Jakarta 14-15/11/2014 – Acara kampanye Petisi 35 yang berlangsung di Aula SMK Negeri 56 Pluit Jakarta Utara ini adalah kunjungan Tim Petisi 35 untuk pertama kalinya ke sekolah formal dalam menyelenggarakan kegiatan Indigenous Goes To School (Kunjungan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke sekolah). Kegiatannya sendiri berlangsung selama 2 hari, tanggal 13 – 14 November 2014. Penyelenggaraan acara atas kerjasama Tim Petisi 35 dan Sispala CADAS (Komunitas Siswa Pecinta Alam) SMK 56 Jakarta.
Hari pertama (Jum’at, 14/11/2014) kegiatan dimulai dari acara donor darah. Namun sebelum peserta donor darah dipanggil oleh petugas, para peserta donor disuguhkan dengan Pameran Foto dan Poster tentang masyarakat adat yang ditempatkan di selasar sekolah. Selain itu, Para peserta donor darah juga disuguhkan film dokumenter tentang Masyarakat Adat yang diproduksi oleh AMAN. Ada puluhan film dokumenter yang diputarkan untuk para peserta donor darah, salah satunya adalah film dokumenter tentang Masyarakat Adat Penjaga Sejati Hutan Indonesia.
Sabtu, 15/11/2014 (hari ke dua) kegitan dibuka dengan tarian burung Ruai yang dibawakan oleh Modesta Wisa dan Syukran Amin (Pengurus Nasional BPAN), kegiatan hari ke dua fokus untuk diskusi dan bedah film “Di Balik Kertas”.
Fadel Achmad menyampaikan Isi dari film tersebut, menjelaskan mengenai dampak akibat berubahnya Hutan Adat menjadi hutan tanaman industri yang mempengaruhi kerusakan lingkungan, sosial, budaya, dan terusirnya Masyarakat Adat dari tanah leluhurnya dan menyebabkan konflik berkepanjangan serta merugikan Masyarakat Adat sebagai pemilik sah didukung oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2013.
Helping Hand wujud dukungan PETISI 35
Di akhir sesi diskusi, teman-teman siswa SMK 56 dan undangan dari sekolah lainnya kini mengetahui bahwa hutan Indonesia dalam kondisi kritis. Mereka diberikan gambaran bagaimana jika indonesia sudah tidak memiliki hutan? Apakah kita sudah siap hidup bergantung kepada tabung oksigen karena hutan yang merupakan tempat ribuan jenis pohon untuk menyerap karbon dan menghasilkan oksigen telah tiada.
Hutan merupakan tempat tinggal dan sumber kehidupan bagi masyarakat adat. Namun, hutan yang merupakan sumber kehidupan, kini telah berubah fungsi menjadi daerah eksplorasi tambang, perkebunan sawit, dan hutan tanaman industri dimonopoli oleh korporasi tanpa memperdulikan nasib Masyarakat Adat. Hal ini berdampak pada sendi-sendi kehidupan Masyarakat Adat, pelanggaran terhadap hak-hak Masyarakat adat dan sipil berdampak dalam skala global, yaitu perubahan iklim.
Dengan memberikan dukungan berupa cap tangan (helping hand) menggunakan media kain dan cat air. Adalah hal menarik bagi siswa-siswi yang hadir pada acara tersebut. Pembubuhan cap tangan sebagai salah satu upaya siswa-siswi untuk mendukung gerakan yang diprakarsai oleh AMAN dalam perjuangannya menuntut pemerintah agar segera melaksanakan Putusan MK no 35 dan mengesahkan RUU-PPHMA menjadi Undang Undang. Dengan membubuhkan cap tangan tersebut, para siswa-siswi yang hadir yakin bahwa pengelolaan hutan oleh Masyarakat Adat adalah cara terbaik untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup (hutan) sehingga bayang-bayang mengenai hidup bergantung pada tabung oksigen tidak akan terjadi.
Bertambahnya dukungan terhadap petisi 35 yang berasal dari siswa-siswi sekolah SMK 56 dan siswa undangan ini diharapkan membuat pemerintahan bersungguh-sungguh melaksanakan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Upaya pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat dapat terwujud menjadi kenyataan jika RUU-PPHMA telah disahkan menjadi UU-PPHMA. ***Firman Nur Ikhwan