AMAN, 1 Oktober 2014. Hari ini hingga dua hari kedepan (1-3 Oktober), diselenggarakan inkuiri nasional untuk region Kalimantan. Inkuiri nasional adalah cara khusus yang dilakukan oleh banyak Komnas HAM di seluruh dunia, untuk memeriksa secara mendalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang meluas dan banyak memakan korban.
“Metode yang digunakan ini tidak biasa, belum tentu nyaman bagi beberapa pihak. Tapi semoga memberikan penyelesaian kasus-kasus ke depan. Inkuiri nasional masyarakat hukum adat baru pertama kali dilakukan di Indonesia,” ungkap Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga dalam pembukaan inkuiri adat di Pontianak, Kalimantan Barat, seperti ditulis Siti Maemunah, Badan Pengurus Jatam dan Peneliti Sajogyo Institute, di media sosial hari ini (1/10).
Sementara itu, Pakar Tata Kelola Kehutanan, Prof Hariadi Kartodihardjo mengatakan bahwa perampasan hutan adat menjadi konsesi tambang, hutan, loging dan lainnya juga sumber korupsi, “Inkuiri nasional adat ini sebenarnya bagian dari agenda Nota Kesepemahaman Bersama 12 Kementerian dan Lembaga Negara termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Hariadi Kartodihardjo, “Konflik hutan adat bukan terjadi dari kemaren tapi puluhan tahun lalu, berlarut-larut dibiarkan karena berbagai kompleksitas yang harus diputuskan.”
Sebelumnya, seperti ditulis Harian KOMPAS (1/10) Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, dalam diskusi Inkuiri Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM): Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, mengatakan, wilayah adat tak teradministrasikan dan tak terpetakan. Ini berimplikasi pada habisnya hutan-hutan adat karena diklaim menjadi hutan negara.
”Wilayah-wilayah adat sebagian besar juga sudah masuk dalam izin konsesi sawit dan tambang. Di sisi lain saat masyarakat protes, mereka akan berhadapan dengan penegak hukum karena justru dituduh sebagai penjahat di wilayahnya sendiri. Bahkan, tidak jarang mereka mendapatkan perlakuan kekerasan dari aparat,” ujarnya.