Percepat Pembahasan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUUPPHMA) Untuk Segera Disahkan
Jakarta 20/5/ 2015 – Audiensi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan Badan Legislasi DPR berlangsung di Ruang Rapat Badan Legislasi Gedung Nusantara (20/5/2015 jam 11:00). Dalam acara audiensi ini turut hadir Sekjen AMAN Abdon Nababan, Deputi II PB AMAN Rukka Sombolonggi’, Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara Jhon Toni Tarihora, Perempuan AMAN Silvi Motoh, Erasmus Cahyadi Direktur Advokasi PB AMAN serta perwakilan komunitas anggota AMAN. Audiensi ini sebagai salah satu upaya untuk Mendorong Percepatan Pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA). Anggota dewan dalam kegiatan ini dihadiri oleh Perwakilan dari Partai Gerindra, Bapak Martin Hutabarat.
Dalam kegiatan yang dibuka oleh ketua Badan Legislasi Dr.H. Sarehwiyono, SH.MH ini, seluruh hadirin mendengarkan pemaparan yang disampaikan oleh Sekjen AMAN, Abdon Nababan yang menyampaikan bahwa perjuangan AMAN beserta masyarakat adat terhadap RUU PPHMA ini sudah sangat lama.
Selain itu, Nababan juga menyampaikan bahwa alasan untuk mempercepat rancangan undang-undang ini sebab sudah terlalu banyak persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat. Negara tidak cukup hanya mengakui keberadaan masyarakat adat. Saat ini sangat diperlukan adanya upaya pemulihan hak masyaraka adat.
Ia pun menambahkan bahwa perjuangan RUU ini sudah 10 tahun dan sudah selama itu pula AMAN mengadakan pertemuan bersama Baleg membahas RUU ini. Hingga pada 2011 ada pertemuan yang mengatakan bahwa RUU PPHMA dapat masuk dalam Prolegnas dan Prolegnas Legislasi pada tahun 2012.
AMAN kemudian merespon kabar tersebut dengan menyiapkan Draf awal RUU PPHMA pada tahun 2013 dan menyerahkannya ke Badan Legislasi. Hingga pada tahun 2014 Proses RUU ini disepakati untuk Pansus. Namun ada 4 catatan AMAN atas rancangan yang dipansus itu.
Pertama, terkait kelembagaan. AMAN ketika itu mengusulkan agar ada satu institusi khusus yang permanen menangani masyarakat adat. Namun dari rancangan akhir yang disepakati oleh Pansus ketika itu adalah panitia Ad hoc.
Ke dua, terkait Peradilan Adat. AMAN memiliki satu keyakinan bahwa peradilan adat sudah ada dimasyarakat adat. Namun rancangan terakhir yang keluar dari Pansus adalah dimungkinkan membentuk peradilan baru.
Ke tiga, banyaknya masalah yang menumpuk dilapangan terkait masyarakat adat. Karena itu AMAN meminta tidak hanya cukup hanya pengakuan dan perlindungan dari hak-hak yg ada sekarang terhadap masyarakat adat karena sudah banyak hak yang dirampas. Sekarang ini yang harus ada didalam RUU adalah Pemulihan Hak Masyarakat adat.
Ke empat, terkait Terminologi. AMAN menginginkan adanya konsistensi Terminologi yang pakai dalam RUU ini.
Nasib keempat catatan ini pun sempat tergantung hingga akhir periode DPR lalu. Dan hal ini yang menyebabkan AMAN menawarkan RUU ini lagi untuk masuk prolegnas dan prioritas pada tahun 2015. Namun hanya pada masuk Prolegnas 2014-2016 dan tidak masuk dalam prioritas. Sebelumnya, AMAN juga sempat berdialog dengan beberapa pimpinan fraksi meminta agar RUU ini dapat dimasukkan 2015.
Menanggapi paparan yang disampaikan Sekjen AMAN tersebut, ketua Baleg Sarehwiyono mengatakan bahwa sudah ada 37 RUU yang masuk dalam prolegnas 2015 dan akan terus memperjuangkan RUU PPHMA ini masuk dalam Prolegnas 2016 dengan persiapan yang sudah matang. Ia juga mengatakan bahwa hal ini pun sudah didiskusikan oleh anggota baleg dan perwakilan beberapa fraksi.
Sekjen AMAN mengatakan bahwa persoalan dilapangan yang dihadapi oleh masyarakat adat sudah semakin kompleks. Tanah masyarakat adat sudah banyak diklaim oleh perusahaan. “Jadi, jika masih memungkinkan RUU ini bisa masuk pada 2015. Namun jika memang pada akhirnya masuk pada 2016, AMAN sudah sangat siap,” kata Abdon Nababan****Titi Pangestu