AMAN, 10 September 2014. “Pala dan Cengkeh itu yang menghidupkan kami selama ini, dari situ kami bisa makan setiap saat, sekolah kananak, bangun rumah, naik haji, bukan Sawit,” ungkap Bakri Sanun salah satu warga Masure, “Jadi kalau pemerintah mau menggantikan dengan pohon Sawit, itu akan membuat kami kehilangan segalanya yang sudah kami bangun selama ini.”
Pemerintah kabupaten Halmahera Tengah memberikan izin kepada PT Manggala Rimba Sejahtera dengan luas 11.870 ribu hektar. Selain daratan wilayah tersebut sangat kecil, topografi wilayah tersebut juga didominasi pegunungan,warga juga bertahan hidup dari sumbermata air di pegunungan, sehingga sangat tidak pantas untuk dijadikan areal perkebunan sawit. Izin pelepasan status kawasan hutan masih berproses di Kementerian Kehutanan.
Hutan yang nantinya di konversi menjadi perkebunan sawit terdapat puluhan ribu pohon pala dan cengkeh, bahkan dua jenis komoditi ini sudah menjadi identitas yang melekat pada masyarakat adat setempat.Dalam sekali panen mereka bisa menghasilkan uang kurang lebih 10 juta rupiah. Pohon pala dan cengkeh menjadi primadona yang di unggulkan masyarakat bukan Sawit.
Rencana Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah memberikan izin kepada PT Manggala Rimba Sejahtera terus mendapat penolakan dari masyarakat adat setempat. Warga yang berada di Desa Masure, Peniti, Damuli dan Banemo menolak karena menurut mereka,pemerintah dan pihak perusahan sama sekali tidak pernah melakukan sosialisasi atas rencana tersebut, juga keberadaannya perusahan tersebut berada di atas tanah adat yang sudahd itanami Pala dan Cengkeh.
Tanpa sosialisasi yang jelas atas rencana tersebut, Kementerian Kehutanan langsung memasang patok di atas kebun warga. Masyarakat mendapat informasi dari petugas Kehutanan bahwa patok tersebut bukan untuk perusahan sawit, tapi patok batas kabupaten Halmahera Tengah dengan batas Halmahera Timur dan juga untuk perluasan desa.
“Mereka datang dan langsung memasang patok di kebun warga lalu menyampaikan ke kami bahwa itu bukan patok perusahan sawit tapi patok batas kabupaten dan perluasan desa” kata Nasar Jumat, tokoh masyarakat Desa Peniti.
Investasi tersebut akan memberikan dampak lingkungan yang mengancam keberlanjutan kehidupan serta menghilangkan sumber matapencaharian warga yang sudah dikelola dan dimanfaatkan sejak turun-temurun, seperti Pala dan Cengkeh yang selama ini menjadi sumber ekonomi andalan masyarakat.