Awal April tahun ini (3/4), sekelompok warga Muara Tae menghentikan kegiatan penggusuran oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa di atas wilayah adat masyarakat Muara Tae. Seperti diungkap oleh pimpinan gerakan masyarakat di Muara Tae Bapak Masrani melalui email ke redaksi website ini, di lokasi ditemukan satu unit exavator yg sedang beroperasi.
“Terlihat hamparan lahan terbuka yg baru saja digusur,” ungkap Bapak Masrani, “Sungai-sungai juga digusur dan airnya yang berlumpur mengalir sampai ke kampung Muara Tae,”
Setelah dihentikan secara damai, lanjut Bapak Masrani, alat beratpun dikeluarkan tidak jauh dari lahan yg digusur. “Penggusuran tersebut tidak pernah mendapat kesepakatan dari masyarakat Muara Tae,” jelas Bapak Masrani, “Selama kurang lebih 3 tahun terus-menerus dihentikan oleh warga Muara Tae, Namun, aktivitas PT Munte Waniq Jaya Perkasa hanya berhenti sementara,”
Kini, jelas Bapak Masrani, warga Muara Tae sepakat akan menanami kayu dan karet di lahan terbuka tersebut dan menjaga setiap hari secara bergiliran. Bukan tahun ini saja, penggusuran lahan milik warga terjadi. Sebelumnya, seperti ditulis di website Telapak (http://telapak.blogspot.com/2011/10/pemerintah-harus-menghentikan-kegiatan.html), pada tahun 2011, dua kelompok warga Dayak Benuaq nyaris bentrok terkait dengan pembebasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan adat milik warga Muara Tae digusur paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Di website Telapak itu pula dituliskan bahwa sejak belasan tahun lalu, Muara Tae, sebuah kampung yang terletak di Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur terdesak dan terancam oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara.