AMAN, 13 November 2014. Inkuiri Adat Region Nusa Bali memasuki hari kedua. Kali ini muncul kesaksian dari masyarakat adat Cek Bocek.
Sabariah, 45 th, perempuan adat Cek Bocek, membuka kesaksiannya dengan menyanyikan lagu dengan bahasa suku Berco, suaranya tenang, pelan meninggi. Lagu itu menceritakan tentang Pedado nama tempat singgah nenek moyang suku Berco jika mereka dalam perjalanan ke lahan jalit. Jarak tempuhnya sekitar 20 kilometer dari kampung baru mereka, Lawin. Begitu laporan yang ditulis Siti Maemunah, Badan Pengurus Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Peneliti Sajogyo Institute, di akun media sosialnya terkait Inkuiri Adat hari ke-2 Region Nusa-Bali hari ini (13/11).
“Saya kelas empat diajak kesana, tanam kapas, kapas untuk membuat Rorang atau jaring untuk mencari udang. Perempuan pakai rorang, laki-laki cari ikan pakai setrum. Di kebun itu banyak tanaman, ada kemiri, ada mangga, ada kelapa, ada belimping,” ujar Sabariah, “Sekarang kami tak bisa masuk lagi ke sana. sudah dipagar Newmont.”
“Sejak 2001, mulai banyak anak-anak kami yang pergi jadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Saudi ke Taiwan. Di keluarga besar saya ada 10 orang jadi TKW. Banyak anak putus sekolah, anak saya perempuan putus sekolah kelas 2 SMA, terus menikah”, ujar Sabariah .
Perempuan Cek Bocek menjadi buruh migran sejak mereka tak bisa mendatangi lahan jalit di Selesek yang dieksplorasi Newmont sejak 1986. Lahan itu dijaga Brimob kini. Lahan jalit adalah lokasi membuat gula aren, tiap 2 atau 3 hari dari 5 pohon Aren mereka bisa membuat 100 buah gula dengan harga Rp 50 ribu perbuah. “Kelaurga kami punya 1500 pohon Enau, belum lagi ratusan Kemiri, Nangka, Mangga dan kelapa”, ujar Ibu Sabariah.