Dengar Pendapat DPRD Komisi II Kab Luwu Utara Bersama Pemerhati Masyarakat Adat

Dengar Pendapat DPRD Tana Luwu Utara

Tana Luwu 2/12/2014 – AMAN Tana Luwu bersama sejumlah Masyarakat seko, aktifis dan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Pemerhati Masyarakat Adat Luwu Utara hadiri panggilan Anggota DPRD Komisi II Kab. Luwu Utara dalam agenda dengar pendapat terkait pembangunan PLTA oleh PT SEKO POWER PRIMA (PT SPP) yang dianggap cacat prosedural di Ruang Aspirasi Kantor DPRD Kab. Luwu Utara.

Dalam dengar pendapat ini hadir Kepala SKPD terkait, Kepala BPPTSPM, Kadis Pertambangan, Kepala BLH, Kadis SDA dan Energi, Kadis Kehutanan. Sayangnya Bupati Luwu-Utara dan pihak perusahaan tidak hadir. Masyarakat mempertanyakan mengapa pembangunan PLTA yang diprakarsai oleh PT SPP tanpa sepengetahuan masyarakat adat Seko, mengapa izin prinsip keluar sebelum adanya sosialisasi ke masyarakat.

Kepala BPPTSPM menjelaskan bahwa izin yang dikeluarkan sudah sesuai dengan prosedur, jika ada hal krusial dalam sosialisasi yang dirasakan masyarakat terkait pembangunan oleh pihak PT SPP berkaitan dengan rekomendasi tekhnis dari dinas pertambang sudah berdasarkan hasil survey tim terpadu Bupati Luwu Utara. Menurut Kepala Dinas Pertambangan Kab Luwu Utara Pak Kinneng juga sudah dilakukan sosialisasi terkait aktifitas perusahaan dan memperlihatkan berita acara sosialisasi kepada masyarakat. Tetapi ada kejanggalan manakala salah seorang perwakilan masyarakat adat Seko membantah hal tersebut.

sementara Ginanjar dari pihak perusahaan dalam sosialisasinya akan membuat terowongan untuk bendungan yang rata dengan akses jalan masyarakat. Jika itu terjadi sebagian besar lahan persawahan dan perkebunan masyarakat di wilayah Tana Makaleang akan rusak. Sosialisasi yang diadakan pemerintah kurang tepat, mengapa sosialisasi dilakukan di Seko Padang kantor camat padahal pembangunannya di Seko Tengah.

Bata Manurun sebagai Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu, BATA MANURUN mempertanyakan soal izin pemerintah dalam sosialisasinya pada tahun 2014 sementara izin pertama keluar tahun 2013.

Juga masalah pemanggilan pihak kepolisian terhadap 10 orang masyarakat adat akibat melakukan aksi penolakan, harus diselesaikan.  Bahwa selama ini segala kebijakan pembangunan di wilayah adat khususnya wilayah-wilayah adat di Seko tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah, Padahal di Luwu Utara sendiri sudah ada Perda No. 12 tahun 2004 Tentang Pengakuan Masyarakat Adat Luwu Utara serta SK No.300 tahun 2004 tentang keberadaan masyarakat adat Seko. Kepala Badan Lingkungan Hidup H.M Tahir mengatakan bahwa mereka baru sampai pada tahap penyusunan kerangka analisis, ini berarti izin yang terbit seharusnya mengacu pada AMDAL dan itu tidak dilaksanakan.

Sementara menurut Adam Surya sebagai yang memimpin rapat, menyinggung pembuatan jalan sudah masuk di ranah izin lokasi padahal ijin perusahaan masih izin prinsip. “Dalam masalah sosialisasi pemerintah harus serius segera mengagendakan pertemuan lanjutan dalam waktu dekat,” ujar Surya Adam.***Dewi Sartika Kanna

2 Komentar

Tinggalkan Balasan