pembahasan tahap-tahap akhir terus berlanjut hingga  ditetapkan sebagai undang-undang, dengan memasukkan perubahan-perubahan isi  sebagaimana yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan komponen masyarakat sipil lainnya.
  • Akan memastikan proses-proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan sumber daya alam pada umumnya, seperti RUU Pertanahan, dan lain-lain, berjalan sesuai dengan norma-norma pengakuan hak-hak masyarakat adat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam  MK 35/2012.
  • Berkomitmen mendorong suatu inisiatif berupa penyusunan (rancangan) Undang-undang terkait dengan penyelesaian konflik-konflik agraria yang muncul sebagai akibat dari  pengingkaran berbagai peraturan perundang-undangan sektoral atas hak-hak masyarakat  adat selama ini.
  • Akan membentuk Komisi Independen yang diberi mandat khusus oleh Presiden untuk bekerja secara intes untuk mempersiapkan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan urusan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat ke depan.
  • Memastikan penerapan UU Desa 6/2014 dapat berjalan, khususnya dalam hal mempersiapkan   Pemerintah   Provinsi   dan   Pemerintah   Kabupaten/Kota   dalam mengoperasionalkan pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk ditetapkan menjadi desa adat.

Nawacita Jokowi-JK untuk Masyarakat Adat ini bisa menjadi pondasi untuk memulai proses rekonsiliasi antara Masyarakat Adat dengan Negara. Mengembalikan rasa percaya Masyarakat Adat kepada Negara yang selama 70 tahun lalai dan abai! Kita sadar bahwa rekonsiliasi ini tidak akan semudah mengucapkannya apalagi dalam kondisi Masyarakat adat masih mengalami trauma dengan banyaknya warga Masyarakat adat yang menjadi korban kriminalisasi karena mempertahankan hak-hak konstitusionalnya.

Karena itulah AMAN mendesak Presiden RI menggunakan kewenangannya sebagai Kepala Negara untuk segera mengeluarkan seluruh warga Masyarakat adat korban kriminalisasi ini dari penjara dan memulihkan nama baik mereka yang pernah didakwa dan dipenjarakan. Tindakan ini akan menjadi awal dimulainya proses rekonsiliasi. Kembali, gayung bersambut!
Presiden RI telah menyetujui usulan ini dan beliau bahkan sudah berjanji akan membentuk Satuan Tugas Masyarakat Adat yang, di samping mempersiapkan kerangka hukum dan kelembagaan untuk melaksanakan 6 komitmen Nawacita di atas, juga memproses 166 nama korban kriminalisasi untuk bisa mendapatkan pengampunan dan rehabilitasi. Presiden RI berniat hadir di acara ini untuk menyampaikan secara langsung kepada kita semua tentang Satgas Masyarakat Adat ini.

 Melalui momentum Perayaan HIMAS 2015 ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo yang telah menerima dan berdiskusi dengan utusan Masyarakat Adat pada tanggal 25 Juni 2015. Beliau tidak bisa hadir karena berbagai sebab, tetapi bersama kita Pak Presiden Jokowi mengutus Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya untuk menyampaikan pesan-pesan dari Presiden RI. Mudah-mudahan salah satunya tentang pembentukan Satgas Masyarakat Adat ini. Kebetulan Presiden menugaskan Ibu Siti Nurbaya untuk menyiapkan Rancangan KEPRES tentang Satgas Masyarakat Adat. Kita mengucapkan terimakasih kepada Ibu Siti Nurbaya karena telah melibatkan AMAN secara penuh dalam proses ini.

Bapak, Ibu yang saya muliakan, para undangan yang saya hormati,
Saudara-Saudariku Masyarakat Adat Nusantara yang berbahagia

Untuk penyelenggaraan HIMAS 2015 ini, AMAN merasa bangga dan bersyukur karena mendapat ajakan bekerjasama dari Yayasan WISNU, BALI LIFE CENTER, GIGIR MANUK. Mewakili AMAN saya menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga. Bersama-sama kami menyelenggarakan pekan “Festival Nusantara”. Penutupan akan dilaksanakan tanggal 17 Agustus 2015 untuk merayakan 70 tahun Indonesia merdeka di alam terbuka, di
Gunung Batur, dengan satu deklarasi bersama yang kami sebut “Deklarasi untuk Tanah Air”.
Mohon kesediaan Presiden RI yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya untuk membuka secara resmi “Festival Nusantara 2015, Merayakan Peradaban Matahari”

Terakhir saya mewakili Pengurus Besar AMAN mengucapkan terimakasih atas dukungan dari Pemerintah Kabupaten Bangli,   Pemerintah Provinsi Bali, dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas kebaikan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari semua.

Terimakasih kepada Masyarakat Adat di Bali yang bersedia menjadi tuan rumah bagi
penyelenggaraan seluruh kegiatan AMAN di Toya Bungkah, Batur Kintamani, Pulau Bali.

Selamat merayakan Hari Internasional Masyarakat Adat se Dunia.

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu, Berdaulat !

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu, Mandiri !

Masyarakat Adat Bangkit Bersatu, Bermartabat !

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua,

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Gunung Batur – Bali, 9 Agustus 2015

Abdon Nababan

Sekjen AMAN

Tinggalkan Balasan