Terus Alami Kriminalisasi, Saatnya Masyarakat Adat Tagih Janji Jokowi

AMAN, 23 Oktober 2014. Kriminalisasi terus saja terjadi terhadap masyarakat adat nusantara. Berbagai dalih dituduhkan pemerintah untuk memenjarakan masyarakat adat yang menggarap tanah leluhurnya. Saatnya masyarakat adat bergerak menagih janji Presiden Jokowi.

Pada Juni 2014 lalu misalnya, di Sumatera Selatan, telah terjadi penangkapan terhadap aktivis masyarakat adat tokoh adat Marga Tungkal Ulu Bapak M. Nur Ja’far bersama lima orang lainnya Zulkifli, Ahmad Burhanudin Anwar, Samingan, Sukisna, dan Dedi Suyanto. Mereka dituduh merambah dan menduduki kawasan hutan Suaka Margasatwa Dangku Kabupaten Musi Banyuasin ditetapkan sebagai tersangka kemudian ditahan oleh Penyidik Polda Sumatera Selatan.

Padahal tim investigasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel). Tim Investigasi AMAN dan Walhi Sumsel menemukan tumpukan kayu log yang diduga sebagai hasil ilegal logging di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Dangku.

Tumpukan kayu – kayu ilegal yang berjumlah sedikitnya 1000an M3 ini diduga dilakukan oleh perusahaan milik “H” yang memiliki sawmill di Desa Simpang Tungkal, Kec. Tungkal Jaya Musi Banyuasin. Selama ini praktek illegal logging yang diduga dilakukan oleh sawmill milik pengusaha “H”, beroperasinya sudah sejak lama di kawasan SM Dangku.

Anehnya, praktek tersebut tidak pernah tersentuh dan di tindak secara hukum oleh aparat Kepolisian dan pihak terkait, seperti POLHUT. Ironisnya, berdasarkan temuan dilapangan perusahaan tersebut selama ini justru dijaga oleh aparat – aparat keamanan.

Bukan hanya di Sumsel, kriminalisasi masyarakat adat juga terjadi terhadap 14 warga masyarakat adat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan. Kriminalisasi dilakukan dengan berbagai alasan. ”Ada yang dilaporkan karena mencuri sarang burung walet, ada yang karena merambah kawasan hutan, dan ada pula yang dilaporkan karena membabat kelapa sawit milik perusahaan. Padahal, berbagai aktivitas yang disebut ilegal itu dilakukan di wilayah adat mereka sendiri,” katanya Ketua Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel, Yasir Al Fatah, seperti ditulis oleh KOMPAS hari ini (23/10).

Berbagai kriminalisasi terhadap masyarakat adat itu disebabkan belum sepenuhnya hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh negara. Diperlukan sebuah payung hukum setingkat undang undang (UU) untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. Sayangnya, DPR dan pemerintah periode 2009-2014 gagal mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) menjadi UU. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dinilai tidak serius membahas RUU ini.

Jika pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) konsisten terhadap janji kampanyenya, sudah seharusnya pemerintah segera menghentikan semua kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan melanjutkan kembali pembahasaan RUU PPMHA dengan lebih serius.

Tinggalkan Balasan