Press Release : Ekspansi Perkebunan Tebu Dilanjutkan, Kehidupan Masyarakat Kepulauan Aru Kembali Terancam

Kepulauan Aru
Kepulauan Aru

logo2logo3logo1

 

 

 

 

 

 

Press-Release-Perkebunan-Tebu-di-Kepulauan-Aru-Tetap-Lanjut 

Bogor, 22 juni 2015. Pemerintah dianggap telah melakukan pembohongan publik terkait rencana pembukaan perkebunan tebu di Kepulauan Aru. Pernyataan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang dikutip oleh media thejakartapost.com pada tanggal 18 juni 2015, menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan tiga (3) lokasi yang luasnya sekitar 500 ribu Ha untuk pembangunan perkebunan tebu di Indonesia. Tiga lokasi tersebut antara lain Kepulauan Aru, Merauke, dan Sulawesi Tenggara .

Sebelumnya, hutan alam di Kepulauan Aru sempat terancam hilang akibat adanya rencana pembukaan perkebunan tebu di wilayah kepulauan ini . Namun pada tanggal 4 april 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ketika itu menyatakan bahwa pemberian ijin prinsip untuk ekspansi perkebunan tebu di Kepulauan Aru dibatalkan akibat ketidakcocokan lahan . Dengan adanya berita yang menyatakan rencana perkebunan tebu di Kepulauan Aru akan tetap dilanjutkan, jelas akan mengancam hutan alam seluas 12 kali daratan Singapura atau sekitar 730 ribu Ha yang berpotensi mengancam kehidupan sekitar 84 ribu masyarakat Kepulauan Aru. “Bersikukuhnya pemerintah untuk tetap melanjutkan rencana pembangunan perkebunan tebu di Kepulauan Aru jelas memperlihatkan ketidakpedulian terhadap kelestarian hutan alam di Kepulauan Aru, jelas Mufti Barri, Pengkampanye FWI. “Bahkan kami menduga target utama dibalik rencana ini hanyalah mengambil kayu-kayu alam yang ada di Kepulauan Aru”, tambah Mufti.

Penggagas koalisi #SaveAru Jacky Manuputty menyatakan, “Penetapan kembali Kepulauan Aru oleh Menteri Pertanian sebagai salah satu kawasan pengembangan industri gula di Indonesia Timur adalah suatu sikap arogan dan sepihak, tanpa mempedulikan aspirasi masyarakat adat Aru yang telah dengan keras menolak rencana ini sebelumnya”. Dengan adanya penetapan ini, masyarakat adat Aru jelas merasa dibohongi oleh pemerintah. Penetapan sepihak ini akan menimbulkan gejolak sosial baru di Kepulauan Aru. “Kami akan kembali menggerakan perlawanan terhadap penetapan sepihak ini, dan pemerintah harus bertanggung jawab terhadap hal ini” tegas Manuputty.

Hal senada juga disampaikan oleh Abdon Nababan Selaku Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). “Memasukkan kembali Kepulauan Aru sebagai target lokasi perkebunan tebu bertentangan dengan komitmen Menteri LHK yang sudah berjanji tidak akan memperpanjang izin prinsip pelepasan kawasan hutan di kepulauan ini untuk dikonversi menjadi perkebunan” ujar Sekjen AMAN. “Kehadiran perkebunan di Kepulauan Aru ini bukan hanya akan merusak ekosistem pulau-pulau kecil tetapi juga akan menimbulkan pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat yang secara turun-temurun menguasai dan mengelola lahan pertanian dan hutan di Kepulauan ini”, tegas Abdon dalam siaran persnya.

Perlindungan pulau – pulau kecil Indonesia

Dengan memperhatikan kerentanan sebuah wilayah, seharusnya tidak ada lagi kegiatan investasi rakus ruang di pulau-pulau kecil. Kegiatan investasi seperti HPH, HTI, perkebunan skala besar, ataupun pertambangan, akan menghancurkan sumber-sumber kehidupan masyarakat . Salah satu dampaknya adalah krisis air akibat hilangnya sumber-sumber air tawar bagi masyarakat. Hasil kajian FWI menunjukkan terdapat 2,97 Juta Ha lahan yang masih memiliki hutan alam dari 7,40 Juta Ha total daratan di pulau-pulau kecil seluruh Indonesia. Dari total luas daratan di pulau-pulau kecil, 1,3 juta Ha atau 18% telah dibebani oleh izin investasi berbasis lahan, seperti HPH, HTI, perkebunan sawit, dan pertambangan.

Ancaman terbaru bagi hutan alam di pulau-pulau kecil juga datang setelah Kementerian Kehutanan mengeluarkan kebijakan tentang arahan lokasi untuk HPH, HTI, dan RE melalui Surat Keputusan No. 5984/Menhut-II/BPRUK/2014. Kebijakan ini mengalokasikan lahan untuk konsesi perusahan seluas 0.85 juta Ha yang tersebar pada 242 pulau kecil di selurah Indonesia. “Sampai saat ini belum ada kejelasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pencabutan SK ini”, kata Mufti Barri. “Ibu Menteri harus segera mencabut SK tersebut sebagai bagian dari proses review perijinan seperti yang dimandatkan oleh Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN PSDA)”, tegas Mufti Barri dalam siaran pernya.

Terkait upaya perlindungan pulau-pulau kecil di Indonesia, Abdon Nababan Sekjen AMAN menambahkan “Seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia harus dibebaskan dari kegiatan eksploitasi alam skala besar seperti perkebunan, penebangan hutan dan pertambangan karena biaya sosial dan ekologis jangka panjang jauh lebih besar dari manfaat ekonomi jangka pendek”. UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sudah dengan tegas mengatur soal ini. “Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi Pudjiastuti harus sigap mencegah kehancuran ekosistem pulau-pulau kecil, bukan hanya di Kepulauan Aru tetapi di seluruh pulau-pulau kecil Nusantara”, tutup Abdon.

Catatan Editor :
1. Kategori pulau kecil berdasarkan UU No. 27 tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 ialah daratan pulau yang memiliki luas kurang dari atau sama dengan 2000 km persegi.
2. Lembar fakta Hutan Terakhir di pulau-pulau kecil Indonesia. Dapat diunduh di http://fwi.or.id/publikasi/hutan-terakhir-di-pulau-pulau-kecil-indonesia/ Versi English: http://fwi.or.id/publikasi/last-forest-in-small-islandsof-indonesia/
3. Forest Watch Indonesia yang disingkat FWI merupakan organisasi jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka dan dapat menjamin pengelolaan sumber daya hutan yang adil dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan FWI juga melakukan kampanye dan monitoring terkait kerusakan hutan dan kejahatan di sektor kehutanan.
4. AMAN Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara
Kontak Untuk Wawancara:
1. Mufti Fathul Barri, FWI: +6282110677935, muftiode@fwi.or.id
2. Abdon Nababan, AMAN: +62811111365, abdon.nababan@aman.or.id
3. Jacky Manuputy, SAVE Aru: +62821 2592 4466, jmanuputty@yahoo.com

 

Tinggalkan Balasan