Sorong 16/3/3015 – Abdon Nababan Sebagai Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam acara Sarasehan “Mendorong Pelaksanaan Komitmen Pemerintah Dalam Upaya Percepatan Pengakuan Dan Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Adat” di BLKI Sorong (16/3/2015) menyampaikan bahwa pelanggaran terhadap hak-hak Masyarakat Adat telah menimbulkan situasi disintegrasi. Ada masalah masyarakat adat dengan “NKRI” yang belum selesai, ini harus kita lihat sebagai masalah kita semua.
Terjadi penggusuran modal sosial sebagai bangsa, kepercayaan kita antara satu sama lainnya hancur lebur. Ada situasi modal sosial yang berantakan, ini yang harus kita bangun. Menata kembali perasaan, kepercayaan, hanya dengan cara itu kita bisa berbagi bersama-sama sebagai bangsa.
“Sebenarnya inilah yang kita butuhkan, sudah kita dialogkan, komunikasikan dengan pemerintah selama dua tahun. Catatan aslinya ada di Nawacita, lewat penghuni ‘Rumah Transisi’ yaitu Dr Noer Fauzi Rachman, kita berusaha menerjemahkan, mendiskusikan apa yang harus dilakukan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Yusuf Kalla untuk melaksanakan Nawacita. Proses intensif Inkuiri Nasional juga dilaksanakan oleh Komnas HAM berjalan pada waktu yang bersamaan dengan diskusi-diskusi Nawacita di Rumah Transisi,”papar Nababan.
Lebih jauh Abdon Nababan mengatakan salah satu yang AMAN usulkan supaya ‘Presiden dan Wakil Presiden’ memulai proses Rekonsiliasi Nasional. Untuk memulai proses Rekonsiliasi tentu kita harus mengungkap kebenaran dan Komnas HAM sudah melakukannya. Atas dasar kebenaran yang dibuka dalam Inkuiri Nasional mudah-mudahan itu bisa dikatakan sebagai awal Rekonsiliasi Nasional. Kita juga mengusulkan pada presiden supaya dalam waktu cepat, segera membentuk Satgas Presiden untuk ‘Masyarakat Adat’. Dua tahun ini kita juga sudah membuat rancangan Kepresnya dan rancangan Kepres tersebut kata pihak Seskab sudah tahap akhir dan mereka menyampaikan bahwa bulan Maret atau April ini Satgas dibentuk dengan keputusan Presiden.Satgas kita perlukan supaya ada yang mengelola dialog dengan presiden supaya dialognya seperti di warung kopi, dialog yang pada ujungnya menata kembali hubungan antara masyarakat adat dengan negara.
Sebagai tanda Rekonsiliasi kita juga minta pada presiden supaya warga masyarakat adat yang sekarang ini ada dipenjara karena memperjuangkan haknya atau dalam status tersangka atau dalam status boronan supaya dibebaskan. Kita sudah memberikan 166 nama untuk diverifikasi oleh Satgas ini nantinya dan diserahkan pada presiden, supaya presiden bisa mengambil tindakan sebagai kepala negara dan berhadapan dengan situasinya. Satgas ini juga kita maksudkan bekerja untuk memudahkan kementerian-kementerian dan lembaga non kementerian yang selama satu sama lain bekerja sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi.
Tugas Satgas yang lain adalah mempercepat pengesahannya dari presiden mempersiapkan lembaga independen dan permanen, sehingga Satgas ini bisa bekerja efektif ke depan. Sekarang kita juga mengupayakan bagaimana memastikan Legislasi di tingkat daerah dijalankan, baik Putusan Mahkamah Konstitusi No 35 yang menguji undang-undang kehutanan maupun Undang-Undang Desa yang baru No 6 tahun 2014 mengamanatkan perlunya Perda untuk mengakui masyarakat adat, legislasi daerah menjadi sangat penting. “Kalau Perda memungkinkan dilakukan dengan cepat karena prosesnya memang melalui proses politik di daerah, Menteri Dalam Negeri juga membuat terobosan lewat Permendagri No 52 tahun 2014. Proses identifikasi, inventarisasi dan pengakuan hukumnya disederhanakan untuk sementara cukup dengan keputusan bupati atau keputusan walikota. Yang paling penting itu bupati atau walikota membentuk panitia Ad Hoc dan panitia itu menerima pendaftaran baik dari masyarakat langsung atau lewat camat untuk diproses oleh bupati dengan keputusan,” terang Sekjen AMAN ****JLG